TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Para pelukis yang tergabung dalam Komunitas Perupa Kota Tua menggelar pameran lukisan bersama bertajuk, “Potret Bangsa” di Museum Basoeki Abdullah, Cilandak, Jakarta Selatan.
Pameran ini akan berlangsung mulai Kamis (28/11/2019) hingga Kamis (5/12/2019).
Pameran mencoba memotret kondisi bangsa.
“Dengan mengambil tema ‘Potret Bangsa’, para perupa bermaksud memberikan wujud kepedulian mereka terhadap dinamika yang berkembang. Mereka sedang memotret situasi dan kondisi bangsa ini,” ujar Kepala Museum Basoeki Abdullah, Maeva Salmah, dalam sambutannya saat pembukaan pameran di Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Melalui potret tersebut, kata Maeva, para perupa meningkatkan kesadaran masyarakat agar lebih memperkuat rasa cinta terhadap bangsanya atau nasionalismenya.
“Setidaknya pemirsa diingatkan akan pentingnya memperkuat rasa kepedulian, partisipasi dan kontribusi agar kehidupan berbangsa semakin maju, sejahtera dan bermartabat,” jelasnya.
Baca: Kotakan Kata, Kritik Pelukis Kembang Sepatu Sikapi Karhutla
Pameran diikuti 24 pelukis, yakni Achmad Syahri, Agus Junawan, Achmad R Tanjung, Adam Bonsai, Aryo Bimo, Acho Kharisma, Achmad Taufik Syah, Bambang Supriadi, Casjiwanto, E Sri Tutisari, Irma Haryadi, Kembang Sepatu, Kang Waw, Fransisca Nata, Mas’ud, Marwan Abdullah, dan Nadia Tarsanto.
Lalu, R Sigit Wicaksono, Supriyatno, Sylvia Darwis Ikhsan, Sugeng Eka Pangestu, Tri Yuli Prasetyo, Wisnu Baskoro, dan Yunti Ars, dengan kurator Pug Warudju dan Rip Van Dinar, serta koordinator pameran Tri Sabariman.
Pameran dibuka oleh Kurnia Setiawan, Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Tarumanagara, Jakarta.
Kembang Sepatu selaku ketua panitia pameran mengungkapkan, para perupa mencoba merefleksikan keadaan bangsa dengan daya dan gaya ungkap yang berbeda.
“Semoga karya-karya kami dapat menyuguhkan tidak hanya keindahan, tetapi juga kritik, pemikiran, bahkan filsafat sehingga akan menjadi saksi sejarah perjalanan bangsa Indonesia di masa yang akan datang,” ujarnya.
Selain pameran, pihak panitia juga mengadakan workshop melukis model yang diikuti guru-guru seni rupa dan seniman se-Jabodetabek atau sekitar 150 peserta.
Dalam pidato pembukaan pameran, Dekan FSRD Universitas Tarumanagara Kurnia Setiawan mengungkapkan, Komunitas Perupa Kota Tua merupakan bagian integral dalam konteks perkembangan seni rupa Jakarta.
“Pameran ini merupakan upaya berekspresi dan menampilkan karya kepada publik melalui eksplorasi ide tentang kepedulian para perupa akan masalah kebangsaan dalam bentuk karya rupa yang dapat menjadi media penyadaran bagi masyarakat,” ujarnya.
Dalam kondisi bangsa yang penuh dinamika dan menguatnya politik identitas, katanya, para perupa justru dipersatukan dalam berkesenian.
“Sejalan dengan perkembangan zaman di era industri 4.0, perlu ada upaya inovatif dan adaptif untuk dapat meneruskan dan mengembangkan eksistensinya,” jelas Kurnia.
Salah satu lukisan yang dipamerkan berjudul “Democrazy” (2019, 50 x 40 cm, cat akrilik di atas kanvas), karya Kembang Sepatu. Menurut pelukisnya, 74 tahun perjalanan demokrasi di Indonesia, penuh intrik yang tidak lazim atau tidak waras (crazy).
"Demokrasi penuh dengan transaksi laiknya jual-beli. Demokrasi penuh terror, yang salah bisa benar, yang benar bisa salah. Demokrasi penuh bahasa kekerasan, berlawanan dengan makna demokrasi itu sendiri,” jelas Kembang Sepatu.