Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi V DPR Irwan minta pemerintah dan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) batalkan rencana menaikkan tarif KRL Commuter mulai April 2022.
Apalagi, kata Irwan, pada bulan tersebut sudah masuk Ramadhan dan menjelang hari raya Idul Fitri.
"Kenaikan tarif KRL makin menambah derita masyarakat, tentunya di tengah susahnya mereka mendapatkan pekerjaan dan penghasilan untuk kehidupan mereka," kata Irwan, Senin (17/1/2022).
Baca juga: Masyarakat Setuju Tarif KRL Naik, Asal Ada Peningkatan Pelayanan
Menurutnya, kenaikan tarif KRL saat ini belum tepat, terlebih pihak KAI Commuter selaku operator commuter line belum profesional dalam melayani dan mengatur pengguna KRL.
"Ini dulu yang direformasi pengelolaannya, fokus memanusiakan penumpangnya dulu," ujar Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat itu.
Selama ini, kata Irwan, sering terjadi penumpukan pengguna KRL, pelayanan yang belum maksimal dan juga protokol kesehatan yang diabaikan.
Baca juga: Wacana Tarif KRL Naik, Komisi V DPR: Pandemi Belum Usai, Harusnya Tambah Subsidi
"Ini tentu mengabaikan kenyamanan dan keselamatan penumpang KRL," ucapnya.
Irwan pun menyebut, semua pihak saat ini khawatir jumlah kasus positif Covid-19 terus meningkat seiring munculnya varian omicron.
"Ini tentu membutuhkan pengetatan baru bagi penumpang KRL. Bakal ada tambahan pengeluaran baru bagi penumpang seperti tes antigen, juga kebutuhan lain untuk keamanan mereka dalam perjalanan. Ini akan memberatkan dan menyusahkan rakyat jika tarif juga dinaikkan," papar Irwan.
YLKI Tuntut Perbaikan Layanan, Kemenhub Bilang Masih Dikaji
Untuk pengguna Kereta Rel Listrik (KRL), siap-siap merogoh kocek lebih dalam. Pasalnya, tarif KRL Commuter Line diusulkan naik pada April 2022, yang semula Rp 3.000 menjadi Rp 5.000.
Selain itu nantinya akan ada penyesuaian tarif KRL untuk setiap 25 kilometer pertama yaitu sebesar Rp 2.000 dan 10 kilometer selanjutnya ada penambahan Rp 1.000.
Menanggapi hal tersebut pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyanto menilai, kenaikan tarif KRL ini harus dibarengi dengan benefit apa yang didapatkan oleh konsumen.
Baca juga: Komisi IX Minta Pemerintah Prioritaskan Daerah yang Vaksin Dosis Pertama Belum 70 Persen
"Jadi kenaikan tarif ini, harus ada benefit apa yang diberikan oleh penyedia jasa layanan KRL untuk masyarakat," kata Agus saat dihubungi Tribunnews, Kamis (13/1/2022).
Ia juga menjelaskan, kenaikan tarif ini harus fair dengan adanya peningkatan, perbaikan, penambahan layanan pada operasional KRL.
"Perbaikan layanan seperti menawarkan infrastruktur yang baik, atau menambah daya tampung penumpang KRL," kata Agus.
Baca juga: Penumpang Transportasi Online Kini Bisa Dapat Perlindungan Tambahan Lewat PerjalananAman+
Kenaikan tarif KRL ini juga, lanjut Agus, tidak bisa dipukul rata karena layanan KRL ini bukan hanya di Jabodetabek tetapi ada di Solo-Yogya juga.
"Kenaikan tarif harus dipikirkan, karena jika melihat secara wilayah Jabodetabek sudah memiliki Upah Minimum Provinsi (UMP) di atas Rp 3 juta dan sedangkan di wilayah Solo-Yogya masih di bawah UMP Jabodetabek," kata Agus.
Maka dari itu, Agus menilai, kenaikan tarif ini harus melihat dari Ability to Pay atau kemampuan membayar serta Willingnes to Pay yaitu kesediaan pengguna untuk membayar.
"Kenaikan tarif KRL ini, menjadi sebuah keniscayaan karena saat ini KCI sedang melakukan pembangunan infrastruktur seperti di Stasiun Manggarai. Meski begitu, tetap harus fair dan melihat kemampuan dan kemauan masyarakat untuk membayar," ucap Agus.
Bisa Beralih ke Kendaraan Pribadi
Agus Suyanto menilai, kenaikan tarif KRL ini jangan sampai membuat konsumen beralih ke kendaraan pribadi untuk melakukan mobilitas.
Penumpang KRL sendiri, lanjut Agus, berasal dari kelompok paling bawah sampai di atas rata-rata yang menggunakan layanan tersebut untuk melakukan mobilitas.
Baca juga: Tarif KRL Diusulkan Naik Jadi Rp 5.000 Pada April 2022, YLKI: Harus Ada Benefit untuk Konsumen
"Maka dari itu, kenaikan tarif ini harus dikelola dengan baik dengan menawarkan sesuatu yang menguntungkan untuk konsumen KRL," kata Agus saat dihubungi Tribunnews, Kamis (13/1/2022).
KRL ini, menurut Agus, merupakan transportasi publik yang besar dan tentunya perlu dilakukan kajian mengenai kemampuan dan kemauan membayar masyarakat untuk menggunakan KRL.
Masih Dikaji
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati menyebutkan, penyesuaian tarif KRL hingga saat ini masih dalam pengkajian dan menunggu waktu yang tepat.
