TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan memperluas ganjil genap di 16 rute. Pemprov DKI Jakarta akan melakukan sosialisasi hingga nantinya pada 9 September dilakukan penindakan.
Dalam kesempatan yang hampir bersamaan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan agar taksi online bisa beroperasi seperti halnya taksi pada umumnya.
Menurut Budi Karya "Kalau taksi biasa boleh, mestinya mereka boleh juga, itu yang saya sampaikan equality," katanya di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, Minggu (11/8/2019). Dengan kata lain taksi online tidak dikenakan sanksi ganjil genap.
Baca: Polisi Tegaskan Pelanggar Perluasan Ganjil Genap Tidak Akan Ditilang Selama Masa Ujicoba
Baca: Trauma Disakiti Pria Indonesia, Elly Sugigi Beralih ke Cowok Bule
Baca: Gelar Diklat, BDI Cetak Tenaga Kerja Siap Pakai
Tanggapan Kadishub DKI
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, taksi online tetap terkena sistem pembatasan kendaraan bermotor berdasarkan nomor polisi ganjil dan genap, selama uji coba perluasan kebijakan tersebut.
Dinas Perhubungan DKI hanya mengecualikan kendaraan umum dengan pelat kuning dan 10 jenis kendaraan lainnya, sesuai dengan yang telah diumumkan sebelumnya.
"(Taksi online) tidak masuk (pengecualian). Sampai saat ini, untuk kebijakan ganjil genap pengecualiannya hanya untuk angkutan umum pelat kuning, sepeda motor, ada 11," ujar Syafrin saat dihubungi, Senin (12/8/2019).
Jika taksi online dibebaskan dari sistem ganjil genap, kata Syafrin, Dinas Perhubungan DKI khawatir pengguna kendaraan pribadi tidak beralih menggunakan angkutan umum pelat kuning.
Padahal, penataan angkutan umum pelat kuning menjadi prioritas Pemprov DKI.
Sikap Organda
Sementara menyikapi pernyataan Kemenhub DPP Organda lewat Sekjen Ateng Aryono menegaskan agar Menhub pertimbangan kembali soal azas “equality”.
Pemerintah jika ingin memberlakukan peraturan yang equal soal ganjil genap pada taksi online atau kategori Angkutan Sewa Khusus (ASK) seharusnya pemerintah juga memberlakukan plat kuning seperti angkutan jalan raya pada umumnya.
Termasuk soal penggunaan stiker sebagai penanda yang dinilai tidak cukup untuk mendapat pengecualian
"Seperti kita ketahui pemerintah belum berhasil mengontrol jumlah perijinan Angkutan Sewa Khusus (ASK) yang selama ini meramaikan angkutani jalan raya. Ditambah lagi jenis Angkutan Sewa Biasa yang juga termasuk di PM.117 yang tidak mendapat pengecualian dalam pemberlakukan ganjil genap," ujarnya dalam keterangan tertulis.
Di sisi lain kontrol kendaraan yang bisa lewat gage akan menjadi lemah dan dapat menimbulkan kegagalan dalam mengurangi kendaraan, dan berpotensi terjadi kegaduhan.
Artinya petugas akan kesulitan memverifikasi soal ganjil genap antara kendaraan dengan taksi online, akibatnya kemaceten akan terjadi beberapa simpul jalan yang diberlakukan aturan tersebut
Hal yang paling mendasar yang perlu di inisiasi oleh Kemenhub , bagaimana mengintegrasikan dan konektivitas jalan raya dengan moda transportasi lainya agar terwujud industry angkutan jalan raya yang berkelanjutan. Saat ini keberadaan angkutan jalan raya di Indonesia banyak yang tinggal nama.
"Jika ganjil genap tidak diberlakukan untuk taksi online, tidak menutup kemungkinan beberapa pemilkk mobil nantinya mendaftarkan diri ikut taksi online hanya sekedar lolos dari aturan, hal berpotensi merusak program kebijakan pemerintah sendiri," katanya.
DPP Organda juga mengapresiasi kebijakan gubernur DKI Jakarta terkait perluasan ganjil genap dengan pertimbangan kualitas udara. Namun pemerintah DKI tidak bisa mengontrol kuota pengemudi yang beroperasi dan hanya para aplikator bisa mengontrol lewat sistem algoritma nya.