TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berlebihan soal rencana revisi peraturan daerah (perda) pelanggar protokol kesehatan dipenjara 3 bulan.
Menurutnya, Anies Baswedan seharusnya tidak kedepankan pemenjaraan untuk menindak para pelanggar protokol kesehatan. Apalagi, pelanggaran ini hanya soal kepatuhan ketertiban umum.
"Jika ada aturannya baik berupa Perda atau aturan lainnya bisa saja, tetapi ini sangat berlebihan karena ini hanya soal kepatuhan terhadap ketertiban umum," kata Fickar saat dikonfirmasi, Jumat (23/7/2021).
Baca juga: Singgung Sanksi Penjara di Revisi Perda Covid DKI, Fraksi Nasdem: Presiden Mintanya Humanis
Fickar mengusulkan Anies meningkatkan sanksi berupa denda ketimbang mengancam pelanggar dengan pemenjaraan paling lama 3 bulan.
Dia bilang, hal ini dapat merampas kebebasan hak asasi manusia (HAM) seseorang.
"Sanksinya lebih baik dibebankan pada denda yang besar sana ketimbang hukuman penjara. Penjara itu merampas kebebasan orang. HAM yang paling mendasar bagi kehidupan seseorang," tukasnya.
Diketahui Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi mengajukan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19.
Dalam draf revisi Perda tersebut, Anies menambah Pasal 32A dan 32B untuk mengatur sanksi pidana bagi pelanggar protokol kesehatan.
Baca juga: Pelarian 2 Jambret di Pulogadung, Tabrak Lapak Nasgor, Hanya Bisa Minta Ampun saat Dihajar Warga
Adapun pada Pasal 32A Ayat (1) disebutkan bahwa warga yang tidak menggunakan masker bisa kena sanksi pidana penjara 3 bulan, dan denda paling tinggi Rp500 ribu.
Sanksi berat tersebut akan dikenakan jika yang bersangkutan kembali mengulangi perbuatan tak menggunakan masker, setelah sebelumnya dijatuhi sanksi administratif atau sanksi sosial.
"Setiap orang yang mengulangi perbuatan tidak menggunakan masker setelah dikenakan sanksi berupa kerja sosial atau denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1), dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu)," bunyi draf revisi tersebut seperti dikutip Tribunnews.com.
Kemudian revisi pada Pasal 32A Ayat (2), bertujuan mengatur sanksi bagi sektor pelaku usaha seperti perkantoran, tempat makan, industri, perhotelan hingga tempat wisata.
Pemilik tempat usaha yang mengulang pelanggaran prokes akan dijatuhi sanksi pidana penjara 3 bulan dan denda paling banyak Rp50 juta.
Baca juga: Video Viral Petugas Penyalur BST Nangis Dimarahi dan Dibentak Warga, Bu Lurah Aren Jaya Bersuara
Sanksi pidana penjara bisa diberikan jika pemilik usaha kembali mengulangi pelanggarannya usai izin usahanya dicabut.
"Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab perkantoran/tempat kerja, tempat usaha, tempat industri, perhotelan/penginapan lain yang sejenis dan tempat wisata yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan Covid-19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasall 14 ayat (4) huruf f, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)," tulisnya.