TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polusi udara di Jakarta dan kota-kota sekitarnya tak lepas dari persoalan emisi gas buang. Ketika Jakarta dicap sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di antara kota-kota besar di dunia, faktor emisi juga ikut menjadi pangkal balanya.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan ada sejumlah faktor yang menyebabkan peningkatan konsentrasi partikel debu halus (PM2.5) di Jakarta.
Plt Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Urip Haryoko dalam keterangannya mengatakan, peningkatan konsentrasi PM2.5 di wilayah Jakarta dan sekitarnya dipengaruhi empat faktor. Termasuk emisi.
”Pertama emisi, baik dari sumber lokal seperti transportasi dan residensial maupun dari sumber regional dari kawasan industri dekat Jakarta."
"Emisi ini dalam kondisi tertentu dipengaruhi oleh parameter meteorologi dapat terakumulasi dan menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi yang terukur pada alat monitoring pengukuran konsentrasi PM2.5," kata Urip.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengamini ucapan Urip. Ia mengatakan sumber emisi yang mengitari Jakarta berasal dari emisi bergerak dan tidak bergerak.
”Emisi bergerak adalah kendaraan roda dua, roda empat baik pribadi atau umum,” kata Asep pada Selasa (28/6/2022).
Baca juga: Polusi Udara Jakarta Kronis, Rentan untuk Balita dan Ibu Hamil, Sebabkan Stunting dan Sakit Paru
Sedangkan emisi tidak bergerak dinilainya sebagai sumber emisi dari industri dan konstruksi bangunan. Khusus di Jakarta, kata Asep, sumber emisi terbesar adalah sektor emisi bergerak yang mencapai 75 persen.
Keterangan Asep ini sejalan dengan penjelasan Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sigit Reliantoro. Ia mengatakan sumber pencemaran udara di Jakarta utamanya disebabkan gas buang kendaraan bermotor.
Baca juga: Polusi Udara Ancam Kesehatan, Kenali Sejumlah Penyebabnya
Sigit mengatakan tingginya volume kendaraan bermotor di kota besar mengakibatkan Index Standar Pencemar Udara (ISPU) atau Pollutant Standard Index (PSI) cenderung lebih tinggi.
"Penyebab pencemaran itu dari kendaraan bermotor dan disumbang dari peningkatan aktivitas warga Jakarta pasca pandemi Covid-19," katanya di kantor KLHK, Senin (27/6).
Bukan tanpa alasan jika asap kendaraan dituding sebagai biang kerok polusi di Jakarta. Setiap tahun jumlah kendaraan terus bertambah.
Baca juga: Anak-anak di Kota Besar Rentan Terpapar Polusi Udara
Terutama di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Menurut Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, sepanjang 2021 hingga 2022 sudah sekira 20 juta kendaraan terdaftar di kantornya. Meski Sambodo tak ingat angka pastinya.
"Karena itu berkaitan dengan data jadi saya harus hitung dulu, nanti saya carikan," ujarnya, Senin (27/6/2022).
Sayangnya pertumbuhan jumlah kendaraan yang dalam setahun mencapai puluhan juta itu tak diiringi animo pemilik kendaraan untuk melakukan uji emisi. Menurut Sub Koordinator Urusan Penyuluhan dan Humas pada Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta, Yogi Ikhwan, animo masyarakat melakukan uji emisi menurun kala mengetahui bahwa sanksi tilang bagi kendaraan yang belum diuji emisi diundur oleh Kepolisian sejak 13 November 2021 lalu.
”Jumlah kendaraan yang melakukan uji emisi menurun setelah pemberlakuan sanksi tilang ditunda,” ujar Yogi pada Selasa (28/6/2022).
Yogi mengatakan, total kendaraan yang sudah melakukan uji emisi mencapai 647.572 mobil dan 57.990 sepeda motor. Jika mengacu jumlah populasi mobil yang mencapai 4,1 juta dan motor 14 juta, dapat disimpulkan pelaksanaan uji emisi masih rendah.
“Untuk kendaraan mobil yang sudah menguji emisi mencapai 15,79 persen dan sepeda motor baru 0,4 persen,” kata Yogi.
Menurut dia pelaksanaan uji emisi sempat berada di puncaknya pada November 2021. Saat itu pemerintah dan polisi berencana menerapkan sanksi tilang sehingga dalam sebulan ada 190.026 kendaraan yang diuji emisi.
Namun lantaran sanksi tilang itu ditunda, animo masyarakat pun anjlok menjadi 66.123 kendaraan pada Desember 2021 dan 42.903 pada Januari 2022.
