Sebab, menurutnya LRT Velodrome-Kelapa Gading hanya sebuah hiasan lantaran hanya beroperasi sejauh enam kilometer.
Pasalnya, bukan hanya menyoal kenyamanan dan kemewahan, transportasi Ibu Kota harus dinilai efisien oleh warga.
Sehingga, keberadaan LRT bukan justru merugikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lantaran tidak diminati masyarakat.
"Misalnya orang cempaka putih mau ke Dukuh Atas melalui halte Rawamangun."
"Buat apa naik LRT, mendingan naik ojek langsung dari depan rumahnya ke halte Rawamangun."
"Jadi, kalau tidak diteruskan, LRT itu proyek merugi," katanya, yang dihubungi Warta Kota pada Rabu (3/4/2019).
Dihubungi terpisah, Ketua Dewan Trasnportasi Kota Jakarta (DTKJ), Iskandar Abu Bakar menyatakan, integrasi transportasi Ibu Kota mutlak dilakukan.
Bukan hanya infrastruktur, tetapi sistem pembayaran yang dapat memudahkan masyarakat ketika berganti moda transportasi.
Baca: Lintasan LRT Cawang-Cibubur Kini Tersambung
Oleh karena itu, dirinya berharap agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat membentuk suatu badan pengelolaan tiket terkait integrasi MRT, LRT ataupun Transjakarta. Tujuannya agar pengelolaan tiket dapat dilakukan secara profesional dan independen.
"Integrasi tiket memudahkan masyarakat dalam menggunakan moda trasnportasi massal. Sehingga, masyarakat dapat meninggalkan kendaraan pribadi dan berpindah ke transportasi massal seperti di luar negeri, jadi pengelolaannya profesional," jelasnya.
Penulis : Dwi Rizki
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul : LRT Kelapa Gading-Velodrome Belum Bisa Beroperasi Dampak elum Terintegrasi