TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan larangan penggunaan kantong plastik yang akan diterapkan sejumlah Pemerintah daerah menuai kritik.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan, Pemerintah dan pemda dianggap keliru karena melarang kantong plastik, PS-Foam ataupun sedotan plastik, dengan alasan mengurangi sampah plastik.
Seharusnya manajemen pengelolaan sampah (plastik) yang diperbaiki. Apalagi, saat ini belum ada yang bisa menemukan pengganti kantong plastik, sebagai alat membawa belanjaan.
Baca: Peringatan Dini BMKG, Waspada Gelombang Tinggi dan Angin Kencang hingga 6 Januari
“Pelarangan kantong plastik adalah kebijakan instan yang tak solutif. Penggunaan kantong yang ramah lingkungan itukan sampai hari ini belum ada penjelasan. Penggantinya apa dari kain atau dari apa," katanya.
Menurutnya, kendala utama ialah mengubah perilaku kebiasaan penggunaan kantong plastik di masyarakat. Utamanya, bagi pedagang pasar, untuk itu tanggung jawab pemerintah adalah memberikan pemahaman yang massif, konsisten, dan tepat sasaran.
Senada, Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) juga menyatakan penolakan terhadap larangan penggunaan kantong plastik untuk berbelanja di beberapa daerah. Pengusaha beralasan tidak ada aturan dari pemerintah pusat yang menuntut tiap daerah melakukan pelarangan.
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan, harus ada kontrol pemerintah pusat dalam pengurangan sampah plastik. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) seharusnya mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) untuk menyelaraskan sikap pemerintah.
Sementara yang terjadi saat ini, aturan pelarangan penggunaan kantong plastik di daerah hanya berdasarkan peraturan Gubernur, Walikota, atau Bupati. Alhasil, konsumen menjadi bingung terhadap peraturan yang berlaku.