Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar sidang lanjutan kasus ujaran kebencian 'tempat jin buang anak' dengan terdakwa, Edy Mulyadi, Selasa (24/5/2022).
Sidang beragendakan pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari pengacara terdakwa atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sari, satu di antara tim kuasa hukum Eddy Mulyadi, mengklaim konten 'Jin Buang Anak' yang dibuat oleh kliennya merupakan produk pers.
Karena itu, dirinya tak sepakat bila konten tersebut bisa dijerat hukuman pidana.
"Konten terdakwa itu produk pers. Edy Mulyadi tercatat di dewan pers. FNN perusahaan pers yang tercatat. Bang Edy channel di youtube produk resmi FNN," kata Sari saat persidangan.
Sari menegaskan, pernyataan Edy Mulyadi merupakan kebebasan berpendapat.
"Apapun yang disampaikan dalam channel bang Edy channel adalah produk komunikasi FNN. Surat dakwaan jaksa bertentangan dengan pasal 143 KUHAP," ucapnya.
Baca juga: Geram Channel YouTube Miliknya Disebut Bukan Produk Jurnalistik, Edy Mulyadi: Ini Pengadilan Politik
Selain itu, Sari menilai dakwaan JPU tak jelas. Sebab, dalam locus delicti atau tempat terjadinya kejadian pidana dan tempus delicti atau waktu terjadinya tindak pidana terdapat perbedaan.
"Kesalahan JPU tidak cermat dan jelas dalam dakwaan. Locus delicti salah dan salah dalam tempus delicti karena (pernyataan) dibuat dalam waktu yang sangat berbeda dalam dakwaan," ungkapnya.
Tak hanya itu, JPU juga dianggap secara faktual telah lalai saat membuat dakwaan.
Dia meyakini unsur-unsur delik yang ditujukan kepada Edy Mulyadi tidak lengkap.
"Dakwaan tidak cermat dan tidak jelas karena harusnya merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan. Surat dakwaan tidak lengkap. Itu artinya surat dakwaan batal demi hukum," ujar Sari.
Edy didakwa membuat onar karena kalimat 'tempat jin buang anak' saat konferensi pers KPAU (LSM Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat).
Edy Mulyadi didakwa melanggar Pasal 14 ayat (1) UU RI No 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana subsider Pasal 14 ayat (2) UU RI No 1/1946 atau kedua Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU RI No 19/2016 tentang Perubahan atas UU RI No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Ketiga Pasal 156 KUHP.