TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Siapa sangka masih ada warga yang tinggal di Ibu Kota Jakarta tapi belum memiliki septic tank.
Mereka bahkan harus membuang tinja ke saluran air permukiman.
Masih ditemukan warga Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur memiliki tanki septic tank di rumahnya.
Hal ini membuat warga membuang limbah tinja ke saluran air.
Sekretaris Kecamatan Ciracas Abdul Khair mengatakan hingga kini, tercatat 406 Kepala Keluarga (KK) yang tersebar di lima Kelurahan masih membuang limbah tinja ke saluran air.
"Tinggal 406 keluarga dari sebelumnya 1.200. Pembangunan septic tank masih berlangsung, diprakarsai pak Camat dan bantuan dana kemanusiaan donatur," kata Abdul di Jakarta Timur, Senin (22/11/2021).
Jumlah 406 KK itu terdiri dari warga ekonomi tidak mampu yang tidak memiliki uang membangun septic tank, dan warga mampu tapi tidak membangun karena malas dan tidak peduli.
Ketua Tim kreatif Kecamatan Ciracas Sugiman menuturkan upaya yang dilakukan agar warga ekonomi membangun septic tank dilakukan dengan memberi teguran dan sanksi.
Baca juga: Sandiaga Tinjau Vaksinasi yang Digelar Relawan di Lombok
Teguran berupa surat dilayangkan masing-masing Lurah, bila tidak digubris maka dikenakan sanksi berupa penutupan saluran air di rumahnya agar tidak membuang tinja sembarang.
"Nanti ada Satpol PP, Babinsa, Binmas Pol mengecek ke lapangan. Itu sangat efektif banget suratnya (teguran), karena baru keluar suratnya mereka langsung membuat," ujar Sugiman.
Sementara bagi warga ekonomi tidak mampu, Sugiman menyebut pihak Kecamatan Ciracas bekerja sama dengan sejumlah donatur dalam membangun septik tank komunal.
Septik tank komunal ini dibangun untuk maksimal lima KK, tujuannya mengurangi pencemaran lingkungan akibat limbah tinja yang dibuang ke saluran air dan kali.
"Setelah diskusi dengan Puskesmas Kecamatan akhirnya membuat 10 unit. Dalam satu putaran dan tersebar di 5 Kecamatan. Jadi setiap kelurahan ada dua unit yang dibangun," tuturnya.
Tahun lalu 1.000 KK belum punya septictank
Camat Ciracas Mamad mengatakan pihaknya memberi teguran hingga penindakan terhadap warga yang ogah membangun septic tank.
"Kita kasih peringatan sampai SP3. Jadi kalau diperingati tapi tetap enggak mau bangun pipa saluran pembuangan di rumahnya kita tutup," kata Mamad saat dikonfirmasi, Senin (1/6/2020).
Namun pandemi Covid-19 membuat teguran dan penindakan yang juga melibatkan personel TNI-Polri itu terhenti sementara.
Keterbatasan personel dan penyebaran Covid-19 di Kecamatan Ciracas membuat petugas sementara mengalihkan fokus.
"Tapi dalam waktu dekat kita mau lanjut penindakan lagi. Karena kalau seperti ini terus warga enggak sadar. Padahal mereka mampu bangun septic tank," ujarnya.
Mamad menuturkan penindakan menyasar warga kalangan ekonomi mampu karena dana membangun septik tank cukup mahal.
Terlebih baik pemerintah pusat maupun Pemprov DKI mengalokasikan anggaran guna membangun septik tank di rumah tangga miskin.
Baca juga: Berawal dari Saling Tantang di Instagram, Remaja di Ciracas Tewas Dikeroyok 6 Orang
"Sekarang warga juga patungan untuk membangun septik tank. Kemarin terkumpul Rp 10 juta, dananya untuk bangun septik tank. Khusus warga yang ekonomi enggak mampu," tuturnya.
