Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta H Ismail menjelaskan terkait latar belakang muncuknya kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar di DKI Jakarta.
Ismail mengatakan wacana kebijakan itu muncul karena adanya peningkatan jumlah perjalanan dua kali lipat dalam delapan tahun terakhir.
Ia menuturkan, jumlah perjalanan di tahun 2010, yakni 45 juta perjalanan per hari.
"Meningkat di 2018 menjadi 88 juta perjalanan per hari," kata Ismail dalam webinar Menimbang Kebijakan Jalan Berbayar Elektronik (ERP) dan Penataan Transportasi Publik di Jakarta, Sabtu (4/2/2023).
Baca juga: Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta: Pengecualian ERP Hanya untuk Kendaraan Pelat Kuning
Selain itu, Ismail mengatakan, jumlah perjalanan yang meningkat juga terjadi diikuti oleh kebijakan untuk mengatasi kemacetan yang diterapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"(Tahun) 2022 itu kendaraan mobil itu 14,7 persen. Sepeda motor hanya 27,5 perden," jelasnya.
Kemudian, lanjutnya, angkutan umum menjadi pilihan moda transportasi masyarakat terbesar yakni 52,7 persen.
"Nah ternyata dilihat pada tahun 2010 terjadi pergeseran signifikan. Dimana masyarakat beralih dari angkutan unum yang 52,7 persen, beralih ke sepeda motor 61,2 persen," jelas Ismail.
Ia mengatakan, pilihan moda transportasi sepeda motor terus meningkat, pada tahun 2018, 68,3 persen.
"Dan angkutan umum hanya sekitar 6,9 persen," katanya.
Lebih lanjut, Ismail mengatakan terjadi efek tak terduga dari kebijakan Pemerintah untuk mengatasi kemacetan selama ini.
"Sebelumnya ada 3 in 1 dan ganjil genap. Dan ternyata orang tidak bergeser ke transportasi publik. Tapi memilih ke sepeda motor," kata Ismail.
Sebelumnya, Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu angkat bicara soal wacana penerapan kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) atau Jalan Berbayar di Jakarta.