“Harusnya pemerintah daerah bisa memberikan harga sewa yang terjangkau sehingga tidak membebankan masyarakat dan pelaku usaha.
Jika sarana utilitas yang dibuat pemerintah daerah tersebut terjangkau maka diharapkan pertumbuhan ekonomi nasional dan pertumbuhan pajak dapat dicapai,” terang Ismail.
• VIDEO : Warga Malaysia Ikut Serta Aksi Reuni 212
Penetapan harga yang semena-mena yang dilakukan ini disebabkan adanya pemberian hak eksklusif dari Pemprov DKI kepada BUMD JakPro dan Sarana Jaya.
Melalui Pergub DKI 06 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastrktur Jaringan Utilitas. Jaringan utilitas yang dibangun diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui BUMD.
Setelah jaringan utilitas tersebut dibangun oleh BUMD, maka semua operator wajib menyewa kepada BUMD tersebut.
Fenomena pemerintah daerah memonopoli jaringan utilitas dan untuk menggenakan biaya sewa yang sangat tinggi bagi PLN, PGN dan operator telekomunikasi sudah mulai marak terjadi.
Sebelum Pemprov DKI, Pemkot Surabaya telah mendapatkan protes dari penyedia infrastruktur dasar karena mengenakan biaya sewa yang sangat mahal.
Melihat fenomena tersebut membuat Ismail khawatir.
Menurutnya jika seluruh daerah menerapkan retribusi atau sewa yang tinggi kepada operator telekomunikasi, rencana pemerintah untuk membuat smart city dan broadband yang terjangkau bagi masyarakat, akan terhambat.
Lanjut Ismail, infrastruktur tidak harus dilihat benefitnya secara langsung. Pemda disarankan mendapatkan benefit dari multiplayer efek dari pemanfaatan pembangunan infrastruktur.
“Akan banyak ekonomi yang akan memanfaatkan dari adanya jaringan broadband dan infrastrktur yang ada di Jakarta. Lima program prioritas Presiden Jokowi semuanya membutuhkan broadband. Keluhan dari teman-teman operator sudah kami pahami.
• Ustadz Yusuf Mansur Sebut Reuni 212 Jadi Tujuan Turis Internasional, Simak Videonya Dari Monas
Nanti saya akan lapor kepada pak Menkominfo mengenai permasalahan sewa tersebut. Semoga saja Omnibus Law bisa jadi solusi yang terbaik bagi pemerintah daerah dan penyedia infrastruktur publik,” terang Ismail.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi berpendapat, harga yang diberikan Pemprov DKI melalui PT Sarana Jaya dan JakPro terbilang mahal.
Menurut Heru, seharusnya sebelum membuat ducting dan menggenakan biaya, Pemprov DKI, JakPro dan PT Sarana Jaya dapat melibatkan pelaku usaha penyedia layanan publik dan penyelenggara telekomunikasi agar didapat angka yang tidak merugikan penyedia dan tidak terlalu murah.