TRIBUNNEWS.COM - Aktivis sosial sekaligus Politisi PDIP Dewi Tanjung sempat berdemo bersama sebagian korban banjir menuntut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mundur, Selasa (14/1/2020).
Anggota DPD DKI Jakarta Fahira Idris menyebut desakan Dewi Tanjung dan para pendemo adalah sebuah bentuk makar dan norak.
Menanggapi komentar Fahira Idris, Dewi Tanjung tak terima dan bersikukuh menganggap kinerja Anies Baswedan buruk dan tak mau mengakui kesalahannya dalam memimpin Jakarta.
Dilansir Tribunnews.com, debat Dewi Tanjung dan Fahira Idris ini terjadi dalam telewicara Kabar Petang unggahan YouTube tvOneNews, Selasa (14/1/2020).
Setelah dibilang norak dan makar, Dewi Tanjung balik menyinggung aksi demo pendukung Anies Baswedan yang dilaksanakan bersamaan dengan aksi demonya.
"Bukannya yang norak itu justru yang bikin aksi tandingan, iya kan," ujar Dewi Tanjung.
Dewi Tanjung menganggap sikap Fahira Idris dan para pendukung Anies Baswedan sebagai bentuk kepanikan.
"Karena ketakutan dan panik, begitu mendengar ada aksi demo dari saya dan korban banjir yang ada di DKI gitu loh," kata Dewi Tanjung.
Tindakan Fahira Idris dengan mengumpulkan pendukung Anies Baswedan dinilai Dewi Tanjung sebagai pembenturan antara warga Jakarta.
"Jadi tidak ada kata norak, sebenarnya yang norak justru orang yang panik lalu mau membenturkan massa demo yang jelas di situ adalah warga DKI korban banjir," terang Dewi Tanjung.
"Mau dibenturkan dengan para jawara, itu lebih norak lagi, itu lebih enggak punya rasa kemanusiaan," tuturnya.
Dalam telewicara tersebut, Dewi Tanjung mendesak Anies Baswedan untuk bertanggung jawab sebagai gubernur, terutama dalam persoalan banjir.
"Kami, warga DKI wajar menuntut pertanggungjawaban kinerja Anies Baswedan sebagai gubernur," tutur Dewi Tanjung.
Dewi Tanjung menilai selama menjabat sebagai gubernur, Anies Baswedan tidak bagus dalam bekerja dan tak mau mengakui kesalahannya.
"Kalau Anies Baswedan dan sekiranya tidak bisa bekerja dengan baik, ya kita tuntut untuk mundur," tegas Dewi Tanjung.
"Karena selama ini apapun Anies tidak mau mengakui kesalahannya," sambungnya.
Fahira Idris Tak Terima Anies Baswedan Diminta Mundur
Dalam tayangan tersebut, Fahira Idris sempat menyatakan tidak terima dengan tindakan para pendemo yang mendesak Anies Baswedan untuk lengser dari jabatannya.
"Saya merasa apa yang mereka lakukan itu terlalu berlebihan, apalagi isunya itu sudah ingin menurunkan gubernur," ujar Fahira Idris.
"Menurut saya itu aksinya norak, makar, tidak sesuai," sambungnya.
Meski tidak suka dengan desakan Anies Baswedan mundur, Fahira Idris mengaku tidak mempermasalahkan kritikan warga Jakarta untuk sang gubernur.
"Kalau misalnya menyampaikan aspirasi mengenai keluhan banjir, tidak ada masalah," ujar Fahira Idris.
"Tetapi kenapa menjadi berlebih-lebihan hingga ingin menurunkan Anies Baswedan."
Menurut Fahira Idris, massa yang kontra terhadap Anies Baswedan lebih sedikit dibanding para pendukung.
"Hari ini ternyata massa mereka sangat sedikit sekali dan massa pendukung Anies Baswedan alhamdulillah banyak yang hadir hari ini," terang Fahira Idris.
Menanggapi gugatan sebagian korban banjir hingga ke ranah pengadilan, Fahira Idris menyebut tidak masalah.
Hanya saja tindakan ingin melengserkan Anies Baswedan yang baginya berlebihan.
"Kan sudah ada yang melaksanakan class action, menurut saya sudah baik," ujar Fahira Idris.
"Tetapi aksi untuk menurunkan Anies Baswedan inilah yang menurut saya tidak tepat."
