TRIBUNNEWS.COM - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan harus kalah dalam gugatan yang dilayangkan oleh warga korban banjir Kali Mampang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Dikutip dari Tribun Jakarta, Anies diwajibkan segera menuntaskan pengerukan total Kali Mampang hingga Pondok Jaya yang hingga saat ini belum rampung.
Diketahui putusan tersebut dibacakan pada Selasa (15/2/2022).
Dalam putusan itu, Anies juga diwajibkan membangun turap pada sungai di sekitar wilayah Kelurahan Pela Mampang, Jakarta Selatan.
“Mewajibkan Tergugat (Anies Baswedan) untuk mengerjakan pengerukan Kali Mampang secara tuntas sampai ke wilayah Pondok Jaya. Memproses pembangunan turap sungai di kelurahan Pela Mampang,” demikian bunyi putusan PTUN Jakarta.
Baca juga: Anies Divonis Wajib Keruk Kali Mampang, Normalisasi Sungai Zaman Jokowi dan Ahok Bakal Dilanjutkan?
Diketahui tujuh warga yang menggugat yaitu Tri Andarsanti Pursita, Jeanny Lamtiur Simanjutak, Gunawan Wibisono, Yusnelly Suryadi, Shanty Widhiyanti, Virza Syafaat Sasmitawidjaja, dan Indra.
Di balik gugatan yang dilakukan oleh warga, terdapat fakta-fakta yang menyelimuti Kali Mampang dan berikut rangkuman dari Tribunnews dari berbagai sumber.
Terakhir Dikeruk Tahun 2017
Fakta mengenai Kali Mampang yang terakhir dikeruk pada tahun 2017 dikemukakan oleh salah satu penggugat yaitu Tri Andarsanti Pursita.
Dikutip dari Kompas.com, akibat tidak dikeruknya Kali Mampang, kawasan rumahnya pernah terendam banjir setinggi sekitar 2 meter pada Februari 2021.
Perempuan yang akrab dipanggil Sita ini tinggal di Pondok Jaya, Pela Mampang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
“Pendangkalan Kali Mampang di Pondok Jaya, area tinggal kami. Akibatnya jalan depan rumah saya terendam banjir setinggi 2 meter di tanggal 19-21 Februari 2021,” katanya.
Dikembalikan seperti Tahun 1960-an
Pada tahun 2014, Pemerintah Kota Jakarta Selatan pernah melakukan normalisasi Kali Mampang.
Normalisasi dilakukan dengan cara mengeruk dan menertibkan bangunan semipermanen yang dulu berada di bantaran sungai, dikutip dari Kompas.com.
Saat itu, Kali Mampang akan diperlebar menjadi 20 meter dari lebar sebelumnya yaitu yang hanya 8 meter.
Sedangkan utnuk kedalaman kali akan dikeruk hingga 2 meter dari semula 50 cm.
Sementara, Pemkot Jakarta Selatan melakukan normalisasi saat itu dengan patokan foto Kali Mampang pada tahun 1960-an.
“Patokan yang kami gunakan itu foto Kali Mampang taun 60-an. Jadi pelebaran di tiap titiknya tidak sama persis, kanan 10, kiri 10, tapi menyesuaikan foto Kali Mampang itu,” ujar Lurah Tegal Parang saat itu, Muhammad Djumena pada 19 Agustus 2014.
Untuk wilayahnya, Djumena mengatakan lahan pinggir kali terlebar yang terkena penertiban saat itu adalah 8 meter dari bibir sungai sedangkan yang terpendek adalah 2,5 meter.
Diketahui, penertiban bangunan liar dan pengerukan Kali Mampang saat itu dilakukan oleh Pemkot Jakarta Selatan atas tindak lanjut terjadinya banjir pada sehari sebelumnya yaitu 18 Agustus 2014.
Saat itu, pembatas air di Tegal Parang jebol dan air pun menggenangi hinga Kompleks Pondok Karya.
Pernah Jadi Tempat Pembuangan Guling hingga Kambing Mati
Kali Mampang pun juga sempat menjadi kali yang kotor karena menjadi tempat pembuangan guling hingga kambing mati.
Hal ini diungkapkan oleh pengawas di Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air DKI Jakarta, Rusdi Jampang.
Dikutip dari Kompas.com, ia bercerita ketika berkenalan dengan Kali Mampang pada 2013 silam yang mana digambarkan oleh Rusdi yaitu sempit, kotor, dan bau.
“Kasur, bantal, guling, kambing mati dibuang di sini,” ujar Rusdi pada 20 Oktober 2017.
Setelah itu ia bercerita sejak dibentuknya UPK Badan Air, Rusdi dan 36 anggotanya bekerja delapan jam sehari untuk membersihkan kali.
Baca juga: Bacakan Nota Pembelaan, Eks Dirut Sarana Jaya Minta Maaf ke Gubernur Anies Baswedan
Rusdi pun mengungkapkan dalam sehari, 10 kubik sampah diangkut dari Kali Mampang yang membentar 10 kilometer dari Warung Buncit hingga Kapten Tendean.
Saat mengerjakan pengangkutan sampah, Rusdi dan rekannya memasang enam saringan di sepanjang kali, dan mengangkut sampah yang tertahan dari pagi sampai sore.
Alat berat juga rutin dikerahkan untuk mengangkut sampah, tanah, dan lumpur yang mempersempit kali.
Lalu sampah yang diangkut tersebut dibawa ke TPS di TB Simatupang dan kemudian diteruskan ke TPS Jalan Perintis Kemerdekaan, Pulogadung dan berakhir di TPA Bantar Gebang, Bekasi.
Mengenai banyaknya sampah yang diangkutnya, Rusdi sangat menyayangkan karena kepedulian warga masih kurang.
“Sampah itu dari warga, jadi kepedulian warga itu memang masih kurang. Di sini kadang memang buat mandi anak-anak.”
“Cuma airnya memang sudah agak hitam, enggak bisa jernih. Tapi enggak buat gatal-gatal,” pungkas Rusdi.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Jakarta/Dionisius Arya Bima Suci)(Kompas.com/Nibras Nada Nailufar/Muhammad Isa Bustomi/Laila Rahmawati)