Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Haris Azhar menjalani sidang pemeriksaan sebagai terdakwa dalam kasus pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (21/8/2023).
Dalam kesempatan itu Haris mengatakan bahwa tidak ada kata 'Lord Luhut' dalam hasil kajian cepat yang dibuat oleh 9 organisasi masyarakat sipil yang akhirnya dibahas oleh dirinya dan Fatia Maulidiyanty dalam suatu video podcast.
Jadi kata 'Lord' itu saya menganggap bukan kata yang bisa digunakan dalam penulisan akademik
Adapun dalam video itu berjudul 'Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada'.
Baca juga: Haris dan Fatia Jalani Pemeriksaan Terdakwa Perkara Lord Luhut, Ruang Sidang Dipenuhi Pengunjung
Pernyataan itu merupakan respon Haris atas pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang bertanya apakah terdapat kata penjahat, lord, Luhut, dalam hasil kajian cepat yang dibuat koalisi masyarakat sipil.
"Tidak ada," jawab Haris di persidangan.
Terkait hal itu Haris menjelaskan, bahwa kajian cepat itu merupakan hasil riset yang ditulis dengan riset akademik.
Sedangkan kata 'Lord' sendiri menurut Haris bukan kata yang bisa dituliskan dalam suatu riset akademik salah satunya kajian cepat yang dibuat oleh para koalisi.
"Jadi kata 'Lord' itu saya menganggap bukan kata yang bisa digunakan dalam penulisan akademik," jelasnya.
Baca juga: Jaksa Ingin Terdakwa Jadi Saksi Mahkota Dalam Kasus Lord Luhut, Fatia: Kita Dijebak, Kita Diprank
Adapun kata Lord itu pada akhirnya bisa muncul dalam pembahasan oleh dirinya dengan Fatia, sebab dijelaskan Haris kata itu diucapkan dalam konteks bentuk lisan bukan riset akademik.
"Kalau Lord itu yang muncul di video itu dalam konteks lisan, ngobrol, podcast, siniar," ujarnya.
Sebagai informasi, dalam perkara dugaan pencemaran nama baik ini, Haris Azhar telah didakwa Pasal 27 ayat (3) junto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Kemudian Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Selanjutnya Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 terang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Terakhir Pasal 310 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara Fatia didakwa semua pasal yang menjerat Haris Azhar. Kecuali Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.