TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peternak Ayam di Kawasan Bogor, Jawa Barat mengapresiasi langkah Kementerian Pertanian (Kementan) yang dinilai cepat tanggap dalam merespon turunnya harga ayam potong di sejumlah daerah.
Respon tersebut salah satunya adalah menggelar pertemuan dan membicarakannya secara langsung dengan para peternak.
"Saya kira konsolidasi antar peternak dan Kementan sudah sering dilakukan. Nah, langkah-langkah itu mustinya diapresiasi dong. Walaupun untuk mencapai sasaran memang tidak gampang," kata Joko Susilo, salah satu peternak Ayam broiler di Bogor, Selasa (5/3/2019).
Salah satu kendala yang ditemui di lapangan untuk menyelaraskan angka produksi dan suplai, antara lain disebabkan masing-masing peternak memiliki kapasitas produksi yang berbeda-beda. Sehingga untuk data antar pelaku (peternak) sendiri tidak tahu.
"Jadi begitu mereka tahu over supply, harganya jatuh," katanya.
Baca: Warga Binaan Beternak Ayam Potong, Lapas Pekanbaru Raup Untung
Kendati demikian, Joko mengaku optimistis harga ayam akan kembali normal dalam waktu dekat. Asal, kata dia, semua pihak mengambil langkah positif sesuai dengan kemampuan masing-masing.
"Kalau lihat euforianya sih beberapa minggu ke depan sudah kembali stabil. Apalagi umur ayam kan tidak panjang. Paling 21 hari sudah bisa di panen," kata Joko yang juga pengurus Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI).
Secara garis besar, Joko menambahkan, upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi dan bantuan lain yang diterima peternak secara langsung sudah sesuai dengan harapan bersama.
"Khususnya di perunggasan dan di telur ya, mereka kan dapat bantuan pakan jagung. Walaupun tentu tidak dapat memuaskan semuanya," imbuhnya.
Sementara itu anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mensinyalir ada andil ulah perusahaan besar yang mengendalikan harga ayam potong.
"Ini ada yang nakal di tingkat tata niaganya. Ada mafia. Sekarang kan peternakan ayam kasian karena dikuasai oleh koorporasi dari hulu ke hilirnya. Dia bermain mulai dari pakan hingga yang lain-lain," kata Andi.
Menurut Andi, selama ini koorporasi besar nyaris menentukan naik turunnya harga dari hulu ke hilir. Mereka juga dituding sebagai biang kerok bangkrutnya usaha ternak kecil karena dibuat bergantung.
"Kalau untuk peternak yang saya dapatkan di lapangan keluhannya rata-rata permainan koorporasi besar. Mereka bahkan sampai mampu menentukan harga. Nah, pada saat mereka menentukan harga turun pasti bangkrut lah ini peternak kecil," katanya.
Untuk itu Andi mengapresiasi langkah Pemerintah yang terus berusaha memberangus perusahaan nakal di seluruh Indonesia. Beberapa di antaranya bahkan ada yang masuk proses blacklist.
"Harus tegas dong melindungi peternak kecil. Apakah caranya dengan menekan harga supaya tidak dipermainkan atau cara-cara lain dengan mekanisme lain. Kalau perlu suatu saat menetapkan ada seperti HPP nya," katanya.
Selain Kementan, Andi juga meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) segera mengambil menyusul merosotnya harga ayam. Kemendag, kata Andi, wajib menentukan titik temu di mana harga yang pantas diperjual-belikan.
"Maksud saya ini bukan hanya Menteri Pertanian, tapi Menteri Perdagangan atau bahkan Menko yang mengkordinir lintas kementerian harus ikut campur. Kalau di sisi produksi saya melihatnya Kementan sudah berhasil karena di mana-mana surplus," tukasnya.
Harga daging ayam pada sejumlah pasar tradisional di beberapa daerah memang tengah mengalami penurunan. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) I Ketut Diarmita menyampaikan bahwa kondisi daging ayam nasional pada saat ini memang mengalami surplus, bahkan Indonesia sudah ekspor ke beberapa negara.
"Ini kan sebenarnya positif, produksi kita berlebih daripada produksi kita kurang. Kelebihan produksi ini harus diikuti dengan meningkatnya ekspor unggas dan produk unggas ke berbagai negara. Untuk itu pemerintah menghimbau agar para perusahaan integrator untuk terus meningkatkan ekspornya", ujar Diarmita.