TRIBUNNEWS.COM - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan progres penanganan corona di Jakarta kepada Wakil Presiden Maruf Amin.
Hal tersebut disampaikan Anies dalam video conference dengan Maruf Amin, Kamis (2/4/2020).
Anies mengatakan, untuk mencegah penularan Covid-19 di Jakarta perlu adanya kecepatan testing.
"Terkait dengan penanganan ini, perlu sekali di Jakarta ini adalah dukungan untuk kecepatan melakukan testing," ungkap Anies, seperti dikutip dari KompasTV, Kamis (2/4/2020).
Hal itu perlu ditingkatkan untuk mendeteksi lebih dini orang-orang yang terpapar Covid-19.
"Banyak dari kasus itu terlambat tahunya, terlambat penangannya, akibatnya fatal."
"Atau kita terlambat medeteksi sehingga dia sudah menularkan kepada yang lainnya," jelas Anies.
Selain itu, Anies juga meminta dukungan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terkait dengan penanganan pasien corona.
"Ada satu permintaan yang perlu menjadi perhatian pemerintah, adalah rumah sakit-rumah sakit ini, banyak adalah rumah sakit swasta."
"Mereka mengharapkan dukungan BPJS agar tidak ada keterlambatan di dalam pembayaran tagihan-tagihannya," jelas Anies.
Baca: BREAKING NEWS Update Corona Indonesia 2 April, Total 1.790 Positif, 112 Sembuh, 170 Meninggal Dunia
Baca: Penyair Berpuisi dan Berderma APD untuk Tenaga Medis Atasi Corona
Hal tersebut lantaran, rumah sakit yang menangani pasien Covid-19 harus bergerak cepat dalam mengelola cash flow yang tidak mudah.
Sementara yang harus ditangani rumah sakit jumlahnya banyak.
"Jadi memastikan supaya tidak ada keterlambatan menjadi penting sekali, supaya mereka tetap mau menerima kasus Covid-19 ini."
"Secara umum rumah sakit berkewajiban menerima Covi-19 dan selama ini juga ditangani," ungkapnya.
Penjelasan Anies Baswedan Soal 283 Jenazah di DKI Dimakamkan dengan Protokol Covid-19
Dalam keterangan itu, Anies Baswedan memaparkan pemakaman 283 jenazah di Jakarta sesuai dengan protokol pengurusan jenazah Covid-19.
Ia juga mengatakan, proses tes sebagian jenazah yang dimakamkan belum tuntas.
"Karena belum tuntas lalu meninggal, maka tidak bisa secara resmi disebut pasien Covid-19 karena hasil tesnya belum keluar," ujar Anies.
Anies mengatakan, banyak kasus ditemukan hasil tes baru keluar setelah pemakaman selesai.
"Yang kasus seperti ini, semuanya dimakamkan dengan prosedur pasien Covid-19 atau jenazah korban Covid-19," terangnya.
Anies mengungkapkan, data tersebut dicatat dalam kurun waktu tidak sampai sebulan, yakni pada rentang 6-29 Maret 2020.
"Di sana angkanya makin hari makin meningkat, jadi pertama kali muncul meninggal tanggal 6 Maret 2020."
"Sesudah itu 0, 0 lalu pada 12 Maret itu 1, 2 lalu dari situ trennya meningkat terus."
Baca: Mekanisme Keringanan Tagihan Listrik Gratis Bagi Pelanggan 450 VA dan 900 VA
Baca: RS Darurat Covid-19 di Pulau Galang Siap Beroperasi 6 April, Begini Pernyataan Presiden Jokowi
Bila melihat tempat lain, jumlah kasus yang confirm selalu lebih dibanding kenyataan.
"Biasanya setelah satu bulan kemudian, kita baru tahu sesungguhnya berapa jumlah yang terjadi."
"Saat ini, kalau kita proyeksikan, misalnya saat ini sudah ada 400 orang yang meninggal."
"Sebutlah tingkat kematiannya 10 persen maka proyeksi kita yang saat ini sudah ada itu 4 ribu kasus."
"Bila itu yang meninggal 10 persen, bila yang meninggal 5 persen, maka artinya ada 8 ribu kasus di Jakarta ini," ungkapnya.
Anies mengatakan, jumlah yang dites positif Covid-19 itu tergantung pada kecepatan melakukan tes.
"Karena yang ditesnya sedikit, maka jumlah yang confirm jadi juga sedikit."
"Kalau yang ditesnya itu banyak dan orang-orang yang mungkin relevan dengan orang-orang yang confirmed positif, mungkin kita akan menemukan angka lebih tinggi," ujar Anies.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)