Merujuk pendataan Puskesmas Ciracas, Mamad menyebut 1.000 kepala keluarga (KK) di wilayahnya belum mempunyai septik tank.
Jumlah ini tersebar di lima Kelurahan yang dia antaranya terdapat warga dari kalangan ekonomi mampu tapi ogah membangun septik tank.
"Ada yang habis ditegur takut akhirnya mau membangun septik tank. Tapi ada juga yang sudah kita tegur enggak mau bangun juga. Ini pipa pembuangannya kita tutup," lanjut Mamad.
Bukan warga tidak mampu secara ekonomi
Sejumlah warga Kecamatan Ciracas dari kalangan ekonomi mampu hingga kini masih membuang limbah buang air besar (BAB) ke saluran air.
Kepala Puskesmas Kecamatan Ciracas Sunersih Handayani mengatakan mereka ogah membangun septic tank karena abai terhadap masalah kesehatan.
"Sepertinya mereka enggak paham. Karena ketika ditanya petugas alasan enggak buat septic tank mereka cuman jawab belum ada dana," kata Sunersih saat dikonfirmasi, Senin (1/6/2020).
Petugas Puskesmas Kecamatan Ciracas sebenarnya kerap memperingati warga ekonomi mampu yang belum membangun septic tank.
Bila sudah dua kali diperingati tapi tetap melanggar maka petugas gabungan Kecamatan Ciracas menutup pipa saluran pembuangan.
"Karena secara logika bangun rumah yang biayanya besar bisa, tapi kok enggak bangun septic tank. Jadi harus lewat penindakan," ujarnya.
Camat Ciracas Mamad menuturkan penindakan terhadap warga ekonomi mampu yang belum membangun septic tank kerap dilakukan.
Namun pandemi Covid-19 membuat penindakan yang sempat terhenti dan bulan Juni 2020 ini rencananya kembali dilanjutkan.
"Kalau yang secara ekonomi mampu harus kita paksa membangun septic tank. Kecuali yang enggak mampu, bisa kita bantu buatkan," tutur Mamad.
Ada 8,5 juta rumah tangga BAB sembarangan
Sebanyak 8,6 juta rumah tangga di Indonesia masih mempraktikkan buang air besar sembarangan (BABS). Dari jumlah itu, 4,5 juta rumah tangga berada di Pulau Jawa.
“Itu data terbaru per Januari 2020 yang kami ambil dari Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang dimuat di website Kementerian Kesehatan," kata kata Karim Kamel, General Manager Reckitt Benckiser Hygiene Home Indonesia di Bandung, dilansir dari Kompas.com.
Karim mengatakan, sebelumnya, WHO/UNICEF pada tahun 2012 pernah melansir data, yang menyebut Indonesia menjadi negara kedua terbesar di dunia yang penduduknya masih BABS.
Keadaan ini menyebabkan sekitar 150.000 anak Indonesia meninggal setiap tahunnya, karena diare dan penyakit lain yang disebabkan buruknya sanitasi.
Berdasarkan laporan World Bank’s Water and Sanitation Program (WSP) dalam Economic Impact of Sanitation in Indonesia, ada empat dampak sanitasi buruk pada kesehatan.
Empat dampak tersebut adalah diare, tifus, polio, dan penyakit cacingan.
Operations Director Water.org Indonesia, Don Johnston menambahkan, Indonesia merupakan negara terpadat keempat di dunia.
Hampir 28 juta orang Indonesia kekurangan air bersih, dan 71 juta orang tidak memiliki akses ke fasilitas sanitasi yang lebih baik.
Apalagi, bagi jutaan keluarga Indonesia yang berpenghasilan rendah, sambungan atau sumur air baru dan toilet yang lebih baik tidak dapat dijangkau.
“Dibutuhkan bantuan investasi dari berbagai pihak agar akses untuk air bersih dan sanitasi yang baik dapat dijangkau lebih banyak masyarakat,” ungkap Don. (TribunJakarta.com/Bima Putra/Kompas.com)