TRIBUNNEWS.COM, KARAWANG - Seorang guru honorer SDN Karawang Kulon I, Kecamatan Karawang Barat, Jawa Barat, melaporkan orangtua murid ke polisi.
Pasalnya guru bernama Eka Fanovita Mulyani (28) yang tengah hamil itu mendapatkan tindakan kekerasan dari orang tua murid hingga menyebabkan kandungannya mengalami keguguran.
Eka menyampaikan kronologi kejadian.
Saat itu orangtua muridnya mendatangi sekolah pada Senin (25/10/2021) lalu.
Mereka mencarinya yang ketika itu sedang mendampingi siswa kelas 5 SD untuk berlatih AKM (Assesmen Kompetensi Minimum).
Di ruang komputer, di hadapan siswa kelas 5 SD, Eka mengaku dimarahi, dibentak, hingga dicaci oleh orangtua murid tersebut.
Baca juga: Indonesia Akan Libatkan Petani dan Guru untuk Perangi Sentimen Anti-Sawit
Terlapor yang merupakan orang tua siswa itu juga merebut ponsel yang sedang digenggam oleh Eka sehingga menyebabkan luka terkelupas di kulit bagian pergelangan tangan.
Setelah kejadian itu, dengan perasaan takut, Eka diantar ke ruang guru untuk menenangkan diri.
Di ruang guru, Eka pingsan.
“Ketika sadar, saya mengalami keram di perut yang sakitnya luar biasa. Saya kemudian dibawa pulang ke rumah,” katanya, pada Kamis (11/11/2021).
Dijelaskannya, sampai di rumah 10 menit kemudian dia buang air kecil. Saat itu lah, ia mengalami pendarahan. Eka kemudian dibawa ke tempat praktik bidan terdekat.
Sayangnya, bidan yang menanganinya angkat tangan dan merujuk ke Rumah Sakit Ibu dan Anak Dr. Djoko Pramono di Nagasari, Kecamatan Karawang Barat.
"Dokter di rumah sakit kemudian menyatakan kalau saya keguguran," katanya.
Kepala SDN Karawang Kulon 1, Mohammad Hasim membenarkan peristiwa itu. Kejadian itu terjadi Senin, 25 Oktober 2021 saat pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas.
Orangtua murid itu datang ke sekolah akibat tidak puas atas penilaian guru Eka kepada anaknya.
"Betul kejadian itu, kebetulan saat kejadian saya tidak di sekolah sedang berobat. Guru-guru juga minta orangtua itu datang kembali agar diselesaikan masalahnya itu bersama saya (kepsek)," katanya.
Akan tetapi, orangtua itu bersikeras menunggu dan ingin menemui ibu guru Eka tersebut. Hingga akhirnya, ibu guru Eka yang sedang mengajar didatangi dan terjadi peristiwa tersebut.
"Dari keterangan yang didapat, bu Eka ditarik handphonenya karena pas lagi orangtua itu marah-marah direkam. Ditarik sampai kerudungnya ketarik dan hampir jatuh, terus tangannya ada bekas luka cakar," imbuh dia.
Hasim menerangkan, atas kejadian itu tim pengawas, komite sekolah berusaha melakukan mediasi terhadap orangtua murid itu dan ibu Eka.
Mereka juga menjenguk ibu Eka usai mengalami keguguran tersebut.
"Orangtua dari Dimas itu juga sudah meminta maaf. Tapi terkait laporan bu Eka ke Polres itu haknya, kita tidak bisa melarang dan mencegahnya kita sudah berusaha agar tidak sampai dijalur hukum," jelas dia.
Sementara itu, Ketua PGRI Karawang Nandang Mulyana menuturkan, dalam koridor kegiatan belajar mengajar, apa yang dilakukan ibu guru sudah sesuai prosedur.
“Dalam konteks PTM (Pembelajaran Tatap Muka) terbatas, Ibu Eka sudah sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dalam pembelajaran di tengah pandemi,” kata Nandang.
Nandang menduga ada gap antara guru dan orangtua wali/murid lantaran keterbatasan media komunikasi saat pembelajaran online.
“Mungkin keterbatasan alat komunikasi (saat pembelajaran daring) sehingga menimbulkan emosi sesaat, sampai kemudian timbul persoalan kepada guru," ucap dia.
Nandang juga tidak bisa melarang ibu guru Eka untuk melapor kepada polisi karena hal tersebut merupakan hak pribadi.
Hanya saja, Nandang ingin mencoba mengomunikasikan guru itu dengan pihak sekolah, komite, dan orangtua murid yang bersangkutan.
“Harapan saya, jangan sampai terjadi hal-hal yang berkaitan dengan persoalan hukum. Mudah-mudahan persoalan ini bisa selesai di internal tidak masuk ke ranah hukum," katanya.
Nandang mengaku permasalahan yang menimpa guru tidak hanya terjadi sekali ini saja.
Peristiwa serupa juga pernah terjadi di Kecamatan Tirtajaya dan Kecamatan Pakisjaya.
Semuanya karena adanya kesalahan komunikasi dalam proses pembajaran secara daring.
Namun, permasalahan itu dapat diselesaikan dengan baik antara orangtua murid dengan guru dan sekolah.
Dia meminta para orangtua menyikali dengan bijak setiap kali ada permasalahan anaknya di sekolah, baik itu soal nilai atau apapun.
Semua ingin kegiatan belajar mengajar bisa maksimal. Orangtua murid dan guru ingin maksimal, tapi kondisi seperti ini tidak mungkin harus belajar mengajar maksimal. Karena harus mematuhi protokol kesehatan.
Nandang berharap, peristiwa yang menimpa EM di Karawang Kulon merupakan peristiwa terakhir.
“Semoga tidak ada masalah-masalah lain kaitannya dalam konteks pembelajaran," kata Nandang. (maz)