Hari ini, Mujahid 212 Selamatkan NKRI menggelar aksi di depan Istana Negara, Sabtu (28/9/2019) pagi. Begini tanggapan KPAI hingga Aa Gym.
TRIBUNNEWS.COM - Hari ini, Mujahid 212 Selamatkan NKRI menggelar aksi di depan Istana Negara, Jakarta, Sabtu (28/9/2019).
Berbagai tanggapan dari KPAI hingga Aa Gym pun bermunculan terkait aksi tersebut.
Sebelumnya, diketahui nama Mujahid 212 Selamatkan NKRI merupakan nama pengganti dari Parade Tauhid Indonesia.
Dilansir Kompas.com, ketua panitia, Ustaz Edy Mulyadi, mengatakan, perubahan nama itu menyesuaikan perkembangan situasi dan kondisi yang dinamis.
Baca: Ngaku untuk Selamatkan NKRI, Taufik Bawa Keluarga Ikut Aksi Mujahid 212 di Bundaran HI
Baca: Pukul 07.00 WIB, Massa Aksi Mujahid 212 Mulai Berkumpul di Sekitar Bundaran HI
"Dengan perubahan ini kembali kami menegaskan bahwa umat Islam bersama arus besar perubahan yang digelorakan mahasiswa dan para pelajar SMU. Kami ingin memberikan kontribusi maksimal untuk perubahan Indonesia menjadi lebih baik," kata Ustadz Edi melalui keterangan tertulisnya, Jumat (27/9/2019).
Tidak hanya perubahan nama, titik kumpul massa aksi juga berubah.
Sebelumnya peserta akan berkumpul di Jalan Asia Afrika, Senayan, pukul 06.00 WIB lalu bergerak ke Monas.
Rencana berubah menjadi titik kunpul di Bundaran HI mulai pukul 08.00 WIB, bergerak menuju Istana.
"Perubahan nama dan rute ini terjadi untuk menyesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi yang dinamis,” ucapnya.
Edi mengajak umat Islam, mahasiswa, pelajar, ormas Islam dan emak-emak militan bergabung bersama untuk menyuarakan ketidakadilan dan menegakkan kebenaran di negeri ini.
Edi mengatakan, ada beberapa pertimbangan terkait perubahan aksi itu.
Pertama, kata dia, aksi mahasiswa yang dihadapi oleh aparat beberapa hari lalu, dilakukan dengan sikap represif.
Akhirnya, banyak menimbulkan korban luka, hilang, bahkan ada yang meninggal dunia.
Kedua, perubahan nama itu lantaran munculnya aksi para pelajar sebagai sebuah fenomena yang sebelumnya tidak pernah terjadi dalam ekskalasi politik di negeri ini.
“Aksi yang berlangsung spontan dan tanpa komando yang jelas ini pun berakhir ricuh dan diamankannya ratusan pelajar oleh pihak aparat,” tambahnya.
Ketiga, pihaknya khawatir dengan kerusuhan di Wamena dan Papua.
Sebab, kerusuhan itu menelan korban puluhan jiwa dan eksodus warga pendatang keluar dari wilayah tersebut.
Keempat, bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang tidak tertangani dengan cepat dan tepat oleh Pemerintah.
Kebakaran tersebut telah menyebabkan ratusan ribu warga terkena pekatnya asap dan menderita sakit infeksi pernapasan (Ispa).
Bencana asap juga telah merenggut korban jiwa.
"Berbagai kondisi ini menunjukkan negeri kita tidak dalam keadaan baik-baik saja. Ada yang salah dalam mengelola dan mengurus negara yang kita cintai ini. Singkat kata, pemerintah telah gagal," tutur Ustaz Edy.
Permintaan KPAI
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, meminta masyarakat menghentikan penyebaran narasi untuk mengajak anak-anak mengikuti aksi penyampaian pendapat.
Dia mengaku menerima pesan singkat di aplikasi media sosial WhatsApp mengenai ajakan kepada para pelajar SMA/Sederajat menghadiri “Aksi Mujahid 212, Selamatkan NKRI”.
"Penggunaan narasi-narasi jihad untuk mengajak anak melakukan demonstrasi di jalanan merupakan hal yang kurang tepat dan perlu diluruskan," kata dia, dalam keterangannya, Jumat (27/9/2019).
Menurut dia, usia pelajar merupakan usia tumbuh kembang yang perlu dilindungi dari segala bentuk potensi negatif.
Termasuk kerentanan menjadi korban dari hal-hal yang tidak terprediksi saat demonstrasi berlangsung.
