TRIBUNNEWS.COM - Ketegangan antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta perihal bantuan sosial (Bansos) menyita perhatian publik.
Pada Kamis (14/5/2020) lalu, sejumlah organisasi nirlaba dan LSM yang terdiri dari Seknas Fitra, IBC, LIMA Indonesia, dan Tepi Indonesia mengadakan konferensi pers untuk mengupas polemik ini.
Berdasarkan siaran pers yang diterima Tribunnews, ada tiga masalah yang mencuat dalam polemik bansos DKI ini.
Baca: Pemerintah Pusat dan Daerah Tak Harmonis Urus Bansos DKI Jakarta, Pengamat: Rakyat Makin Menderita
Baca: Polemik Bansos DKI Jakarta Selama Pandemi, Direktur LIMA: Kita Butuh Satu Sikap Bukan Sembrono
Ketiga masalah ini yang kemudian menimbulkan pertanyaan apakan Pemprov DKI tidak mampu membiayai kebutuhan warga ini sampai pemerintah pusat menilainya lepas tangan.
Pertama, muncul pernyataan bahwa Pemprov DKI Jakarta lepas tangan dengan pembiayaan bansos untuk sebagian warga Jakarta.
Perbedaan pendapat terjadi antara sejumlah menteri, yakni antara Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial, Juliari P. Batubara, dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Kemudian pada rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Sri Mulyani mengatakan pemerintah pusat memutuskan menanggung bansos sembako dan tunai di Jakarta.
Meskipun sebenarnya anggaran awal itu ditangani daerah.
Kedua adanya inkonsistensi data warga miskin di DKI Jakarta.
Baca: Distribusi Bansos di DKI Jakarta Dinilai Sengkarut, Seknas FITRA Ungkap 2 Faktor Penyebabnya
Baca: Poltracking Sumbangkan 20.000 Paket Bansos dan 150.000 Paket Makan Gratis
Menurut data Pemprov DKI, ada 3,7 warga miskin baru di ibukota namun angka itu berubah menjadi 2,3 juta orang.
Anies Baswedan lalu mengatakan hanya bisa memberikan bantuan kepada 1,1 juta warga miskin.
Setelah muncul pernyataan ini, pemerintah pusat lantas memutuskan untuk menggenapi bantuan bagi 2,5 juta warga sisanya.
Terakhir, mengenai laporan Realisasi Anggaran Pemerintah DKI Jakarta per-14 Mei 2020 lalu.
Di sana tercantum Rp 890,9 miliar anggaran penanganan Covid-19 dalam pos belanja tidak terduga sudah dibelanjakan dari total Rp 897,2 miliar.
Menjawab tentang anggaran penanganan Covid-19 di Jakarta, Direktur IBC (Indonesia Budget Center), Roy Salam menilai kebijakan ini belum jelas.
Sebelumnya ada kabar Pemprov DKI mengalokasikan dana sebesar Rp 10,64 triliun untuk menangani wabah ini.
Rinciannya sebagai berikut:
1. Rp 2,50 triliun rupiah (24%) untuk penanganan dampak kesehatan.
2. Rp 1,53 triliun rupiah (14%) untuk penanganan dampak ekonomi bagi dunia usaha.
3. Rp 6,57 triliun rupiah (62%) untuk jaring pengaman sosial.
Kendati demikian, Roy menilai kebijakan ini belum jelas.
"Kemungkinan Pemprov DKI Jakarta belum menyelesaikan penyesuaian APBD untuk penanganan wabah Covid-19.
"Sehingga belum diketahui seberapa besar potensi anggaran hasil realokasi dan refocusing yang disiapkan untuk pendanaan kesehatan dan jaring pengaman sosial terkait Covid-19 ini," kata Roy dalam siaran pers.
Sebab hingga saat ini belum ada Pergub atau Perda tentang Perubahan APBD Tahun 2020 yang memuat hasil penyesuaian.
Menurutnya, Pemprov DKI masih melihat komponen belanja apa yang bisa dipangkas maupun dikurangi.
Lantaran ada potensi penurunan PAD (Pendapatan Asli Daerah) pada tahun ini.
"Saat ini belanja hibah dan bantuan social yang niilanya 7,38 triliun rupiah belum dibelanjakan sama sekali oleh Pemprov DKI Jakarta," jelas Roy.
Adapun konfensi pers ini membuahkan tiga himbauan untuk Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah pusat perihal bansos ini.
Pemprov DKI dan pemerintah pusat perlu memperbaiki komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi.
Bukan hal yang etis dilakukan bila pemerintah mengeluarkan pendapat yang saling silang, apalagi terlihat ada kepentingan politik di dalamnya.
Baca: Belum Sempurna, Pemerintah Bakal Terus Benahi Data Penyaluran Bansos
Baca: Penyaluran Bansos Tunai oleh Kemensos Sudah Mencapai 2 Juta Keluarga
Sementara saat ini rakyat membutuhkan kepastian dari daerah maupun pusat.
Pemerintah DKI Jakarta diminta untuk memperbaiki tata kelola anggaran, khususnya untuk penanganan pandemik Covid-19.
Selain itu, tentu Pemprov DKI harus memperbaiki data penerima manfaat atau bansos dengan koordinasi dengan semua pihak, termasuk pemerintah pusat.
Ada baiknya juga melibatkan masyarakat dalam hal ini.
Supaya program pemberian manfaat ini tidak sebatas suatu keformalitasan saja.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)