TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Metro Jaya melalui Ditreskrimsus meringkus pelaku praktik aborsi ilegal rumahan di Padurenan, Kecamatan Mustika Jaya, Bekasi.
Adapun penangkapan dilakukan pada 1 Februari lalu di kediaman tersangka yang membuka praktik aborsi secara rumahan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menuturkan pihaknya menangkap 3 orang tersangka terkait kasus aborsi ilegal.
"Pertama Saudari IR. Ini perannya dia yang melakukan tindakan aborsi," terang Yusri di Gedung Polda Metro, Jakarta, Rabu (10/2/2021).
Yusri menyebut IR pernah membuka praktik aborsi dan membuka juga di daerah Bekasi, pada September 2020. Namun, praktik aborsi tersebut hanya bertahan selama satu bulan.
"15 korbannya, tapi yang berhasil dilakukan penindakan aborsi ada sebanyak 12. Kami masih dalami apakah pengakuan betul atau tidak masih kita dalami," ujarnya.
Tersangka berikutnya yakni ST yang merupakan suami dari IR. Tugasnya yakni mencari pasien untuk dilakukan aborsi secara ilegal.
Baca juga: Mahasiswi Nekat Minum Obat Aborsi hingga Pendarahan, Bersama Kekasih Akhirnya Diseret ke Polisi
Yang terakhir, tersangka RS merupakan ibu yang memiliki janin dan dilakukan aborsi.
Saat ini, Yusri mengatakan pihaknya masih mendalami kasus ini dari pengakuan para tersangka
"Karena memang mengaku baru empat hari di rumahnya. Lkma pasien yang dilakukan aborsi dan yang kelima ini yang ditangkap. Nanti yang lain akan ditelusuri, sudah lima yang sudah dilakukan praktik aborsi," ujar Yusri.
Terkait cara pemasarannya, Yusri mengatakan tersangka ST mengajak korban yang telah deal soal harga untuk diaborsi ke rumahnya.
"Alat yang digunakan sama dengan seperti tempat dia belajar pada saat ikut di salah satu tempat aborsi ilegal di daerah Tanjung Priok," katanya.
"Jadi tidak sesuai standar kesehatan yang digunakan baik itu kebersihan maupun tindakan kesehatan yang dilakukan," ungkap Yusri
Atas perbuatannya, ketiga tersangka Pasal 194 juncto Pasal 75 UU nomor 36 tentang kesehatan dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Selain itu, polisi juga menjerat pelaku dengan asal 77 UU nomor 35 tentang perubahan atas UU 23 tentang perlindungan anak. Lalu Pasal 83 juncto Pasal 64 tentang tenaga kesehatan.
"Ancaman 5 tahun penjara," pungkasnya.