Dalam verifikasi itu menurut Kepala BNPT, nantinya Kemendagri akan mengecek data kependudukan mereka, sedangkan, Densus 88 juga akan ikut memetakan rekam jejak mereka terkait aktivitas terorisme.
“Jadi ada empat instansi minimal untuk verifikasi sehingga kita mendapatkan data yang valid,” kata Jenderal berpangkat bintang tiga kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini
Setelah proses identifikasi itu selesai, maka selanjutnya menurut Kepala BNPT pemerintah akan membahas itu semuanya. Dan tentunya ada banyak pertimbangan yang akan dikaji sebelum mengambil keputusan. Salah satu hal yang dipertimbangkan yakni aspek hukum dan hak asasi manusia (HAM).
“Karena di dalam Undang-undang dikatakan kalau seorang warna negara sudah berperang di negara lain itu akan kehilangan kewarganegaraan. Tetapi, bagaimana dengan anak dan istrinya? Itu kan yang perlu dibahas. Nanti dirumuskan, setelah itu Pak Menko Polhukam yang mengambil keputusan. Baru kita laporkan kepada Wapres dan Pak Presiden gitu. Jadi jangan bingung, kasian masyarakat,” paparnya.
Suhardi Alius mengatakan dengan adanya berbagai masukan dan tanggapan dari berbagai K/L tersebut tentunya tidak mudah bagi pemerintah dalam mengambil keputusan tersebut.
Karena di dalam negeri saja pihaknya telah berupaya maksimal menjaga agar situasi tetap kondusif dimana paham-paham radikal terorisme itu tidak berkembang di masyarakat. Apalagi sekarang ditambah dengan tantangan terkait masalah WNI yang ada di Suriah tersebut
Kepala BNPT mencontohkan kembali seperti di tahun 2017 lalu dimana BNPT mengembalikan sebanyak 18 orang WNI dari Suriah. Dimana sebelumnya mereka sudah selama 18 bulan di daerah Raqqah, Suriah. Dari situ yang laki-laki langsung menjalani proses hukum dan sekarang masih menjalani pidananya.
Sementara yang wanita dan anak-anak mengikuti program deradikalisasi. Salah satunya seorang anak laki-laki berusia 14 tahun.
“Anak itu sekarang masih menjadi binaan BNPT. Itu saja butuh waktu tiga tahun dari 2017-2020 ini masih baru bisa beradaptasi. Bayangkan tingkat kesulitannya untuk mereduksi dan menghilangkan traumatis itu. Itu perlu menjadi pemikiran kita semuanya. Sementara yang lainnya sekarang sudah menjadi mitra BNPT untuk bersama-sama menyuarakan pengalaman (buruk) yang dialaminya selama di Suriah,” kata mantan Kepala Divisi Humas Polri tersebut
Sebelumnya di tahun yang sama pihaknya bersama Kemensos yang saat itu menterinya masih dijabat oleh Khofifah Indar Parawansa juga sudah menampung sebanyak 75 orang yang di deportasi dari perbatasan Turki sebelum mereka masuk ke Suriah.
Diantaranya ada yang sekeluarga tiga generasi juga ikut serta ke Suriah. Kemudian ke-75 orang tersebut dimasukkan ke Panti Sosial milik Kemensos di Bambu Apus untuk mengikuti program deradikalisasi selama satu bulan.
“Yang menjadi pertanyaan, orang menjadi radikal itu bukan dalam hitungan bulan. Tapi dia bisa tahunan terinspirasi, terpengaruh dan sebagainya. Siapa yang bisa menjamin juga dalam sebulan mereka ini bisa kembali menjadi lebih baik,” papar mantan Wakapolda Metro Jaya ini.
Kepala BNPT melanjutkan, dalam menjalankan program deradikalsasi, tentunya BNPT tidak bisa bekerja sendirian. Untuk itulah BNPT tentunya juga melibatkan semua stakeholder lainnya dalam menjalankan program deradikalisasi yang ditujukan kepada para narapidana maupun mantan narapidana terorisme, kombatan termasuk juga keluarga maupun jaringannya.
“Kami BNPT tidak bisa bekerja sendiri. Kita butuh dukungan dan keterlibatan Muhammadiyah, NU (Nahdatul Ulama), ormas-ormas, termasuk psikolog. Tidak bisa kami kalau tanpa bantuan Kementerian terkait dan juga masyarakat pada umumnya,” ucap alumni Akpol tahun 1985 ini.