News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pembunuhan di Bekasi

Ringankan Hukuman, Pembunuh Satu Keluarga di Bekasi Bilang karena Sakit Hati

Editor: Fajar Anjungroso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas kepolisian menunjukkan tersangka berinisial HS saat rilis kasus pembunuhan satu keluarga, di Polda Metro Jaya, Jumat (16/11/2018). Pihak kepolisian telah menetapkan HS sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan terhadap satu keluarga yang tinggal di Jalan Bojong Nangka 2, Pondok Melati, Bekasi pada 13 November 2018. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, alasan sakit hati yang dilontarkan pembunuh satu keluarga di Bekasi adalah upayanya meringankan jerat hukuman. 

Reza sempat bertanya ke Kabid Humas Polda Metro Jaya mengenai motif pelaku pembunuhan terhadap satu keluarga di Bekasi.

Saat itu, kata Reza, jawaban Kabid Humas motifnya masih di dalami.

"Saya tanya ke Kabid Humas PMJ. Pelaku datang utk ambil properti atau motif instrumental, apakah untuk melampiaskan dendam atau motif emosional?" kata Reza kepada Warta Kota, Jumat (16/11/2018) malam.

Saat itu katanya, hawaban Kabid Humas PMJ masih didalami.

"Namun sore ini ada kabar bahwa pelaku sakit hati terhadap korban. Saya bosan dengan alasan semacam itu," kata Reza.

"Itu cuma permainan bernama ironi viktimisasi yang biasa dimainkan pelaku kejahatan. Tujuannya agar di benak publik, si pelaku bergeser ke posisi korban. Bahwa aksinya hanya asap. Bahwa aksinya hanya reaksi. Bahwa dia tak akan berbuat sedemikian rupa, andai sebelumnya tidak disakiti terlebih dahulu. Kalau hakim terkecoh, ironi viktimisasi bisa menghasilkan peringanan hukuman," tambah Reza.

Karenanya kata Reza, ia ingin berasumsi bahwa pelaku bermotif instrumental.

"Namun melihat perilaku sadisnya yg terlalu 'melampaui kewajaran', saya juga menduga pelaku berada di bawah pengaruh narkoba saat beraksi," kata Reza.

Sehingga katanya saat berkonfrontasi dengan korban dewasa, perilakunya kebablasan menjadi aksi pembunuhan.

Baca: Mobil Sofyan Ditemukan di Kerinci, Otak Pembunuhan Masih Buron

"Sedangkan terhadap korban kanak-kanak dugaan saya itu adalah collateral damage. Anak-anak bukan sasaran sesungguhnya. Mereka mungkin terjaga saat itu, sehingga dihabisi karena berpotensi menjadi saksi," kata Reza.

Karenanya kata Reza, dirinya tidak mau menyematkan istilah psikologi atau psikiatri apa pun.

"Agar pelaku tidak memanfaatkan pasal 44 KUHP (tidak dapat dituntut karena kelainan jiwa)," katanya.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini