TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komponis dan Pianis Ananda Sukarlan yang baru saja menerima penghargaan kesatriaan Royal Order of Isabella the Catholic dari Kerajaan Spanyol.
Anugerah ini disampaikan oleh Duta Besar Spanyol untuk Indonesia Francisco Aguilera Aranda di Jakarta.
Pada momen itu juga digelar pentas musik kecil. Bahkan Ananda Sukarlan sudah bertemu dengan Pangeran Edward, Duke of Edinburgh dari Kerajaan Inggris saat kunjungan beliau ke Jakarta, Jumat (24/11/2023).
Putra bungsu Ratu Elizabeth II ini sedang melakukan perjalanan di Asia serta Australia dan Selandia Baru Aotearoa dalam rangka Duke of Edinburgh Awards, penghargaan untuk kaum muda yang berpartisipasi dalam kegiatan di dalam masyarakat yang bersifat non-formal, seperti olahraga dan paskibra.
Di hadapan Pangeran Edward, Ananda memainkan Rapsodia Nusantara nomor 39, berdasarkan lagu NTT "Oras Loro Malirin" yang dikomposisi untuk tangan kiri saja.
Walau demikian, musik tersebut membahana dengan hanya lima jari tangan kirinya di atas grand piano Yamaha tipe S4. Sorotan sang pianis yang malam itu lantaran mengenakan baju batik Alleira bernuansa biru menjelaskan serta mempresentasikan kepada Pangeran Edward konsep pembuatannya dan menawarkannya untuk digunakan untuk kerjasama pendidikan dengan Inggris di acara makan malam bersama sang Pangeran serta para diplomat Kerajaan Inggris di Hotel Mandarin Oriental.
Selain dengan Ananda Sukarlan, Pangeran Edward juga berkesempatan berbincang dengan para tokoh terkemuka yang hadir, antara lain chef, pakar kuliner dan penulis buku 'The Indonesian Table' Petty Pandean-Elliott, pendiri London School of Public Relations (LSPR) Prita Kemal Gani dan ketua umum Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), Shinta Kamdani.
Salah satu kontribusi Ananda di Spanyol adalah untuk kaum disabilitas. Dimana proyek pendidikan bermain musik untuk kaum disabilitas yang digagas oleh Fundacion Musica Abierta (Open Music Foundation) ini adalah yang pertama kalinya di dunia.
Saat itu ada 10 komponis terkemuka yang juga pemain di instrumen masing-masing yang handal, selain pianis Ananda Sukarlan juga Jesus Rueda, serta gitaris David del Puerto dan Santiago Lanchares.
Setiap komponis telah menuliskan puluhan karya, dari yang paling mudah sampai cukup sulit, untuk kaum disabilitas, misalnya hanya memiliki satu tangan, atau beberapa jari yang berfungsi, atau tidak memiliki kaki (banyak yang lupa bahwa pianis juga menggunakan kakinya untuk tiga pedal).
"Di luar proyek dengan yayasan tersebut, saya berpikir, apa jadinya kalau satu bahkan lebih dari para siswa tersebut memang sangat berbakat dan berniat menjadi musikus profesional? Itu sebabnya saya menuliskan beberapa nomor Rapsodia Nusantara untuk satu tangan saja, baik kanan maupun kiri," tutur Ananda Sukarlan.
Lebih lanjut, Ananda Sukarlan menerangkan, bahwa tingkat virtuositas ini sangat tinggi dan memang layak sebagai material musik untuk konser untuk publik yang luas.
“Intinya, jika para penonton mendengarkannya sambil menutup mata, harusnya mereka tidak bisa menebak bahwa karya ini kualitasnya kurang daripada karya yang 'biasa', yaitu dimainkan oleh dua tangan dan 10 jari," jelas seniman Indonesia pertama yang diundang ke Portugal setelah pulihnya hubungan diplomatik dengan Indonesia di tahun 2000.
Selain seorang Komponis dan Pianis Ananda Sukarlan aktif di ABAS (Aliansi Bersatu Anti SARA) yang didirikan oleh Boyke Djohan di Indonesia. Di ABAS, Ananda Sukarlan sebagai Ketua Bidang Seni Budaya.
Menurut Ananda Sukarlan elemen kemanusiaan adalah yang tertinggi dalam fokus kerja kita. Kita bukan menyamakan atau menyeragamkan semua orang, tapi justru merayakan perbedaan yang indah.
Keseragaman kita adalah keberagaman. Tugas kita adalah mempererat hubungan antar suku, agama, ras, antar golongan dan satu lagi yaitu perbedaan kemampuan disabilitas melalui komunikasi.
Nah komunikasi yang paling dalam dan efektif itu adalah saling mengerti melalui emosi dan empati, dan itu hanya musik yang bisa melakukannya.
Perlu diketahui, ABAS adalah sebuah perkumpulan / ormas yang dibesut oleh Boyke Djohan dengan para pengurus diantaranya, Habib Kribo, Rapindo Hutagalung, Solo Simanjuntak, Irjen Pol (Purn) Benny Mokalu, Sonny Tulung, Ferdinand Hutahaean, Novie Bule, Astrid Esther, Ramses Tobing, Peter Tarigan, Selma Kezia, Eliza Permatasari, Ade Sarah, Dede Rully, Peter F Momor dan lain-lain.