Bahkan pihak pendukung Anies Baswedan sampai dibuat berang karena desakan Dewi Tanjung dan sebagian korban banjir tersebut.
"Jadi bukan caranya menurunkan Pak Anies Baswedan, tapi kalau mau menyampaikan aspirasi tentang keluhan banjir silakan," jelas Fahira Idris.
"Yang membuat kami berang, khawatir, dan lain sebagainya, adalah isunya mereka ingin menurunkan Anies Baswedan," imbuhnya.
Berikut video lengkapnya:
Diberitakan Kompas.com, Dewi Tanjung ikut berdemo di Jalan Silang Merdeka Barat Daya, Monas, Jakarta Pusat.
Dewi Tanjung berorasi di hadapan massa, di antaranya soal desakannya agar Anies Baswedan mundur.
Ia menganggap Anies Baswedan tidak pernah beres dalam melaksanakan tugasnya sebagai gubernur.
"Bayangkan, dari awal Anies bekerja, satu pun tidak ada program yang tepat sasaran kepada masyarakat, hanya kerjanya ngeles menguntai kata," kata Dewi Tanjung.
Bahkan Dewi Tanjung juga menyinggung soal mundurnya Presiden ke-2 RI Soeharto yang disebabkan karena tuntutan rakyat.
Maka dari itu, Dewi Tanjung menganggap bukan hal yang mustahil bagi rakyat untuk menurunkan Anies Baswedan.
"Banyak yang bertanya, apa mungkin seorang gubernur turun? Presiden saja bisa turun, apalagi gubernur. Soeharto siapa yang menurunkan?" tanya Dewi Tanjung kepada pendemo.
"Rakyat," jawab para pendemo.
Tindakan Dewi Tanjung tak sampai di situ, ia juga mengaku akan membuat aksi lanjutan demi lengsernya Anies Baswedan.
"Aksi ini tidak berhenti di sini, akan ada aksi-aksi lanjutan. Kita akan datang ke DPRD, Mendagri, presiden, untuk meng-impeachment, meminta gubernur DKI segera diganti," terang Dewi Tanjung.
Gugatan pada Anies Baswedan Sampai ke Pengadilan
Diberitakan sebelumnya, sekitar 270 korban banjir Jakarta menggugat Anies Baswedan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).
Para korban banjir yang total mencapai 700 orang menggugat dengan sistem class action atau diwakili oleh Tim Advokasi Korban Banjir DKI Jakarta 2020.
Dikutip Tribunnews.com dari tayangan YouTube KOMPASTV, Senin, total kerugian para korban banjir mencapai Rp 43 miliar.
Anggota tim advokasi, Alvon Kurnia Palma menjelaskan alasan pihaknya mengajukan gugatan kepada Anies Baswedan.
Alvon menyebut Anies Baswedan digugat lantaran dianggap tidak mampu dalam melakukan pencegahan banjir.
Pasalnya, menurut Alvon, sudah ada pemberitahuan dari pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang mengumumkan potensi banjir sejak 23 Desember 2020.
"Kenapa Gubernur DKI Jakarta, karena kita menilai bahwa berdasarkan uraian fakta-fakta yang ada, bahwa Gubernur DKI Jakarta yang lebih tepat untuk diajukan gugatan," ujar Alvon.
"Pertama-tama, faktanya itu adalah kita menggugat banjir lokal yang terjadi pada tanggal 31 (Desember 2019) sampai tanggal 1 (Januari 2020)," terangnya.
"Di mana kita ketahui bahwa tanggal 23 (Desember), itu sebenarnya sudah ada peringatan dari BMKG."
Alvon menyebut tak ada langkah nyata dari pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memperingatkan warganya.
"Nah sementara, itu tidak ada langkah-langkah konkrit yang dilakukan untuk melakukan perencanaan agar adanya early warning system," kata Alvon.
"Sehingga masyarakat itu tidak secara langsung terdampak dari permasalahan banjir."
Tak hanya soal peringatan di awal, Pemprov DKI Jakarta juga dianggap tidak banyak membantu korban terdampak banjir seperti memberi bantuan medis hingga makanan.
"Kemudian di situ juga ada namanya emergency response terkait dengan permasalahan-permasalahan ini agar risiko-risiko yang mungkin terjadi itu bisa diminimalisir," kata Alvon.
"Contohnya adanya evakuasi medis, makanan, logistik, dan seterusnya," terangnya.
Berikut video lengkapnya:
(Tribunnews.com/ Ifa Nabila)