Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Metro Jaya bakal melibatkan Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) Provinsi DKI Jakarta dan Tim Dokter Polri dalam penanganan kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan Rektor nonaktif Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan, pelibatan PPPA DKI Jakarta dan Tim Dokter Polri itu untuk pemeriksaan psikologis dan psikiatrikum terhadap kedua korban.
"Jadi, kepada P3A itu pemeriksaan psikologis kemudian ke dokter Polri itu untuk pemeriksaan psikiatrikum," kata Ade Ary kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Selasa (5/3/2024).
Terkait hal ini sebelumnya pihak Edie Toet juga mengatakan bahwa akan menjalani pemerikaaan di RS Polri setelah diperiksa di Polda Metro Jaya.
Kuasa hukum Edie, Faizal Hafid menjelaskan bahwa pemeriksaan di RS Polri itu rencananya bakal dilakukan pekan depan.
"Mungkin pekan depan kita ada proses pemeriksaan di RS Polri," pungkasnya.
Edie Toet Klaim Bawa Bukti Bantahan
Sebelumnya, Edie Toet Hendratno telah selesai menjalani pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual di Polda Metro Jaya, Selasa (5/3/2024) hari ini.
Kuasa hukum Edie Toet, Faizal Hafied mengatakan bahwa kliennya itu telah diperiksa hampir selama tiga jam dan dicecar dengan 32 pertanyaan.
"Hari ini kami sudah menghadiri undangan klarifikasi dan tadi sudah dilaksanakan hampir tiga jam dan ada 32 pertanyaan," kata Faizal kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Selasa.
Baca juga: Rektor UP Nonaktif Diperiksa Polda Metro Jaya Selama 3 Jam, Mengaku Tidak Terlibat Kasus Pelecehan
Dalam proses pemeriksaan itu, Faizal mengatakan juga telah menyerahkan sejumlah bukti kepada pihak penyelidik.
Namun, ketika disinggung bukti apa yang pihaknya berikan, Faizal enggan merinci dan hanya menjawab bahwa yang disampaikan merupakan bukti yang akurat untuk mematahkan dugaan pelecehan seksual tersebut.
"Bukti-bukti tidak bisa kami sampaikan tapi bukti-bukti ini sangat akurat, sangat otentik dan bisa bantu membuat duduk perkara ini sangat terang,"
Sebelumnya, Adapun Edie Toet kali ini diperiksa berdasarkan laporan yang dilayangkan oleh salah satu korban berinisial DF.
Baca juga: Cinta Diduakan Buat Caleg DPR RI Berubah jadi Otak Pembunuhan, Mayat Korban Dipakaikan Masker
Berdasarkan pantauan Tribunnews.com, Edie tiba di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya sekitar pukul 10.03 WIB dengan mengenakan jaket coklat dan didampingi oleh kuasa hukumnya, Faizal Hafied.
Pada saat tiba di Polda, Faizal menyebut bahwa telah membawa sejumlah bukti guna mengklarifikasi kasus yang saat ini tengah membelit kliennya.
"Alhamdulillah kita siap, kita bawa bukti-bukti yang cukup baik untuk mengklarifikasi dan bisa menjelaskan kasus yang diduga kepada prof (Edie Toet) agar bisa terang benderang," ucap Faizal kepada wartawan.
Dari bukti tersebut, Faizal juga berharap nantinya bisa memulihkan nama baik kliennya usai menjalani proses pemeriksaan di hadapan penyelidik.
"Mudah-mudahan ini bisa memulihkan nama baik Prof kembali nama baik prof seperti sedia kala," jelasnya.
Terkait kasus ini sebelumnya Edie Toet juga telah menjalani pemeriksaan pada Kamis 29 Februari 2024 namun berdasarkan laporan dari korban lainnya inisial RZ.
Usai diperiksa, Edie Toet kala itu mengklaim bahwa laporan dugaan pelecehan yang dilayangkan terhadapnya bentuk politisasi atas pemilihan rektor di Universitas Pancasila.
Kronologi Pelecehan Versi Kubu Korban
Sebelumnya dua orang wanita berinisial RZ dan DF melapor ke polisi karena diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh rektor salah satu universitas di Jakarta Selatan berinisial ETH.
Kuasa hukum kedua korban, Amanda Manthovani mengatakan dari keterangan kliennya, bentuk pelecehan itu mulai dicium hingga dipegang bagian payudaranya.
Baca juga: Modus ART di Jakarta Selatan Kuras ATM Majikan, Uang Rp73 Juta Raib, Buron Selama 2 Bulan
Pertama, korban berinisial RZ yang saat itu bekerja sebagai Kabag Humas dan Ventura universitas tersebut awalnya diminta untuk menghadap rektor tersebut dengan alasan terkait pekerjaan.
"Dia akhirnya cari tempat di kursi yang agak panjang. Memang dia dipanggil sama rektor dia juga gak tau, tapi setelah dia masuk, diambil posisi duduk, posisinya agak jauh, rektor di tempat kursi dia dan dia (korban) di kursi panjang sambil rektor itu memberikan perintah-perintah masalah pekerjaan. Gitu ceritanya," kata Amanda saat dihubungi, Sabtu (24/2/2024).
Saat itu, sang rektor mendekati korban saat tengah mencatat. Namun kala itu sang rektor langsung mencium pipi hingga korban kaget dan berdiri untuk meninggalkan ruangan.
"Terus sebelum dia keluar, rektor dengan bahasa baik yang lembut, 'ini coba kamu sebelum keluar, mata saya liat dulu' katanya 'mata saya merah nggak?" ucapnya.
Saat meneteskan obat tersebut, RZ mengaku sang rektor langsung memegang payudaranya hingga akhirnya korban ketakutan dan mengadu kepada atasannya.
Namun bukannya dibantu, korban malah dimutasi dari jabatannya ke S2 universitas.
Lalu, korban kedua berinisial DF mendapatkan perlakuan tersebut sebelum RZ saat di ruangan rektor tersebut.
"Hampir sama si kejadiannya cuman mbak DF memang di cium tapi posisinya itu mukanya DF itu dipeganngin terus diciumin. Si DF kan waktu itu usainya masih muda kejadiannya itu dia masih 23 tahun," ucapnya.
"DF juga begitu saat kejadian itu dia langsung cerita nangis, cerita juga sama RZ (korban), sama beberapa orang, RZ bilang menenangkan dia, eh kejadian sama RZ juga akhirnya di bulan Februari," sambungnya.
Akibatnya, DF pun merasa ketakutan dan akhirnya mengundurkan diri sebagai pegawai honorer di kampus tersebut.
Saat ini, laporan RZ ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 12 Januari 2024 tengah diselidiki polisi.
Selain itu, laporan DF juga sudah diterima di Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024 yang kini sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.