Untuk mengantisipasi pelajar mengikuti aksi unjuk rasa, dia mendorong para orangtua melakukan pengawasan dan pendampingan pada anak-anaknya yang remaja.
Mereka diharapkan agar dapat berhati-hati mengikuti ajakan aksi demo melalui media sosial karena tidak jelas siapa penanggungjawaban.
"Para orangtua harus membuka ruang dialog dengan anak-anak. Para orangtua juga harus memantau media sosial anak-anaknya sebagai bentuk pencegahan, karena undangan aksi di era ini disebarkan melalui media sosial IG dan aplikasi WhatsApp," kata Susanto.
Tanggapan Aa Gym
Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym memberikan tanggapan mengenai kabar aksi massa bertajuk Mujahid 212 Selamatkan NKRI di depan Istana Negara.
Selaku Pemimpin Pondok Pesantren Daarut Tauhid, Aa Gym mengatakan bahwa jemaahnya tidak akan ikut aksi tersebut.
Bahkan, ia mengaku tidak mengetahui tentang adanya acara tersebut.
"Aa belum tau berita itu Dan DT (Daarut Tauhid) tak ikut kegiatan seperti itu," kata Aa Gym, dikutip Tribunnews dari Tribun Jabar.
Ia menegaskan, pihaknya saat ini hanya akan fokus pada pesantren.
Sebelumnya, Daarut Tauhid telah beberapa kali mengikuti sejumlah kegiatan serupa di Jakarta, seperti aksi 411 dan 212 yang bertajuk keagamaan dan diikuti oleh banyak umat Islam.
Namun, keikutsertaan DT pada kegiatan tersebut berkontribusi untuk 'bebersih' atau membersihkan lingkungan acara.
Aa Gym mengatakan, setiap kegiatan yang diikuti oleh jemaah pesantrennya tergantung keperluan atau tujuannya.
"Sementara ini kami lebih fokus berusaha memberi manfaat untuk sekitar pesantren saja," ucapnya.
Tanggapan MUI Jabar
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Barat mengimbau warga Jabar untuk tidak turut serta melakukan aksi 28 September 2019 di Jakarta.
"Kami mendapat kabar akan adanya gerakan Mujahid 212 yang akan berlangsung di wilayah Jakarta pada 28 September 2019 nanti. Kegiatan ini dilakukan dan dikoordinir oleh kelompok tertentu, dengan mengajak para ustaz, ulama, habib dan aktivitas keagamaan lainnya," ujar Ketua Umum MUI Jabar Prof. Dr. KH. Rachmat Syafe'i, dalam konferensi pers di Kantor MUI Jabar, Kota Bandung, Kamis (26/9/2019).
Oleh karena itu, dirinya mengimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya warga Jabar, untuk tidak menghadiri gerakan yang terindikasi akan menodai agama serta dianggap berpotensi memecah-belah bangsa.
"Gerakan tersebut merupakan gerakan politisasi agama. Kami sebagai khadimul ummah dengan tegas menolak dan imbau agar tidak usah menghadiri ajakan tersebut," kata Rachmat.
Selain itu, MUI Jabar juga mencermati soal perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara yang diwarnai aksi demonstrasi mahasiswa serentak di seluruh wilayah Indonesia yang terjadi dalam kurun beberapa hari terakhir.
MUI Jabar menilai, fenomena tersebut menjadi peristiwa terbesar kedua setelah kerusuhan Tahun 1998 lalu dalam upaya menjatuhkan rezim orde baru.
Meski demikian, MUI Jabar mengapresiasi gerakan mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi dan menyalurkan kritik kepada pemerintah dan DPR RI.
Hal ini mencerminkan berjalannya demokrasi di tanah air.
"Kami mengapresiasi gerakan menyampaikan aspirasi dari para mahasiswa terhadap pemerintah, akan tetapi kami mengingatkan agar waspada terhadap pihak-pihak yang ingin memancing di air keruh, terutama para provokator yang menginginkan suasana negara menjadi tidak kondusif," katanya.
Rachmat menyebutkan, MUI telah mencium adanya upaya ke arah tersebut ketika demonstrasi berlangsung.
Hal ini ditandai dengan aksi anarkis dari para demonstran dengan dilakukannya berbagai pengerusakan, seperti fasilitas umum, Pos Polisi, kantor pemerintahan, gedung perusahaan, dan lain sebagainya.
"Gejala-geja ke arah itu sudah tampak ketika demonstrasi menjadi tidak terkendali. Kepada para aparat yang menangani para demonstran, kami juga mengimbau agar berhati-hati dan dapat melaksanakan tahapan tugasnya harus sesuai dengan amanat UU dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan dan transparan, sehingga secara profesional dan proporsional" ucapnya.