News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penampakan Masjid Terendam Air Laut di Penjaringan, Benarkah Jakarta Mulai Tenggelam?

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Masjid Wal Adhuna di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara menjadi saksi bisu tenggelamnya pesisir Jakarta. Pada Senin (28/11/2022) masjid ini terendam air laut di mana hampir seluruh bangunanya terendam air laut.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Jakarta diprediksi oleh berbagai kalangan dari dalam dan luar negeri akan tenggelam dalam beberapa tahun mendatang.

Namun sepertinya isu Jakarta tenggelam mulai terbukti.

Lihatlah daerah pesisir Jakarta.

Bukan isapan jempol belaka jika permukaan air laut pesisir kota Jakarta lebih tinggi dari daratan.

Air laut bisa dibendung karena pembangunan tanggul.

Bahkan salah satu masjid di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, kini telah terendam air laut.

Baca juga: Jakarta Diprediksi Tenggelam Tahun 2050

Tanggul Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara membatasi antara wilayah lautan dengan daratan pesisir Jakarta. Tanggul setinggi 2 meter itu berfungsi menahan air laut agar tak melimpas ke permukiman warga. 

Masjid bernama Wal Adhuna itu menjadi saksi bisu bagaimana wilayah Ibu Kota perlahan tenggelam karena naiknya level air laut dan turunnya permukaan tanah.

Masjid Wal Adhuna berada di balik tanggul setinggi sekitar 2 meter.

Tanggul tersebut berfungsi menahan air laut agar tak tumpah ke permukiman di kawasan Muara Baru.

Pantauan Kompas.com pada Senin (28/11/2022), bangunan masjid tampak sangat rapuh, tembok-tembok penuh coretan dan bagian bawahnya menghitam akibat ditumbuhi lumut.

Anak-anak sekitar kawasan itu juga bermain di tepi laut, tak jauh dari lokasi masjid itu.

Seng pada atap masjid pun sudah hancur. Berbagai jenis sampah yang terbawa arus ombak, ikut tersangkut di sisi-sisi masjid.

Peristiwa tenggelamnya Masjid Wal Adhuna turut disaksikan salah satu warga bernama Ale (37).

"Awalnya masid itu daratan, jadi air laut itu ombaknya meluap tiba-tiba, jadi masjidnya tenggelem," kata Ale saat ditemui  di kawasan tanggul Muara Baru, Senin.

Kala itu, lanjut Ale, luapan air laut melimpas dari ujung Pelabuhan Sunda Kelapa hingga wilayah RT 15 RW 17, Muara Baru.

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai pengumpul barang bekas itu berkata, permukiman warga ikut terendam saat tanggul jebol beberapa tahun silam.

Dia menjadi salah satu yang terdampak.

"Iya pernah kena pas lagi gelombang tinggi, banjir semeter. Saya ngungsi karena rumah kerendem semua," tutur Ale.

Kini, bangunan masjid itu tidak tampak lagi bila dilihat dari wilayah daratan.

Hanya ada sisa-sisa kubah masjid yang terlihat mencuat di balik tanggul laut Muara Baru.

Tak jauh dari tanggul, yakni sekitar 100 meter, terlihat deretan hunian semipermanen milik warga.

Tidak seperti sebelumnya, menurut Ale, hunian yang sekarang masih berdiri jauh lebih sedikit dibandingkan sebelumnya.

"Tadinya di sini rumah-rumah semua, digusurin lantaran takut kena air. Ada gubuk-gubuk yang kerendem juga di situ (di balik tembok) tempat nelayan duduk-duduk," jelas Ale.

Adapun dikutip dari akun Instagram @sobatair.jkt yang dikelola oleh Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, permukaan daratan di pesisir Jakarta memang sudah lebih rendah dibandingkan perairan.

Penyebabnya adalah peningkatan volume air laut akibat dari mencairnya es di kutub sebagai dampak pemanasan global.

Selain itu, permukaan tanah semakin turun akibat penggunaan air tanah yang masif.

Hasil penelitian ITB dan SDA Jakarta tahun 2021 mengatakan bahwa sekitar 18-20 persen wilayah Jakarta sudah berada di permukaan laut.

Angka itu dipastikan terus bertambah.

Jakarta Tenggelam 2050

Sebuah laporan yang dipublikasikan oleh perusahaan konsultan risiko Verisk Maplecroft pada Mei 2021 lalu  memuat 100 kota di dunia yang menghadapi risiko lingkungan terbesar.

Laporan itu menobatkan Jakarta sebagai kota paling rentan di dunia terhadap risiko lingkungan.

Melansir Time, dari seluruh 100 kota yang menghadapi risiko lingkungan terbesar itu ada 99 kota di antaranya terletak di Asia.

Sementara, 14 kota dari 20 kota paling aman terhadap risiko lingkungan terletak di Eropa.

Dikutip dari Kompas.TV, para peneliti dalam laporan itu menilai 576 kota terbesar di dunia berdasarkan kualitas udara dan air, tekanan panas, kelangkaan air, kerentanan terhadap perubahan iklim dan eksposur lanskap, populasi, ekonomi serta infrastruktur terhadap bahaya alam.

Bahaya alam itu seperti gempa bumi, tsunami dan tanah longsor.

Laporan itu menyebut, sekitar 1,5 miliar orang tinggal di kota yang menghadapi “risiko tinggi atau ekstrim”.

Asia tak cuma merupakan kawasan dengan penduduk paling padat.

Tapi juga semakin menambah tekanan pada sumber air dan menambah polusi dari pembakaran batu bara serta bahan bakar secara meluas.

Namun demikian, kawasan ini juga memiliki sejumlah besar “bahaya alam” yang tertanam pada geografisnya.

Contohnya, sejumlah kota di Jepang berisiko mengalami gempa bumi dan banyak kota di Delta Mekong di Vietnam yang sangat rentan banjir.

Laporan itu menobatkan Jakarta, ibu kota Indonesia yang dihuni oleh 10 juta penduduk, sebagai kota paling rentan sedunia terhadap risiko lingkungan.

Naiknya air laut dan penurunan tanah – karena menipisnya akuifer (=lapisan penampung air tanah) alami di bawah permukaan kota lantaran orang-orang memompa air keluar dari tanah untuk minum dan mencuci – menjadikan Jakarta sebagai kota yang paling cepat tenggelam.

Hal ini ditandai dengan banjir yang kerap melanda ibu kota dan sebagian kota Jakarta diperkirakan akan tenggelam pada tahun 2050.

Kota metropolitan ini juga mengalami polusi udara akibat pembangkit listrik tenaga batu bara.

Situasi lingkungan yang dihadapi Jakarta begitu buruknya hingga pemerintah pun berencana memindahkan ibu kota.

Sementara itu, India berada di urutan terburuk sebagai negara, dan 13 dari 20 kota paling berisiko lingkungan ada di negara ini.

India juga menduduki peringkat 43 dari daftar 100 negara yang dinilai.

Sejumlah kota di India yang menghadapi ancaman terbesar termasuk di antaranya New Delhi, dan Chennand Chandigarh.

Kualitas udara India yang buruk juga menyumbang faktor terbesar bagi tingkat risiko lingkungan yang dimiliki India.

Sumber: Kompas.com/Kompas.TV 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini