“Industri seperti ini tujuannya bukan untuk membantu mobilitas masyarakat, tetapi memanfaatkan kebutuhan rekreasi masyarakat untuk mendapatkan keuntungan. Apakah skuter listrik bisa memenuhi kebutuhan mobilitas tanpa ada yang dirugikan? Kalau tidak bisa, jadi tidak relevan lagi dalam urusan membantu mobilitas masyarakat,” kata Elisa.
Karena itu, Elisa mengusulkan agar pemanfaatan skuter listrik hanya dibatasi di daerah tertentu. Seperti misalnya terbatas di objek wisata, di dalam kawasan kampus, dan lain sebagainya.
“Di kampus Ohio State University, skuter listrik membantu mahasiswanya bergerak di area kampus yang luas. Atau bisa juga digunakan di tempat wisata, tetapi tentunya dengan menerapkan standar keamanan yang tinggi,” jelasnya.
Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta menurut Elisa lebih baik meningkatkan konektivitas moda angkutan umum di ibu kota saja, ketimbang harus repot mengawasi penggunaan skuter listrik di jalan raya atau tempat umum lain yang membahayakan masyarakat.
“Setahu saya kebanyakan tempat penyewaan skuter listrik itu di kawasan yang sudah banyak sekali layanan transportasi publiknya. Seperti di kawasan Jenderal Sudirman ada Transjakarta, ada MRT. Jadi benar-benar tidak relevan untuk membantu mobilitas. Karena dengan transportasi umum yang ada saat ini, tinggal jalan kaki 3-5 menit saja ke tujuan sudah bisa,” tegas Elisa.
Sorotan YLKI
Pembatasan dan pengendalian penggunaan skuter listrik juga menjadi sorotan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pasca jatuhnya korban jiwa akibat penggunaan kendaraan kecil tersebut di DKI Jakarta.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menyampaikan catatan terkait penggunaan skuter listrik yang sudah memakan korban jiwa.
YLKI mendesak kepada Pemprov DKI Jakarta bahkan Kemenhub untuk segera mengatur secara ketat keberadaan skuter listrik sebelum meluas menjadi masalah/wabah baru.
YLKI mendukung Dishub DKI Jakarta yang akan mengatur hal ini agar secara cepat disahkan oleh Gubernur DKI Jakarta. Poin-poin krusial yang perlu diatur, antara lain; perizinan yang ketat, pentarifan, dan juga jaminan asuransi.
“Intinya keberadaan skuter listrik harus dikendalikan dengan kuat,” Tulus menegaskan.
YLKI meminta dan mendesak para pihak yang menyewakan skuter listrik untuk memastikan dan menjamin bahwa pengguna skuter tersebut telah paham hal ihwal terkait rambu-rambu lalu lintas dan aspek yang lebih detail, terutama dari sisi keselamatan.
“Mengingat dari sisi infrastruktur belum memberikan dukungan yang memadai untuk jalur skuter,” paparnya.
Tulus membandingkan betapa pentingnya edukasi berkendara di jalan raya. Sebagai contoh, 40 persen pengguna sepeda di Belanda telah mendapatkan edukasi sejak dini terkait aspek keselamatan dalam berlalu lintas menggunakan sepeda.