News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Membandingkan Pembangunan SJUT di Indonesia dengan Negara Maju

Penulis: Erik S
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja sebuah proyek memeriksa kabel dan jaringan utilitas bawah tanah

Laporan Wartawan Tribunnews, Erik Sinaga

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pemerintah daerah dinilai sudah sewajarnya mengatur penempatan jaringan utilitas seperti jaringan telekomunikasi, air dan listrik di wilayahnya karena tujuannya menata kota.

Agung Harsoyo, dosen Sekolah Teknik Elektronika dan Informasi (STEI) ITB mengungkapkan sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT) dibangun oleh pemerintah. Sebab pembangunan SJUT itu bagian penyediaan fasilitas layanan umum untuk masyarakat.

Contohnya Jepang dan Inggris. SJUT di negara tersebut dibangun dan dibiayai oleh pemerintah dan Dan pembangunannya memiliki standar.

"Bukan seperti SJUT yang saat ini dibangun Pemda DKI Jakarta yang tidak seperti standar yang berlaku. SJUT di negara maju dapat dilewati teknisi untuk melakukan perbaikan. Selain itu SJUT juga dapat ditaruh jaringan listrik, air bersih, air lembah dan jaringan telekomunikasi,"ucap Agung dalam keterangannya, Senin (13/2/2023).

Baca juga: Stafsus KSP Kritik SJUT di DKI Jakarta: Tak Sejalan dengan UU Cipta Kerja

Karena merupakan bagian untuk memberikan pelayanan kepada warganya dan anggaran pembangunan berasal dari APBD, maka sewajarnya semua pengelola jaringan utilitas dapat memanfaatkan SJUT yang dibangun Pemda.

Karena tujuan utama Pemda membuat SJUT bukan untuk mencari keuntungan. Jika harus membayar, menurut Agung harusnya tidak dengan skema sewa. Tetapi dengan retribusi.

"Kalau sewa berarti trotoar atau badan jalan adalah miliknya Pemda. Dan ketika telah disewa salah satu badan usaha, artinya tak boleh ada pihak lain yang dapat menggunakannya. Sehingga skema sewa tidak tepat. Dengan skema retribusi, dana yang dihimpun Pemda dapat dipergunakan untuk pemeliharaan dan penggembangan SJUT di masa mendatang,"terang Agung.

Jika Pemda sembrono membuat aturan sewa SJUT yang tinggi kepada penyedia jaringan utilitas, maka dipastikan tambahan biaya tersebut akan dibebankan ke masyarakat. Tambahan biaya yang diterima penyedia layanan internet, air, gas dan listrik akan dibebankan kepada masyarakat. Jika demikian maka akan mengurangi daya saing daerah tersebut. Bahkan bisa mengurangi daya saing ekonomi Indonesia.

Lanjut Agung, jika ada operator jaringan sudah melakukan pemindahan jaringan udaranya ke tanah, jangan dipaksa Pemda untuk pindah ke SJUT yang dibangunnya.

Sebab pemindahan jaringan tersebut akan menambah beban penyelenggara jaringan utilitas. Tambahan biaya ini akan dikompensasikan ke pelanggan. Jika pelanggan tak mau dikorbankan, Pemda harus menanggung seluruh beban pemindahan jaringan utilitas tersebut.

"Harusnya Pemda memiliki rencana yang jelas dalam membuat SJUT untuk penataan kota yang lebih baik. Kalau tujuan utama Pemda DKI adalah bebas dari kabel udara, penyelenggara infrastruktur harus difasilitasi dengan diberikan kompensasi yang bersifat win win solution apakah bentuknya ganti rugi, pengurangan biaya atau bahkan digratiskan dengan jangka waktu tertentu. Pemda DKI jangan memakai alasan bebas kabel udara tapi tujuan utamanya untuk mengambil PAD saja. Jangan sampai Pemda DKI merancang ini itu tapi akhirnya menyebabkan ekonomi biaya tinggi dengan memaksa operator telekomunikasi menggunakan SJUT milik Pemda sehingga berpotensi menghambat transformasi digital yang dicita-citakan Presiden Joko Widodo,"ujar mantan aggota BRTI.

Menurut Agung jika Pemda mau membuat aturan, mereka harus mengikuti aturan yang berlaku. Pemda tak boleh membuat aturan semaunya sendiri. Apalagi Pemerintah Pusat sudah mengeluarkan UU Cipta Kerja dan aturan turunannya. Agung percaya dengan kota yang tertata baik dengan dilengkapi fasilitas utilitas yang memadai, dipercaya akan banyak investor yang akan menanamkan uangnya di daerah tersebut.

"Seharusnya Pemda jangan menentukan regulasi sesuai keinginannya sendiri. Pengaturan ganti rugi itu sudah diatur dalam PP 52 Pasal 70, perlu di harmonisasi lebih lanjut peraturan itu. Lebih baik Pemda mendapatkan manfaat dari peningkatan ekonomi daerahnya sehingga kesejahteraan rakyat dan pajak yang didapatkan daerah juga akan meningkat,"pungkas Agung.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini