TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Metro Jaya melakukan langkah antisipasi adanya aksi kejahatan kembali yang dilakukan oleh warga binaan yang mendapatkan kebijakan asimilasi dan integrasi di tengah pandemi virus Corona.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, pihak kepolisian akan berkoordinasi dengan pihak lapas untuk meminta data lengkap warga binaan yang dibebaskan dalam program asimilasi tersebut.
Data itu jadi pegangan polisi memantau perilaku warga binaan tersebut.
"Antisipasinya yang pertama, kita koordinasi dengan lapas. Jadi masing-masing wilayah Polres ini koordinasi dengan mana yang ada lapasnya. Kemudian mana nama-nama dan data daripada para napi yang diasimilasi ini," kata Yusri kepada awak media, Jumat (24/4/2020).
Selanjutnya, Yusri mengatakan, pihaknya juga telah bekerja sama dengan pemerintah daerah hingga ke tingkat RT dan RW untuk mengawasi aktivitas warga binaan di lingkungannya usai dibebaskan polisi.
"Berkoordinasi dengan pemerintah daerah sampai dari mulai tingkat camat, lurah, RT, RW sampai ke bawah untuk data tersebut. Untuk para napi-napi diasimilasi tinggalnya dimana untuk bersama-sama kita awasi kegiatan mereka," jelasnya.
-
Baca: Mudik Dilarang, 1.181 Kendaraan yang Hendak Tinggalkan Jakarta Diminta Putar Balik Sejak Pagi Tadi
Lebih lanjut, Yusri mengatakan, pihaknya juga akan bekerja sama dengan stakeholder lainya.
Di antaranya dengan perusahaan-perusahaan untuk membantu para warga binaan menjadi produktif sehingga tidak mengulangi tindakan kejahatan.
"Yang ketiga, koordinasi lagi dengan Pemda bersama dengan stakeholder yang lain untuk supaya mereka maulah menjadikan mereka ini jadi orang produktif. Dikasih mereka kerjaan atau dibikin pelatihan mereka semua dibikin produktif mereka," pungkasnya.
Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly sudah mengingatkan seluruh jajarannya untuk meningkatkan koordinasi dengan pihak kepolisian terkait kebijakan asimilasi dan integrasi warga binaan di tengah pandemi Covid-19.
“Saya harapkan seluruh Kakanwil dan Kadivpas berkoordinasi dengan para Kapolda di seluruh daerahnya agar warga binaan pemasyarakatan yang mengulangi tindak pidana setelah mendapatkan asimilasi dan integrasi untuk segera dikembalikan ke lembaga pemasyarakatan usai menjalani BAP di kepolisian agar yang bersangkutan langsung menjalani pidananya,” kata Yasonna melalui keterangan tertulis, Senin (20/4/2020).
“Koordinasi juga harus dilakukan dengan forkopimda [forum komunikasi pimpinan daerah]. Selain itu, lengkapi juga administrasi warga binaan yang dibebaskan dengan baik dan juga database pasca-asimilisi Covid-19 agar koordinasi bisa berjalan dengan baik,” imbuhnya.
Selain koordinasi, Yasonna juga meminta jajarannya untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan pengawasan terhadap warga binaan yang dibebaskan lewat asimilasi dan integrasi.
Menurutnya, upaya ini berperan penting dalam menekan jumlah warga binaan yang kembali melakukan tindak pidana setelah mendapatkan program asimilasi.
“Narapidana asimilasi yang melakukan pengulangan tindak pidana didominasi kasus pencurian, termasuk curanmor. Ke depan, semua warga binaan kasus pencurian yang akan mendapat program asimilasi harus dipantau lagi rekam jejaknya. Apabila ada yang tidak benar, jangan diberikan asimilasi karena dapat merusak muruah dari program ini,” ujar Yasonna.
"Untuk warga binaan yang sudah dibebaskan, jangan sampai ada di antara mereka yang tidak termonitor dengan baik. Cek langsung ke keluarga tempat warga binaan menjalani asimilasi. Saya minta seluruh Kakanwil memantau program ini 24 jam setiap harinya,” sambung dia.
Adapun pengarahan ini dilakukan sebagai bentuk evaluasi atas sikap masyarakat yang mengeluhkan kebijakan asimilasi dan integrasi Covid-19.
Keluhan ini muncul akibat sejumlah kasus pengulangan tindak pidana oleh warga binaan yang dibebaskan lewat kebijakan tersebut.
Disebut Yasonna, kendati angka pengulangan tindak pidana itu sebenarnya rendah, berbagai evaluasi tetap harus dilakukan untuk memulihkan rasa aman di dalam masyarakat.
“Hal ini sangat penting kita lakukan. Dari 38 ribu lebih warga binaan yang dibebaskan lewat program ini, asumsikan saja 50 orang yang kembali melakukan tindak pidana. Angka pengulangan ini sebenarnya masih sangat rendah, bahkan jauh di bawah rate residivisme sebelum Covid-19 ini,” ujar Yasonna.
“Tapi, kita tidak boleh beralasan demikian. Terlebih saat ini publik disuguhi informasi yang mengerikan, termasuk yang sebenarnya merupakan hoaks, terkait warga binaan asimilasi di sejumlah daerah. Karenanya, bila ada berita di media terkait pengulangan tindak pidana, saya minta setiap kanwil bertindak aktif memastikan kebenarannya di kepolisian. Hal ini harus dilakukan agar masyarakat tidak jadi ketakutan akibat berita miring yang tidak benar,” imbuhnya.
Yasonna juga mengingatkan agar kebijakan asimilasi tersebut bersih dari pungli.
“Hukuman berat menanti bila ada pegawai melakukan pungli terhadap narapidana yang berhak mendapatkan program asimilasi. Saya sampaikan, jangan ada yang mencoba bermain,” katanya.
“Di luar itu, saya ucapkan terima kasih untuk kerja keras setiap pegawai di bawah naungan Kemenkumham menghadapi masa-masa kedepan. Jangan lupa untuk tetap waspada menjaga kesehatan, jangan bermain-main dengan kondisi Covid-19 ini, serta jangan lupa melaporkan setiap kegiatan atau perkembangan yang ada,” ujar Yasonna.