TRIBUNNEWS.COM - Kebijakan Pemprov DKI Jakarta agar aparatur sipil negara (ASN) melakukan work from home (WFH) yang mulai digelar pada Senin (21/8/2023) tampaknya belum berjalan efektif.
Bahkan, meski sudah ada kebijakan WFH tersebut, Jakarta justru menempati peringkat kedua sebagai kawasan dengan kualitas udara terburuk ke-dua di dunia berdasarkan pantauan di aplikasi pemantau kualitas udara, IQAir dengan tingkatan AQI di angka 170 per pukul 07.30 WIB.
Jakarta berada di bawah Ibu Kota Irak, Baghdad dengan tingkatan AQI di angka yang sama.
Lalu, untuk konsentrasi PM2.5 di Jakarta pada hari ini 18 kali dari nilai panduan kualitas udara tahunan yang dianjurkan oleh organisasi kesehatan dunia, WHO.
Padahal, ketika Tribunnews.com melakukan pemantauan via IQAir pada Senin sekira pukul 10.30, Jakarta berada di peringkat 7 sebagai kawasan dengan polusi udara tertinggi dengan tingkat AQI 156.
Sementara berdasarkan aplikasi pemantau kualitas udara lainnya yaitu Nafas.co.id, beberapa kawasan di DKI Jakarta mayoritas masuk zona merah atau tidak sehat.
Baca juga: BSKDN Kemendagri Dorong Masyakarat Beralih ke Kendaraan Listrik Demi Kurangi Polusi Udara
Contohnya adalah di kawasan Kembangan, Jakarta Barat yang memiliki tingkatan AQI 174 dengan PM2.5 di angka 101.
Lalu di Kembangan Selatan justru lebih parah dengan tingkat AQI 188 dengan PM 2.5 di angka 129.
Kemudian di kawasan lain seperti Kemang Utara, Jakarta Selatan pun berada di zona merah dengan tingkat AQI 170 dan PM 2.5 di angka 93.
Bahkan kawasan seperti Kalideres, Jakarta Barat mencapai tingkatan AQI 190 dengan PM 2.5 di angka 133.
Kawasan lain seperti Grogol Selatan, Kemang Utara, hingga Semanggi pun masuk zona merah atau tidak sehat.
Kendati demikian ada beberapa kawasan yang tidak masuk zona merah tetapi zona oranye seperti Ancol (AQI 129), Taman Sari (AQI 121), Gambir (AQI 145), dan Menteng, (AQI 147).
Sebagai informasi, kebijakan WFH bagi ASN Pemprov DKI Jakarta direncanakan akan dilakukan selama dua bulan hingga 21 Oktober 2023.
Pemberlakuan WFH berlaku bagi semua pegawai kecuali bekerja pada bagian pelayanan masyarakat.
Baca juga: Kurangi Polusi dengan Modifikasi Cuaca, BRIN: Hujan Turun 19-21 Agustus di Wilayah Jabodetabek
Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono mengatakan penerapan WFH untuk ASN DKI Jakarta bakal dievaluasi secara berkala untuk kemudian dilaporkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Pertama, kalau efektif, tentunya saya harus melapor ke Mendagri," ujarnya dikutip dari Tribun Jakarta.
Jika kemudian uji coba ini tak berjalan efektif, kata Heru, kebijakan akan dikembalikan seperti semula.
"Kalau dalam kurun waktu tidak sampai 21 Oktober misalnya tidak efektif, karyawan atau ASN yang WFH di rumah tidak disiplin, ya saya kembalikan (tak ada WFH)," kata Heru.
Bakal Dipantau Lewat Video Call di Jam Tertentu
WFH bagi ASN DKI Jakarta ini tak lantas lepas dari pengawasan.
Budi menegaskan, ASN yang melakukan WFH bakal dipantau secara ketat melalui video call.
Saat jam kerja, pimpinan dari setiap ASN di DKI Jakarta bakal terus mengawasi keberadaan dari bawahannya.
"Pengawasannya gampang. Jadi saya meminta kepada atasannya langsung, dia misalnya jam 10, jam 14, jam 16 telepon," kata Heru.
Baca juga: Niko Atmaja Nilai Penerapan WFH untuk ASN Bukan Penyelesaian Masalah Polusi Udara
Heru juga mengatakan, ASN yang menerapkan WFH bakal diberi tugas atau PR kerja yang banyak.
"Video call, tanya dia ada di mana? Kalau di rumah, rumahnya ada di mana? Kan bisa dan dikasih PR kerja yang banyak," kata Heru.
Lanjut Heru mengatakan, kebijakan WFH untuk para ASN kemungkinan bakal diikuti oleh pemerintah daerah lain di wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
“Ada wacana kemarin di tingkat pimpinan (Jabodetabek) untuk melakukan penyesuaian mirip-mirip seperti Pemda DKI," kata Heru.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Jakarta/Elga Hikari Putra)
Artikel lain terkait Polusi Udara di Jakarta