TRIBUNNEWS.COM - Komisaris PT Pertamina Gas (Pertagas), Hadi Mustofa Juraid (55), meninggal dunia pada Jumat (17/7/2020).
Mantan staf khusus Menteri ESDM Ignasius Jonan ini meninggal dunia di Depok, Jawa Barat, saat bersepeda.
Seorang saksi bernama Oji mengatakan, Hadi M Juraid tiba-tiba terjatuh dari sepedanya di pinggir jalan.
"Dia langsung jatuh. Saya kira kecapaian mau istirahat dulu," ujarnya di lokasi kejadian, Jumat, dikutip dari TribunJakarta.com.
Warga di sekitar lokasi kejadian tidak ada yang berani menolong karena takut korban kena Covid-19.
Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Cimanggis, AKP Harus Rosyid, mengatakan korban diduga terkena serangan jantung ketika sedang bersepeda.
"Sudah diperiksa oleh dokter tadi, korban kena serangan jantung," ujarnya dikonfirmasi terpisah, Jumat.
Tanggapan Praktisi Kesehatan
Praktisi kesehatan masyarakat sekaligus pesepeda aktif, Endri Budiwan, memberikan tanggapan soal peristiwa tersebut.
Dokter lulusan Universitas Padjajaran ini tak bisa langsung menyebut Hadi Mustofa Juraid meninggal karena serangan jantung saat bersepeda.
Namun, dirinya menyebut serangan jantung terjadi pada orang yang punya risiko.
"Orang-orang tertentu yang punya risiko itu punya kecenderungan untuk terkena serangan jantung."
"Contohnya orang dengan tekanan darah tinggi, orang yang kadar kolesterolnya juga tinggi," ujarnya saat dihubungi Tribunnews.com melalui sambungan telepon, Jumat.
Sehingga, ia mengimbau orang yang punya kecenderungan terkena serangan jantung tersebut, agar lebih berhati-hati saat olahraga.
"Orang-orang yang punya faktor risiko ini, harus berhati-hati saat melakukan kegiatan olahraga," jelasnya.
Baca: Menperin Minta Seluruh Komponen Sepeda Dibangun di Dalam Negeri
Baca: Sepeda Lipat Merek Brompton Kini Jadi Produk Beli Titip Paling Populer
Menurutnya, masker yang dipakai pesepeda memang membuat kesulitan untuk bernapas.
Serangan jantung akan terjadi pada seseorang, jika jantung bekerja lebih berat.
"Secara langsung, masker tidak menyebabkan serangan jantung. Tapi masker ini membuat penggunanya sulit bernapas."
"Oksigen yang berkurang ini, otomatis jantung akan bekerja lebih berat."
"Bisa saja, jantung yang bekerja lebih berat itu menyebabkan serangan jantung."
"Tapi harus ada faktor risiko dari si pesepedanya itu sendiri," terang Endri Budiwan.
Ia pun juga menanggapi soal reaksi warga sekitar saat korban tergeletak di pinggir jalan.
Menurutnya, reaksi warga yang tak berani mendekat itu karena masa pandemi Covid-19 saat ini.
Selain itu, sebagian masyarakat juga belum paham cara memberi pertolongan pada korban.
"Sebetulnya kita memberikan bantuan pertolongan dengan memompa dada dan memberikan bantuan pernapasan."
"Tapi masyarakat saat ini kondisinya sangat paranoid, sehingga tidak ada yang mau memberikan pertolongan," ungkapnya.
Tips bagi Pesepeda
Endri mengatakan, pesepeda harus memperhatikan faktor risiko sebelum bersepeda.
Ada pilihan bagi pesepeda untuk menggunakan masker atau tidak.
Namun, pilihan tersebut harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitar.
"Secara umum, saat ini harus mengenali faktor risiko dalam diri sendiri," katanya.
"Jangan bersepeda terlalu kencang, tidak terlalu lambat tapi lebih terukur, lebih diarahkan pada kakinya."
"Pilih mau bersepeda di tempat yang ramai, menggunakan masker, dan lebih santai."
"Atau mencari tempat sepi, sehingga tidak perlu menggunakan masker," jelas dia.
Baca: Nagita Slavina Semringah Dibelikan Sepeda Rp 100 Juta, Raffi Ahmad: Kamu Sudah Aku Kasih Roda Empat
Baca: Kemenhub Siapkan Regulasi buat Pesepeda, Ini Kata Komunitas dan Penggiat Sepeda
Ia menegaskan, pesepeda harus mempertimbangkan intensitas saat menggunakan masker.
"Kalau bersepeda menggunakan masker ya intensitasnya dikurangi, tidak terlalu lama,"
"Kalau mau tanpa masker, ya cari tempat yang sepi," tegas Endri Budiwan.
Dirinya menambahkan, tidak selalu orang yang terkena serangan jantung akibat kegiatan bersepeda.
"Seseorang bisa saja terkena serangan jantung pada saat tidak bersepeda."
"Kalau saat bersepeda ya tidak selalu sepedanya yang disalahkan, apalagi kalau punya faktor risiko," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti, TribunJakarta/Dwi Putra Kesuma)