Menurut Adita, pemerintah masih mengkaji kapan waktu yang tepat untuk melakukan penyesuaian tarif ini dengan mempertimbangkan situasi yang ada.
Baca juga: KAI Commuter: Kenaikan Tarif KRL Masih dalam Kajian
"Saat ini, tarif KRL masih merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan No 17 Tahun 2018," kata Adita dalam keterangan resminya, Kamis (13/1/2022).
Meski begitu, Adita juga menjelaskan, sejauh ini memang ada wacana untuk menaikan tarif KRL dengan beberapa pertimbangan antara lain pelayanan yang diberikan melalui pemberian subsidi atau pembangunan sarana serta prasarana kereta api.
"Saat ini layanan KRL, sudah berkurang waktu tempuh dan waktu antrian masuk ke Stasiun Manggarai, yang sebelumnya memang cukup menghambat," ujar Adita.
Kemudian ada juga pembangunan rel dwiganda, revitalisasi Stasiun Jatinegara, Stasiun Cikarang, Stasiun Bekasi dan sebagainya juga telah memberi kemudahan, keamanan serta kenyamanan kepada konsumen KRL.
"Operator KRL, yaitu PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), juga melakukan peningkatan layanan yang tidak kalah bagus. Misalnya, system ticketing, pelayanan di stasiun dan juga di atas kereta," ucap Adita.
Baca juga: YLKI: Kenaikan Tarif KRL Jangan Sampai Membuat Konsumen Beralih Menggunakan Kendaraan Pribadi
Selain itu, lanjut Adita, yang juga perlu digarisbawahi selama enam tahun yakni sejak 2015 pemerintah belum pernah melakukan penyesuaian tarif KRL satu kali pun.
"Dari hasil survei yang dilakukan juga mendukung adanya wacana penyesuaian tarif KRL ini. Sehingga, cukup wajar jika kemudian muncul wacana untuk menaikkan tarif," ucap Adita.
Menurut Adita, dalam melakukan penyesuaian tarif, tentu dengan penghitungan yang tepat dan sesuai masukan masyarakat.
Diusulkan Naik
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah menyiapkan rencana kenaikan harga tiket KRL Commuter Line Jabodetabek.
Usulan kenaikan harga tiket KRL Commuter Line Jabodetabek sedang dibahas oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Kasubdit Penataan dan Pengembangan Jaringan DJKA Kemenhub Arif Anwar menjelaskan bahwa, harga tiket KRL Commuter Line Jabodetabek untuk 25 kilometer (km) pertama menjadi Rp 5.000 dari tarif semula Rp 3.000 untuk 25 km pertama, atau naik sebanyak Rp 2.000. Untuk tarif 10 km selanjutnya, tarifnya diusulkan sama, yakni Rp 1.000 per orang.
Baca juga: Pekan Pertama Januari, Rata-rata Penumpang KRL Jabodetabek 518.941 Orang Per Hari
“Ini dari hasil survei tadi, sebenarnya masih dalam tahap diskusi, kita akan mengusulkan penyesuaian tarif, kurang lebih Rp 2.000 untuk 25 kilometer pertama. Jadi yang semula berdasarkan Peraturan Menteri tadi, tarif semula kurang lebih Rp 3.000 untuk 25 kilometer pertama,” katanya dalam diskusi publik virtual yang diadakan Instan, Rabu (12/1/2022).
Dalam paparannya, tertulis bahwa kenaikan harga tiket KRL Commuter Line Jabodetabek ini diusulkan dilakukan mulai pada 1 April 2022.
Baca juga: KRL Commuter Angkut 8,2 Juta Penumpang Selama Periode Angkutan Nataru
Kenaikan harga tiket KRL Commuter Line Jabodetabek ini karena KRL Jabodetabek belum pernah melakukan penyesuaian tarif sejak tahun 2015.
Harga tiket KRL Commuter Line Jabodetabek saat ini merupakan tarif yang disubsidi pemerintah sebanyak Rp 11.981 per orangnya, karena tarif operator per orang sebesar Rp 14.981.
“Sebenarnya tarif yang dibutuhkan oleh operator Rp 14.981 untuk memenuhi biaya operasional, namun demikian tarif yang dikeluarkan pemerintah Rp 3.000. Selisih tarif ini yang diberikan pemerintah Rp 11.981 per orang, jadi ini selisih tarif yang perlu diperhatikan,” katanya.
Arif Anwar menjelaskan, dalam lima tahun terakhir, subsidi PSO pemerintah untuk KRL Jabodetabek mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Misalnya saja di tahun 2021 kemarin, PSO pemerintah mencapai Rp 1,99 triliun, angka tersebut naik dari tahun sebelumnya di angka Rp 1,55 triliun. Dalam lima tahun terakhir, angka subsidi ini terus naik.
Dari survei yang dilakukan Kemenhub di Jabodetabek, rata-rata ATP atau kemampuan membayar masyarakat adalah sebesar Rp 8.486.
Sedangkan untuk WTP alias keinginan untuk membayar masyarakat pada moda Commuter Line sebesar Rp 4.625. Survei ini dilakukan pada 6.841 orang di Jabodetabek. Mulai dari lintas Bogor, Bekasi, Serpong, hingga Tangerang.
Itulah informasi mengenai rencana kenaikan harga tiket KRL Commuter Line Jabodetabek. KRL Commuter Line Jabodetabek sudah menjadi andalan banyak masyarakat menengah ke bawah, seharusnya pemerintah tidak menaikkan harga tiketnya.