Lalu Februari 2022 kembali turun menjadi 26.165 kendaraan, Maret 2022 naik lagi menjadi 359.970 kendaraan, April 2022 ada 31.260 kendaran.
Terkait ditundanya sanksi tilang bagi kendaraan yang belum diuji emisi, Sambodo punya penjelasan.
Menurutnya, kewajiban melakukan uji emisi ditunda karena masih terbatasnya bengkel-bengkel yang bisa melakukan uji emisi di Jakarta.
"Kewajiban uji emisi ini kan belum diterapkan, kenapa? Karena jumlah bengkel uji emisi tidak sebanding dengan kendaraan," tuturnya.
Menurut Sambodo, jika semua kendaraan diwajibkan uji emisi, akan menimbulkan antrean di seluruh bengkel yang ada di Jakarta.
Kemudian, kendaraan yang dilakukan uji emisi adalah ketika kadar gas yang dikeluarkan oleh mobil di atas ambang wajar.
"Bukan karena tidak membawa kartu uji emisi, karena yang wajib dibawa saat berkendara hanya STNK dan SIM," ucap Sambodo.
Jika ingin ada aturan uji emisi, maka pihaknya melakukan di jalan misalnya kandungan gas yang diketahui melebihi batas wajar maka di tilang.
Tapi sejauh ini aturan tersebut belum diberlakukan oleh Korlantas Polri ataupun jajaran Polda Metro Jaya.
"Kalau itu berlakukan akan kami laksanakan (menilang kendaraan yang tak lulus uji emisi)," terang mantan Kapolres Banjar itu.
Meski kewajiban melakukan uji emisi ditunda, Yogi mengimbau masyarakat untuk tetap melakukan uji emisi kendaraannya. Masyarakat bisa melakukan uji emisi di kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta setiap setiap Rabu. Yogi juga mengatakan guna mengakselerasi uji emisi pemerintah telah menggandeng 350 lebih bengkel di lima kota administrasi. Biayanya bervariasi. Untuk sepeda motor Rp 50.000 dan mobil Rp 150.000.
Ia mengakui pengaruh uji emisi terhadap kualitas udara di Jakarta saat ini belum signifikan lantaran total kendaraan yang telah melakukan uji emisi masih di bawah 10 persen. Sementara sektor transportasi menyumbang pencemaran udara hampir 70 persen di Jakarta. “Dinas Lingkungan Hidup terus berkolaborasi dengan pihak pihak terkait dalam rangka pelaksanaan uji emisi yaitu dengan KLHK, Kepolisian, SKPD di seluruh Jakarta dan tempat-tempat uji emisi yang sudah berizin,” ucapnya.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Green Indonesia Bondan Andriyanu mengingatkan perlunya evaluasi efektivitas kegiatan uji emisi terhadap kualitas udara ambien yang belum dapat dituntaskan. "Segera lakukan langkah nyata pengendalian sumber pencemaran udara demi melindungi kelompok rentan, agar tidak terjadi lebih banyak lagi kerugian ekonomi akibat polusi udara," urai Bondan.
Bondan juga menyarankan pemerintah menggunakan berbagai kajian akademis yang sudah ada sebagai dasar untuk bertindak dan memiliki urgensi tinggi untuk mengendalikan sumber pencemaran udara.
Sementara Sigit menekankan pentingnya kendaraan bermotor menggunakan euro 4 sebagai standar emisi gas buang. Pria yang juga Co-Chair Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (EDM-CSWG) itu juga mendorong pengendalian pencemaran udara dengan bersepeda di Jakarta. Sigit mengaku sempat mengajak para delegasi side event G20 untuk bersepeda pada pagi hari dari Hotel Shangri-La ke Bundaran HI, dan istirahat di Taman Suropati. "Kami mengkampanyekan Jakarta sudah memiliki fasilitas publik dan memanfaatkan penggunaan sepeda. Kita bekerjasama dengan komunitas Bike to Work mengajak para delegasi untuk menikmati Jakarta sambil berolahraga,” terangnya.
Ia menambahkan masyarakat juga perlu memakai masker saat ke luar rumah untuk mengurangi paparan polusi udara yang tidak sehat, terus monitor kualitas udara dan gunakan pemurni udara di dalam rumah. "Masyarakat diharapkan dapat menjalankan aktivitasnya dengan bijak agar kualitas udara tetap terjaga dengan baik," tukas Sigit.(rey/faf/m26/dod)