TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satu di antara kepala daerah yang paling sering menjadi perbincangan publik adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Dia menjabat sebagai gubernur DKI ke-16 pada Pilkada 2017.
Anies mengalahkan petahana Basuki Tjahaja Purnama.
Sebagai pusat bisnis sekaligus pusat pemerintahan Indonesia, DKI Jakarta merupakan daerah dengan pendapatan asli daerah (PAD) tertinggi secara nasional.
Pada 2019, PAD DKI Jakarta mencapai Rp 62,3 triliun.
Baca: Anies Kembali Terapkan PSBB di DKI, Pemilik Warteg Sebut Omzetnya Pasti Menurun
Lalu berapa gaji dan tunjangan untuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang memimpin provinsi dengan APBD paling jumbo di Indonesia tersebut?
Besaran gaji gubernur diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 tahun 2000 tentang Hak Keuangan Administrasi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Peraturan gaji pokok kepala daerah ini merupakan revisi dari PP Nomor 9 Tahun 1980.
Sebagaimana ASN berdasarkan golongannya, jumlah gaji pokok gubernur sama di seluruh Indonesia.
Sejauh ini belum ada perubahan regulasi yang mengatur gaji kepala daerah.
Artinya, belum ada kenaikan gaji gubernur di seluruh Indonesia hingga saat ini sejak ditandatangani oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada Juli 2000.
Untuk gaji pokok kepala daerah selevel gubernur di Indonesia ditetapkan oleh Presiden, yakni sebesar Rp 3 juta per bulan.
Adapun wakil gubernur mendapatkan gaji pokok sebesar Rp 2,4 juta per bulan.
Selain komponen gaji pokok, kepala daerah setingkat gubernur provinsi juga mendapatkan pendapatan lain berupa tunjangan pejabat negara yang besarannya sebesar Rp 5,4 juta per bulan.
Hal itu sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 2001 tentang Tunjangan Bagi Pejabat Negara Tertentu.
Gaji kecil tapi tunjangan besar
Namun selain tunjangan, kepala daerah juga mendapatkan biaya penunjang operasional ( BPO) bulanan.
Besaran tunjangan ini berbeda-beda setiap daerah, karena menyesuaikan dengaan Pendapatan Asli Daerah atau PAD.
Yang perlu diketahui, tunjangan gubernur ini bersifat sebagai dana yang dialokasikan dari APBD untuk menunjang kegiatan operasional gubernur.
Beberapa pemerintah daerah di Indonesia tak mengatur kewajiban bagi gubernur untuk melaporkan pertanggungjawaban penggunaan BPO.
Tunjangan operasional ini diatur dalam PP Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Khusus untuk DKI Jakarta, pelaksanaan penggunaan BOP diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 879 Tahun 2019 yang merupakan mandat dari PP Nomor 109 Tahun 2000.
Disebutkan dalam PP Nomor 109 Tahun 2000, gubernur dengan PAD sebesar di atas Rp 500 miliar bisa mendapatkan BOP paling sedikit Rp 1,25 miliar dan paling tinggi sebesar 0,15 persen dari PAD.
Sebagai informasi pada tahun 2019, PAD DKI Jakarta tercatat terealisasi sebesar Rp 62,3 triliun.
Dengan begitu, BOP yang diizinkan untuk digunakan Gubernur DKI Jakarta dan wakil gubernurnya maksimal sebesar Rp 93,45 miliar dalam setahun atau Rp 7,78 miliar per bulan.
Pembagian besaran antara Gubernur dan Wakil Gubernur adalah 60:40.
Dengan demikian, dalam sebulan setelah alokasi BOP dibagi dengan wakil gubernur, maka Gubernur DKI Jakarta bisa mendapatkan BOP per bulan sebesar maksimal Rp 4,67 miliar.
Sesuai regulasi, biaya tersebut bisa digunakan untuk keperluan koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan, dan kegiatan khusus lain yang mendukung pelaksanaan tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.