TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) mengapresiasi langkah BPOM dan Kemenkominfo, karena cepat tanggap dalam mengklarifikasi video hoaks, yang menyebutkan produk nata de coco terbuat dari plastik.
BPOM telah mengklarifikasi video nata de coco mengandung plastik melalui siaran pers pada 7 Desember 2019 dan Kementerian Kominfo juga menyatakan sebagai disinformasi pada 24 November 2019 kepada masyarakat bahwa informasi yang beredar itu tidak benar.
“Kami melihat video hoaks yang beredar itu dibuat oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Dari situ kami melihat pentingnya kita bersama-sama meningkatkan edukasi, menyampaikan berita yang benar, mengklarifikasi, supaya masyarakat paham dan tidak menyebarkan berita hoaks,” ungkap Ketua Komite Regulasi Teknis Pangan, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Susana, dalam pernyataan resminya, Senin (16/12/2019).
Baca: Peran Masyarakat serta Eksistensi Digital Forensik dalam Memerangi Hoaks
Melihat banyaknya kalangan yang menyebarkan video hoaks tersebut, Susana menyatakan pentingnya masyarakat diedukasi lebih masif lagi.
“Kami juga mengharapkan pemerintah menindak mereka yang menyebarkan hoaks, supaya masyarakat kita lebih teredukasi dan tidak cemas dengan berbagai hoaks,” imbuhnya, dalam diskusi yang digelar GAPMMI di Jakarta, Senin (16/12/2019).
Turut hadir dalam diskusi tersebut, Direktur Pengawasan Pangan Olahan Resiko Rendah dan Sedang BPOM, Ema Setyawati S.Si, Apt.ME; Ahli Gizi di RSU Tangerang Selatan, dr. Dian Permatasari, M.Gizi, SpGK; serta Ahli Teknologi Pangan dari IPB, Dr Ing Azis Boing Sitanggang, STP, MSc.
Direktur Pengawasan Pangan Olahan Resiko Rendah dan Sedang BPOM RI, Ema Setyawati, mengatakan BPOM mengajak semua pihak untuk bekerja sama untuk mengedukasi masyarakat, juga untuk menjadi mitra pelaku usaha meningkatkan mutu produksinya.
“Mitra itu bukan hanya berdekatan tapi juga bisa menjadi pengontrol bagi pelaku usaha untuk dapat meningkatkan mutu produksi, dan keamanan produksinya,” ujarnya.
Ema Setyawati juga menegaskan bahwa produk nata de coco itu aman, sepanjang sesuai persyaratan dan standar.
“Dan BPOM menjamin persyaratan dan standar itu diterapkan pada saat proses produksi sampai dengan dikonsumsi masyarakat,” tegasnya.
Ema menambahkan, BPOM menetapkan tiga jenis standar, yaitu kelompok standar bahan baku, proses produksi, dan bahan jadinya. Produk yang sesuai standar adalah yang benar, aman, dapat dikonsumsi.
“Kami lakukan standar ini sebagai dasar evaluasi pengawasan pre-market. Data dukung yang kami minta kepada pelaku usaha itu cukup banyak, karena kami berhadapan dengan resiko terhadap produk, kami harus melindungi masyarakat,” ujarnya.
Kalau semua sudah sesuai dengan berbagai standar tersebut, keluarlah izin edar. BPOM juga melakukan pengawasan post-market ketika produk sudah beredar di pasar.
“Kami adakan pengawasan post-market lewat pemeriksaan sarana produksi, distribusi, dan retail. Misalnya nggak boleh ditumpuk sampai ketinggian tertentu, karena produk paling bawah bisa bocor dan terkena cemaran. Produknya kami sampling dan uji, masih sesuai janji saat pre-market atau tidak, kalau bermasalah diminta ditarik dan diberikan sanksi,” imbuhnya.
Ahli Teknologi Pangan dari IPB, Azis Boing Sitanggang juga menegaskan nata de coco tidak terbuat dari plastik, tapi dari selulosa dengan pemurnian yang hampir 100 persen sehingga fungsinya baik untuk tubuh.
Nata de coco pertama kali digunakan tahun 1990-an di Filipina, dan tahun 1992 masuk ke Jepang. Nata de coco juga sudah mendapatkan status generally recognized as safe (GRAS) dari otoritas pangan Amerika (FDA=Food and Drug Administration).
“Artinya aman untuk dikonsumsi sebagai pangan, dan masuk dalam kategori serat pangan yang tidak larut,” ujarnya.
Menurut Aziz, selulosa sebenarnya sudah lama dimanfaatkan tidak hanya untuk produk pangan, tapi juga untuk produk farmasi. “Karena dari selulosa, nata de coco ini juga bisa dibakar,” imbuhnya.
Aziz membuka pintu bagi mereka yang ingin mendapatkan informasi lebih dalam, khususnya terkait teknologi pengolahan pangan, bisa mengakses Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.
“Banyak ahli disana yang bisa menjelaskan terutama terkait teknologi pangan maupun keamanan pangan. Kami juga mengcounter isu ini lewat media sosial, baik secara pribadi masing-masing dosen, maupun official web kami,” imbuhnya.
Sementara Dian Permatasari, ahli gizi yang saat ini bertugas di RSU Tangerang Selatan, menyebut nata de coco adalah makanan yang sehat.
“Sebagian besar mengandung air, seratnya tinggi, ada karbohidrat juga, manfaatnya untuk kesehatan sangat baik sekali,” ujarnya
Hal yang perlu ditekankan disini, sambung Dian, karena manfaatnya untuk kesehatan banyak, alangkah baiknya masyarakat diedukasi lebih sering lagi.
“Nata de coco tidak memiliki efek negatif untuk kesehatan kecuali cara mengkonsumsinya yang salah, jadi juga harus diedukasi bagaimana mengkonsumsi nata de coco yang benar sehingga manfaatnya bisa dirasakan,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul GAPMMI Apresiasi Langkah BPOM dan Kemenkominfo Klarifikasi Video Hoax Nata de Coco