Diketahui, John Kei tercatat pernah terlibat dalam kasus pembunuhan dan dikenal sebagai mafia.
Bahkan, nama John Kei sempat disandingkan dengan mafia-mafia di Italia serta diberikan gelar "Godfather Jakarta."
Alasannya, dia mampu berbisnis layaknya mafia, tetapi jarang tersentuh aparat kepolisian.
Mengutip Kompas.com, pada 12 Oktober 2004, nama John Kei dikaitkan dengan Basri Sangaji.
Basri tewas ditembak di bagian dada saat berada di dalam kamar 301 Hotel Kebayoran Inn, Jakarta Selatan.
Di dalam kasus ini, John Kei lolos dari jeratan hukum karena tidak terbukti terlibat.
Pada 11 Agutus 2008, John bersama adiknya, Tito Refra, benar-benar harus hidup di balik bui di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya karena menganiaya dua pemuda.
Pada 4 April 2010, massa Kei bentrok di klub Blowfish dengan massa Thalib Makarim dari Ende, Flores.
Dua anak buah John Kei tewas.
Perseteruan antara massa dari Flores dengan loyalis John juga kembali terjadi saat persidangan kasus Blowfish digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 29 September 2010.
John Kei lantas berurusan dengan aparat pada kasus pembunuhan Tan Harry Tantono alias Ayung yang membuatnya masuk ke penjara lagi.
Ayung yang menjadi korban John Kei sempat menjadi sorotan saat muncul dalam kasus Hambalang dengan terdakwa mantan ketua umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Nyawa Ayung dihabisi di sebuah kamar hotel 2701 di kamar Swiss-Belhotel, Sawah Besar pada Selasa, 27 Januari 2012.
Ia ditemukan tewas dalam keadaan luka parah di bagian leher dan puluhan luka tusukan pada sekujur tubuhnya.
4. Bertobat di Lapas Nusakambangan
Saat mendiami Lapas Nusakambangan, Cilacap, John Kei ditempatkan di sebuah sel super maximum blok khusus.
Penjara super maximum ditempati bagi narapidana yang dianggap berisiko tinggi.
Selama tiga bulan menjani masa tahanan di sel super maximum, kesadaran John Kei muncul.
Ia mulai berubah dan mempelajari Alkitab.
Setelah tiga bulan menjalani hukuman di sel super maximum, John Kei dipindahkan ke Lapas Permisan yang berkategori medium risk atau resiko menengah.
Di tempat itu, ia diajari membatik serta menghabiskan waktu dengan membaca dan beribadah.
"Saya dulu tidak pernah ada waktu untuk ibadah, tapi Nusakambangan membawa Tuhan hadir di diri saya," ujar John Kei dalam video yang pernah dibagikan Lapas Nusakambangan.
John Kei merasa ada kehadiran Tuhan bersamanya saat nyaris mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya.
"Kalau saya mati, saya mau masuk surga. Bukan masuk neraka karena bunuh diri," tegasnya.
Ia kemudian meminta bantuan untuk dapat bertahan selama menjalani masa tahanan dan menyesali perbuatan yang telah dilakukan dulu.
5. Kembali Ditangkap
Dikutip dari Kompas.com, nama John Kei kembali ramai pembicaraan setelah ditangkap Polda Metro Jaya.
Padahal ia baru saja dinyatakan bebas bersyarat dari Lapas Nusakambangan.
John Kei ditangkap atas dugaan keterlibatannya dalam kasus penganiayaan dan keributan yang terjadi di rumah Nus Kei Green Lake City, Tangerang Kota dan Cengkareng, Jakarta Barat, Minggu (21/6/2020) siang.
Peristiwa keributan dan penganiayaan itu terjadi hampir bersamaan dan videonya viral di media sosial.
Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, perekam video mengatakan, banyak orang memakai topeng berkumpul dan memecahkan kaca mobil di kawasan Green Lake City.
Dalam video lainnya, terlihat petugas sekuriti (satpam) menutup pintu gerbang, tapi gerbang itu diterobos mobil.
Sementara itu, penganiayaan menyebabkan seorang warga yang belum diketahui identitasnya tewas dibacok di Jalan Raya Kresek, Cengkareng, Jakarta Barat.
Korban pembacokan tersebut dinyatakan meninggal dunia setelah dilarikan ke rumah sakit.
Tak butuh waktu lama, polisi kemudian menangkap 25 orang termasuk John Kei di markas kelompok John Kei di Jalan Titian Indah Utama X, Bekasi, Jawa Barat, Minggu malam.
Mereka diduga terlibat kasus penganiayaan di Tangerang dan Jakarta Barat.
Saat menggeledah markas tersebut, polisi menyita sejumlah barang bukti, yakni 28 tombak, 24 senjata tajam, 2 katapel panah, 3 anak panah, 2 stik bisbol, dan 17 ponsel.
(Tribunnews.com/Sri Juliati, Kompas.com/Rindi Nuris Velarosdela)