TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Menjalani musim kemarau yang panjang , jeritan para petani sayur di Kelurahan Sepatan Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang semakin memilukan.
Pasalnya pasokan air irigasi sebagai bahan baku proses pertanian sayur sudah tidak berfungsi.
Baca: Kekeringan, Warga Kabupaten Bekasi Diminta Lapor BPBD jika Kesulitan Air
Menyikapi masalah krusial tersebut, dengan swadaya para petani akhirnya melakukan alternative buatan dengan membuat sumur pompa bertenaga mesin.
“Kalau kami mengandalkan irigasi, dimungkinkan sudah tidak bisa bertani lagi. Dan sebagai jalan keluarnya kami sumur bor menggunakan tenaga mesin untuk mengairi lahan pertanian,” ujar Sutarji satu dari petani sayur di Sepatan, Kabupaten Tangerang, Selasa (4/9/2018).
Hadirnya alternatif sumur bor bertenaga mesin, berdampak pada bertambahnya modal produksi para petani sayur di sana.
“Biayanya bertambah, karena kami harus mengeluarkan uang untuk membeli bensin sebagai bahan bakar mesin pompa air,” ucapnya.
Menurutnya bukan hanya bertambahnya modal produksi pertanian saja, tidak berfunngsinya irigasi juga menambah waktu tanam dan panen lebih lama.
“Biasanya kalau menggunakan air irigasi, waktu tanam dan panen sayur kangkung dan bayam berkisar 20 hari sudah memasuki masa panen. Akan tetapi dengan kondisi saat ini waktu tanam hingga panen jadi 30 hari, ada penambahan 10 hari,” kata Sutarji.
Ia menyebut menyikapi masalah tersebut, para petani sayur di Sepatan hanya bisa pasrah. Sambil menunggu kepedulian dari pemerintah.
Harga Anjlok
Sudah jatuh tertimpa tangga, mungkin pribahasa tersebut bisa digunakan untuk menggambarkan nasib para petani sayur di Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang ini. Pasalnya selain menerima kemalangan dengan tidak berfungsinya irigasi untuk mengairi perkebunan sayur, hingga para petani menggunakan alat mesin penyedot air untuk mengairi perkebunannya, yang berdampak pada bertambahnya modal produksi dan diperparah lagi tidak berimbangnya modal produksi pertanian sayur dengan nilai jual hasil panen sayur yang terjun bebas di pasaran.
“Untuk saat ini, selain modalnya bertambah, harga sayurnya turun drastis,” ungkap Kholil salah seorang petani sayur di Desa Karet, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang.
Ada pun penurunan harga sayur yang mengalami penurunan signifikan tersebut. Seperti sayur sawi lokal ini, biasanya harga per ikatnya Rp. 1.000, namun harga panen saat ini harganya hanya berkisar di Rp. 400 per ikatnya.
Baca: Berkat Ide di Era Ahok, Warga Cipete Utara Bisa Tukar Sampah dengan Sembako
”Sebagai contoh, saat ini kami menanam sayur sawi lokal dengan modal bibit sawi seberat 1 ons denga harga Rp. 58.000, ditambah modal pupuk kandang sebanyak 4 karung harganya Rp. 52.000," bebernya.
"Ditambah pembasmi hama Rp.104.000, dengan jarak waktu tanam hingga panen selama 30 hari. Berdasarkan akumulasi modal tersebut didapat hasil panen maksimal hanya 600 ikat sawi, yang mana harganya saat ini hanya berkisar di angka Rp. 400 – Rp. 500, per ikat,” papar Kholil.
Penulis: Andika Panduwinata
Berita ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul: Petani Sayur Tangerang Menjerit, Krisis Air Irigasi Cekik Mata Pencarian