News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hikmahanto Juwana: Semoga Masyarakat Tidak Tergoda dan Menjadi Warga Negara Indonesia yang Baik

Editor: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hikmahanto Juwana

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berkaca dari kejadian yang dialami eks WNI anggota ISIS di Suriah, Pengamat Hukum Internasional, Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LLM, Ph.D, meminta kepada masyarakat Indonesia untuk menjadikan masalah tersebut sebagai pelajaran penting agar tidak mudah termakan bujuk rayu dan propaganda dari kelompok  radikal terorisme ketika ada ajakan untuk hijrah ke negeri Khilafah.

“Saya berharap bahwa masyarakat kita ini benar-benar paham betul bahwa adanya  iming-iming untuk hidup lebih baik, lalu bisa masuk surga itu ternyata tidak benar. Bahwa urusan masuk surga itu tentunya keputusan dari Tuhan Yang Maha Kuasa,” ungkap Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LLM, Ph.D.

Menurut Hikmahanto,  sebagai Warga Negara Indonesia tentunya harus bisa mensyukuri dengan apa yang sudah dapatkan sekarang ini. Dimana kondisi negara yang penuh keragaman seperti ini, masyarkat bisa hidup dengan damai, sehingga masyarakat tidak perlu lagi untuk kemudian berpikir untuk berhijrah dan lain sebagainya.

“Karena toh akhirnya yang kita lihat sekarang ini bahwa ISIS itu sudah tidak ada apa-apanya lagi. Jadi mudah-mudahan masyarakat tidak mudah tergoda dan terus menjadi Warga Negara Indonesia yang baik, bisa menjaga perdamaian, jangan kemudian bersentuhan dengan hal-hal yang berkaitan dengan terorisme,” ujar pria yang juga Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI)  ini.

Untuk itu dirinya meminta kepada masyarakat untuk bisa memperkuat resilience (ketahanan) agar tidak mudah percaya terhadap propaganda yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang menentang terhadap ideologi bangsa ini dengann cara mencerna secara baik dan menggunakan  logika yang benar terkait berbagai cerita manis ajakan untuk hijarah ke negeri lain.

"Masyarakat harus punya resiliemce. Harus bisa melihat secara jernih apakah cerita manis tersebut realistis atau tidak. Apa untung dan ruginya. Bila perlu masyarakat juga berkonsultasikan ke orang yang lebih tahu dan bisa dipercaya misalnya kepada  tokoh agama atau ustad bahkan lebih penting lagi juga menayakan ke aparat pemerintah maupun aparat hukum,” kata peraih British Achieving Award dari Pemerintah Inggris ini.

Selain itu menurutnya seluruh komponen pemerintah juga harus ikut berperan aktif untuk menguatkan resilience masyarakat. “Pemerintah mungkin melalui BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) juga harus mengencarkan soasialisasi ke masyarakat bahwa menjadi Warga Negara Indonesia ini adalah sebuah kebanggaan,” ujar anggota kelompok ahli BNPT bidang Hukum Internasional ini.

Terkait isu berita wacana pemulangan eks WNI yang sebelumnya gencar diberitakan, Hikmahanto mengatakan bahwa landasan negara untuk menyikapi kebijakan untuk memulangkan atau tidaknya tentu didasarkan terhadap mereka mereka yang bergabung pada ISIS ini merupakan WNI atau bukan. Karena kalau bukan WNI lagi, tentunya tidak ada kewajiban bagi pemerintah untuk memulangkan.

Karena menurut Undang-Undang No.12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan turunannya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 sudah disebutkan bahwa, seseorang itu bisa secara otomatis kehilangan kewarganegaraan apabila memenuhi beberapa kualifikasi.

“Ada dua kualifikasi yang utama. Pertama, dalam pasal 23 huruf d adalah kalau mereka ikut di dalam dinas tentara asing. Di situ bukan disebut negara. Jadi ikut tentara asing. Yang dimaksud tentara asing ini bisa pemberontak mungkin dan lain sebagainya,” jelas peraih Doktoral dari Universitas Nottingham, Inggris ini.

Selanjutnya yang kedua menurutnya, sesuai dengan  pada pasal 23 huruf f adalah apabila mereka mengangkat sumpah untuk setia pada sebuah negara atau bagian dari negara. Dan menururtnya jika ISIS ini merupakan pemberontak dan merupakan bagian dari negara serta eks. WNI itu sudah melakukan Sumpah Setia, maka mereka sudah kehilangan kewarganegaraan.

“Atas dasar ini kalau mereka kehilangan kewarganegaraan maka tentu mereka sudah tidak lagi menjadi kewajiban Pemerintah Indonesia untuk mengembalikan mereka ataupun melindungi mereka. Tidak ada itu,” ujar pria kelahiran Jakarta, 23 November 1965 ini  menegaskan. 

Lalu menurutnya, ada pihak yang mengatakan bagaimana dengan anak, karena anak itu tidak punya kuasa ketika orang tuanya mau pergi ke Suriah. Namun  permasalahannya adalah apakah anak ini ikut dalam dinas perang tentara atau tidak. Karena biasanya di kelompok teroris ini, pada usia yang sangat belia mereka ikut dan mereka ini sudah di brainwash (cuci otak).

“Nah  kita harus tahu terlebih dahulu seberapa terpapar anak-anak ini. Belum lagi kalau anak ini harus kembali ke Indonesia, sementara orang tuanya tidak dikembalikan. Berarti anak itu nanti bisa merasa bahwa dia dipisahkan secara paksa oleh pemerintah dalam hal ini pemerintah Indonesia. Tentunya itu nantinya akan memunculkan dendam dan yang pasti nantinya juga akan menyulitkan pemerintah sendiri,” urainya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini