Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beragam upaya dilakukan Pemprov DKI Jakarta guna memastikan seluruh warga ibu kota bisa mendapatkan akses air bersih.
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Yusmada Faizal menargetkan, cakupan layanan air bersih melalui jaringan perpipaan bisa mencapai 100 persen pada 2030 mendatang.
“Strategi dan upaya terus kami susun dalam rangka pengembangan dan pengelolaan air bersih untuk mencapai cakupan pelayanan 100 persen pada 2030,” ucapnya, Kamis (23/10/2021).
Sebagai informasi, cakupan pelayanan air bersih di daratan Jakarta melalui jaringan perpipaan saat ini baru mencapai 64 persen.
Sedangkan, cakupan pelayanan air bersih di Kabupaten Kepulauan Seribu melalui jaringan perpipaan dan kios air sudah mencapai 90 persen.
Yusmada menyebut, cakupan pelayanan air bersih melalui jaringan perpipaan terus ditingkatkan guna mencapai keadilan sosial serta kualitas hidup merata warga DKI Jakarta.
Guna mewujudkan hal itu, ada dua strategi yang dijalankan Pemprov DKI, yaitu internal dan regional.
Image
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat meninjau lokasi pengolahan air bersih di ibu kota (Dok. Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik DKI Jakarta)
Strategi internal meliputi efisiensi pemakaian air dan pengurangan non revenue water (NRW), pemanfaatan air permukaan (waduk dan kali) sebagai sumber air baru Instalasi Pengolahan Air (IPA), serta desalinasi dengan dengan IPA berteknologi Sea Water Reserve Osmosis (SWRO).
Untuk diketahui, NRW merupakan selisih jumlah air yang masuk ke sistem (suplai) dengan air yang tercetak di rekening.
Biasanya, NWR disebabkan oleh kebocoran pipa, konsumsi air tidak resmi atau ilegal, ketidakakuratan pembaca meter, serta kesalahan pengolahan data.
Kemudian, perlindungan daerah tangkapan air, pemanfaatan efluen air Instalasi Pengelolaan Air Limbah Jakarta Sewerage System (IPAL JJS), dan pengadaan IPA mobile dan mobil tangki, serta pembangunan kios air.
Untuk melindungi daerah tangkapan air, Dinas SDA bekerja sama dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya.
“Bentuk kerja sama di antaranya adalah pembersihan badan air dari sampah, monitoring utilitas badan air, serta penetapan kawasan Ruang Terbuka Biru (RTB) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam tata ruang,” ujarnya.
Strategi regional dijalankan dengan pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di beberapa lokasi, yaitu di Pesanggrahan, Ciliwung, Jatiluhur, Karian-Serpong, serta Buaran 3.
Upaya lain dilakukan dengan membangun SPAM existing di IPA Buaran 1 dan 2, IPA Pejompongan, hingga IPA Cilandak.
Selain memastikan seluruh warga Jakarta mendapatkan akses air bersih, peningkatan cakupan layanan air bersih melalui sistem perpipaan juga bertujuan untuk mencegah penurunan muka tanah.
Terlebih, belakangan ini geger pernyataan Presiden Amerika Serika Joe Biden yang meramal Jakarta bakal tenggelam dalam 10 tahun ke depan.
Yusmada menyebut, penurunan muka tanah di DKI Jakarta paling besar terjadi pada 1995 lalu, saat itu penggunaan air tanah mencapai 30 juta meter kubik.
Kemudian, penggunaan air tanah berhasil ditekan hingga mencapai 8 juta kubik pada 2020 lalu.
“Berbarengan dengan penurunan (penggunaan air tanah), laju penurunan tanah juga berkurang. Kalau dulu 20 sentimeter per tahun, sekarang di bawah 10 sentimeter,” kata Yusmada saat ditemui di gedung DPRD DKI Jakarta.
Imbauan untuk mengajak masyarakat beralih dari air tanah ke air perpipaan pun terus dilakukan Pemprov DKI Jakarta hingga saat ini, mulai dari diskusi hingga konferensi pers.
Selain itu, sosialisasi juga dilakukan dengan penyebaran pamflet kepada masyarakat dan pengelola bangunan gedung saat memperingati Hari Air Sedunia 2021.
Pengenaan pajak air tanah bagi kegiatan komersil pun diterapkan melalui Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 17 Tahun 2010.
Dalam aturan itu dijelaskan, pajak air tanah ditetapkan sebesar 20 persen.
“Tidak ada larangan penggunaan air tanah, tapi perlu ada pengendalian. Kebutuhan air tanah semuanya diatur, agar semuanya bisa memenuhi,” tuturnya.