TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Trend dunia dalam transportasi adalah integrasi dan penyerapan oleh sistem yang massal dan cepat.
Yang dipentingkan adalah mobilitas orang, bukan mobilitas kendaraan sehingga pergerakan manusia, khususnya di kota-kota besar, dapat berlangsung efektif dan ramah lingkungan.
Dalam ekosistem transportasi modern, skuter listrik seperti Grabwheels menjadi solusi mobilitas pada kilometer pertama dan terakhir (first and last mile), artinya ketika penumpang berangkat dari rumah menuju stasiun atau dari titik terakhir sistem transportasi massal ke tempat tinggalnya.
Tidak semua beruntung berdomisili atau memiliki tempat tinggal yang berjarak jalan kaki dengan stasiun transportasi publik. Jarak terakhir inilah yang dilayani oleh Grabwheels.
Direktur Keuangan Perum Peruri Nungki Indraty mengapresiasi manfaat Grabwheels bagi pegawainya untuk menjangkau stasiun MRT dan terminal bis yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kantornya.
Apalagi, di lokasi percetakan uang negara itu kini berdiri pusat kreatif M Bloc yang makin digandrungi kawula muda, namun sayangnya tidak memiliki kawasan parkir yang memadai.
Baca: Jaring Penumpang Bus, PO SAN Siapkan Armada dan Layanan Maksimal
“Saya merekomendasikan Grabwheels menjadi solusi transportasi jangka pendek antar gedung perkantoran, apalagi di daerah yang sudah memiliki jalur sepeda,” katanya.
Keberadaan Grabwheels memang menjadi sorotan setelah terjadi kecelakaan fatal yang disebabkan oleh pengemudi mabuk yang menabrak pengguna Grabwheels hingga tewas.
Sejumlah pendapat mengusulkan pelarangan skuter listrik hijau itu.
Bagi Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, yang penting adalah regulasi yang jelas untuk mengatur kendaraan baru itu.
Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu pun menegaskan regulasi skuter listrik bukan berarti menghambat inovasi.
“Poinnya kami tidak menghalangi inovasi. Ini kan disrupsi. Ada barang baru, ada cara baru orang bergerak yang disukai masyarakat. Tapi, kekosongan regulasi sering kali membuat terjadi hal yang tak diinginkan. Ada kecelakaan, ada yang naik ke jembatan, karena disrupsi ini belum terregulasi,” kata dia saat ditemui di Gedung Sate, Bandung.
Baca: Grab Akan Investigasi soal Bocah Pakai Otoped Listrik di Jalan Layang Pasupati Bandung
Grabwheels sendiri mengaku sudah bekerja sama dengan 100 mitra di Jakarta.
Dalam survei internal yang dilakukan Grabwheels dan mayoritas dari mereka menyatakan keberadaan Grabwheels meningkatkan pengunjung ke usaha mereka serta meningkatkan pendapatan usaha mereka.
Ayu, pemiliki kafe Diskaz Labor House di bilangan Panglima Polim, Jakarta, Selatan merasakan manfaat kehadiran Grabwheels.
“Jadi banyak yang mampir ke kedai kami, yang bukan pelanggan reguler,” kata Ayu.
Leona, pemilik kedai Mie 47 di Tanjung Duren, Jakarta Barat, yang merasakan penambahan transaksi di warungnya.
“Banyak yang datang ke tempat saya, dari hanya mau menggunakan Grabwheels, jadi mau makan akhirnya,” ujar Leona yang fokus menjual mi ayam dari pagi sampai siang.
Ayu dan Leona adalah dua dari sejumlah mitra Grabwheels yang diwawancara dalam survei internal baru-baru ini.
Dalam survei yang digelar pada awal Desember, 82% responden setuju kehadiran Grabwheels membawa lebih banyak pengunjung ke tempat usaha mereka.
Artinya, dengan adanya Grabwheels, mereka makin sejahtera.