Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Ega Alfreda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jajaran Polres Metro Tangerang Kota berhasil membongkar gudang sekaligus industri rumahan perakitan handphone di kawasan elite Ruko De Mansion Alam Sutera, Pinang, Kota Tangerang.
Penggerebekan dilakukan jajaran Satreskrim Polres Metro Tangerang Kota, Kamis (5/9/2019) setelah adanya laporan lapangan soal industri rumahan handphone rekondisi.
Kapolres Metro Tangerang Kota, Kombes Pol Abdul Karim menjelaskan di dalam Ruko De Mansion diduga menjadi sarang terciptanya ratusan ribu handphone rekondisi.
Baca: BREAKING NEWS: Brigpol Dewa Gede Alit Wirayuda Tewas, Ada Luka Tembak di Kening
"Ada dugaan tindak pidana perakitan home industry handphone ilegal atau terindikasi rekondisi. Handphone ini rakitan ilegal atau rekondisi ini masih kita dalami. Jadi handphone ini rakitan ilegal dari Cina," jelas Karim di Alam Sutera, Jumat (6/9/2019).
Hingga saat ini, jajarannya masih menghitung total handphone canggih yang dirakit ulang di gudang tersebut.
Namun, Karim memastikan jumlahnya mencapai angka ribuan terdiri dari beberapa merek handphone terkenal.
Seperti, Xiaomi, Oppo, Nokia, Samsung, Iphone dan Motorola.
"Di sini posisi handphone punya sparepart terpisah, kemudian dirakit dan dikasih casing baru termasuk item-item yang ada perangkatnya. Lalu dibungkus dan dibuat boks baru," ungkap Karim.
Baca: Di Kopi Johny, Hotman Paris Sebut-sebut Nama Farhat Abbas dan Andar Situmorang: Mana Hasilnya?
Gudang atau industri rumahan tersebut, menurut Karim sudah bergerak sejak tahun 2016 dan menyasar ke toko-toko online se-Indonesia.
"Tapi ada juga beberapa toko retail yang mengambil barang juga dari sini," sambung Karim.
Dalam sebulan industri rumahan tersebut dapat memproduksi hingga 10 ribu handphone yang dirakit ulang.
Dalam setahun, industri rumahan ilegal tersebut bisa memproduksi sekira 120 handphone rakitan yang secara keuangan merugikan negara karena lolos pajak.
Dari penggerebekan tersebut, telah ditahan 14 pekerja, empat di antaranya adalah Warga Negara Asing (WNA) asal Cina dan 10 di antaranya adalah pekerja dari Indonesia.