Sanggar Swargaloka berhasil mengantarkan “Sang Penjaga Hati” menjadi sebuah seni pertunjukan multimedia (visual art, tari, music, dan sastra) kaya tafsir.
Sukses memberi ruang edukasi bagi anak-anak muda yang terlibat dalam proses, ikut mengapresiasi dan semakin memahami budaya Indonesia, melalui bentuk seni pertunjukan yang menghibur, dan atraktif.
“Drama Wayang akan terus berevolusi untuk menemukan format yang tepat agar layak mendapat predikat opera terbaik dunia. Oleh karena itu, kami memerlukan kritik dan saran agar kami terus termotivasi menjadi lebih baik,” jelas Pendiri Yayasan Swargaloka, Suryandoro di mana pergelaran ini menjadi kado istimewa peringatan ulang tahun Ke-53, bagi seniman serba bisa ini.
Satu hal menjadi minus pertunjukan ini adalah sistem audio kerap ‘putus-nyambung,’ kemudian mengganggu emosi aktor dan aktris serta merusak artikulasi dialog yang kurang tersimak. Namun secara umum pertunjukan ini berhasil menghipnotis penonton.
Sinopsis
“Sang Penjaga Hati” berkisah tetang sang penjaga hati, Dewi Setyawati menemani kemanapun kekasih hatinya _ Narasoma mencari kesejatian hidup. Karena cinta pula Setyawati harus terpisah selamanya dengan Bagaspati, ayahnya.
Karena cinta pula Narasoma merelakan Dewi Madrim adik semata wayangnya harus terpisah dengannya, dan melepaskan ke tangan Pandu.
Pengorbanan mendalam adalah ketika Narasoma harus meninggalkan Dewi Setyawati ke medan laga. Perang bharatayuda telah memanggil ksatria Mandaraka yang sudah tidak muda itu turun ke gelanggang payudan demi Pandawa. Semua ini dilakukannya demi cinta untuk sang penjaga hati.