TRIBUNNEWS.COM - Belakangan tengah mencuat kabar dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Rektor nonaktif Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno (ETH).
Kabar tersebut pun cukup mengejutkan publik, mengingat Edie Toet ini merupakan seorang profesor.
Mengenai kasus yang menjeratnya itu, Edie Toet merasa sedih dan malu.
Ia mengklaim, laporan soal dugaan pelecehan seksual tersebut merupakan upaya pembunuhan karakter.
"Mungkin bapak ibu enggak bisa menggambarkan kesedihan saya, malu saya dan juga sedih saya," kata Edie saat konferensi pers di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (29/2/2024), dikutip dari TribunJakarta.com.
"Karena apa? selama saya mengabdi di dunia pendidikan baru kali ini dijadikan korban pembunuhan karakter," tuturnya.
Akibat dari kasus yang menyeret namanya itu, Edie Toet mengaku kerap mendapat caci maki dan hinaan.
Bahkan, prestasi yang sudah bertahun-tahun ia raih tersebut seolah lenyap begitu saja, usai dirinya disebut sebagai terduga pelaku pelecehan.
Edie Toet pun tak menyangka, kasus ini merusak nama baiknya selama bertahun-tahun mengabdi di dunia pendidikan.
"Tidak pernah terpikirkan oleh saya ada di titik ini, di titik nadir paling bawah, nama baik saya dipertaruhkan," ungkapnya.
Edie Toet Klaim Kasusnya Merupakan Bentuk Politisasi
Terkait kasus tersebut, Edie Toet membantah telah melakukan pelecehan seskual terhadap stafnya di UP.
Baca juga: Rektor Non-aktif Universitas Pancasila Edie Toet Bakal Kembali Diperiksa Polisi Selasa Pekan Depan
Edie mengatakan, isu pelecehan seksual ini, merupakan bentuk politisasi, karena mencuat berbarengan dengan pemilihan Rektor UP.
Menurutnya, pelecehan seksual yang menjerat dirinya ini merupakan sebuah game atau permainan dari segelintir orang, untuk menghancurkan martabatnya.
"Sama seperti lawyer yang tidak suka dengan saya itu, mengumpulkan teman-temannya untuk memberi kuasa," ujarnya.
"Dan beberapa teman-temannya itu yang kenal saya itu, 'saya nggak mau, mas Edie nggak kayak gitu'. Itu terjadi betul," imbuhnya.
Edie Toet mengaku, ingin segera lepas dari jeratan kasus pelecehan seksual yang dituduhkan kepadanya.
Pasalnya, kata Edie Toet, beban kasus pelecehan seksual ini juga dirasakan keluarganya.
Sebagai bentuk menindak lanjuti laporan tersebut, Edie Toet akan mengajukan upaya hukum.
Melalui kuasa hukumnya, Raden Nanda Setiawan, tindakan hukum itu, akan dilakukan selama beberapa hari kedepan.
"Kami sedang mempersiapkan semuanya, dan kami akan melakukan upaya hukum, untuk membela kepentingan kami," kata Raden.
Sebagai informasi, Edie sebelumnya disebut telah melakukan pelecehan seksual terhadap dua stafnya di UP, inisial RZ dan DF.
Dugaan pelecehan seksual ini mencuat setelah korban, RZ melapor ke Polda Metro Jaya pada Januari 2024 lalu.
Adapun, laporan RZ teregister dengan nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 12 Januari 2024.
Kuasa hukum pelapor, Amanda Manthovani, mengatakan dugaan pelecehan seksual oleh rektor UP ini terjadi pada Februari 2023.
Kronologi Pelecehan Versi Korban
Sebelumnya, RZ dan DF melapor ke polisi karena diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh rektor salah satu universitas di Jakarta Selatan berinisial ETH.
Kuasa hukum kedua korban, Amanda Manthovani menceritakan kronologi pelecehan versi korban.
Amanda mengatakan, bentuk pelecehan itu mulai dicium hingga dipegang bagian payudaranya.
Pertama, korban berinisial RZ awalnya diminta untuk menghadap rektor tersebut dengan alasan terkait pekerjaan.
Diketahui, RZ saat itu bekerja sebagai Kabag Humas dan Ventura universitas tersebut
"Dia akhirnya cari tempat di kursi yang agak panjang. Memang dia dipanggil sama rektor dia juga gak tau, tapi setelah dia masuk, diambil posisi duduk, posisinya agak jauh."
"Rektor di tempat kursi dia dan dia (korban) di kursi panjang sambil rektor itu memberikan perintah-perintah masalah pekerjaan. Gitu ceritanya," kata Amanda saat dihubungi, Sabtu (24/2/2024).
Saat itu, diceritakan Amanda lagi, sang rektor mendekati korban saat tengah mencatat.
Namun, kala itu sang rektor langsung mencium pipi hingga korban kaget dan berdiri untuk meninggalkan ruangan.
"Terus sebelum dia keluar, rektor dengan bahasa baik yang lembut, 'ini coba kamu sebelum keluar, mata saya liat dulu' katanya 'mata saya merah nggak?" ucapnya.
Saat meneteskan obat tersebut, RZ mengaku sang rektor langsung memegang payudaranya hingga akhirnya korban ketakutan dan mengadu kepada atasannya.
Namun, bukannya dibantu, korban malah dimutasi dari jabatannya ke S2 universitas.
Lalu, korban kedua berinisial DF mendapatkan perlakuan yang sama juga, sebelum RZ saat di ruangan rektor tersebut.
"Hampir sama si kejadiannya, cuman mbak DF memang di cium tapi posisinya itu mukanya DF itu dipeganngin terus diciumin. Si DF kan waktu itu usainya masih muda, kejadiannya itu dia masih 23 tahun," ucapnya.
"DF juga begitu saat kejadian itu dia langsung cerita nangis, cerita juga sama RZ (korban), sama beberapa orang, RZ bilang menenangkan dia, eh kejadian sama RZ juga akhirnya di bulan Februari," sambungnya.
Akibatnya, DF pun merasa ketakutan dan akhirnya mengundurkan diri sebagai pegawai honorer di kampus tersebut.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Rektor UP Nonaktif Ngaku Malu Usai Tersandung Kasus Pelecehan, Nama Baik Dipertaruhkan dan di Wartakotalive.com dengan judul Rektor Universitas Pancasila Sebut Ada yang Culas Padanya, Edie Toet: Ini Permainan Politik.
(Tribunnews.com/Rifqah/Fahmi Ramadhan) (TribunJakarta.com/Pebbt Adhe Liana) (Wartakotalive.com/Nurmahadi)