Hal ini agar kejadian tersebut tidak terulang lagi, sehingga semua pengurus rumah ibadah harus ekstra hati-hati dalam merawat dan menjaga tempat ibadahnya.
“Jangan sampai justru tempat ibadah itu menjadi lahan perpecahan. Kalau dalam konsep Islam menjadi masjid dhiror yang artinya masjid yang membuat atau tempat ibadah yang membuat masyarakat menjadi terpecah. Nah itu tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Jadi secara intern, Islam itu menjaga semua jamaah, dan juga secara eksternal itu ukhuwah beragama itu tetap menjadi prioritasi dari ajaran Islam,” urai dosen Ilmu Fiqih Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar ini
Dirinya juga mengatakan bahwa perlu adanya peran dari pemerintah untuk ikut serta mengawasi rumah ibadah agar tidak timbul narasi kebencian yang disebarkan melalui rumah ibadah. Karena pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam menjaga kondusifitas dari semua masyarakat serta semua lapisan, termasuk dalam hal ini masjid jangan sampai menjadi tempat narasi kebencian.
“Karena seharusnya orang masuk masjid itu justru mencari ketenangan, ketenangan batin. Jangan justru keluar dari masjid malah membakar semangat yang justru jauh dari nilai-nilai kerahmatan Islam agama itu sendiri,” katanya.
Untuk itu dirinya berharap kepada para pengurus Masjid untuk bisa menjaga kondusifitas baik di lingkungan internal Islam dan eksternal untuk dapat menjaga dengan baik jamaahnya dengan melakukan konsolidasi pengurus secara internal sehingga celah celah masuknya paham-paham yang ingin menyebarkan dakwah dakwah kebencian itu dapat ditutup.
“Selain memperkuat jaringan internal sesama pengurus baik itu sesama pengurus Masjid, maka silaturahmi ke rumah-rumah ibadah yang lain juga harus dilakukan secara intens. Dimana silaturahmi adalah sesuatu yang paling baik, karena tidak ada sesuatu yang paling baik kecuali dengan Silaturahim,” urainya.