TRIBUNNEWS.COM - Hingga saat ini, penyebab satu keluarga tewas setelah lompat dari lantai 22 Apartemen di Teluk Intan, Penjaringan, Jakarta Utara belum juga terungkap.
Polisi pun masih terus mendalami kasus kematian satu keluarga yang terdiri atas ayah berinisial EA (51), ibu AEL (50), dan dua anaknya, JL (15) dan JWA (13).
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan pun membeberkan perkembangan terkini dari penyelidikan polisi.
Gidion mengatakan, untuk mendapatkan hasil yang detail soal peristiwa itu, pihaknya melakukan pemeriksaan ulang di tempat kejadian perkara (TKP).
“Kami lakukan olah tempat kejadian ulang dan membaca lebih detail lagi, temuan untuk dikaitkan dengan peristiwa yang sudah terjadi,” kata Gidion kepada wartawan, Rabu (13/3/2024).
Gidion berharap, upaya yang dilakukan oleh pihaknya dapat cepat menyimpulkan penyebab keluarga tersebut terjun dari apartemen.
Selain itu, Gidion mengatakan, pihaknya akan melakukan pemeriksaan mendalam, seperti pemeriksaan DNA, autopsi psikologi, dan digital forensik.
Perkembangan lainnya, kata Gidion, sejauh ini sejumlah saksi yang berada di TKP saat kejadian sudah diperiksa.
Nantinya, apabila bukti dan fakta lapangan sudah terungkap, penyebab peristiwa itu baru dapat disimpulkan.
Tetangga Ungkap Kondisi Ekonomi Korban
Tetangga korban, Arief (47), mengungkapkan bahwa satu keluarga itu sudah lebih dulu tinggal sebelum dia.
Sekitar tahun 2017, Arief mengenal mereka karena baru membeli unit apartemen tersebut.
Baca juga: Masa Lalu Keluarga Lompat dari Apartemen di Penjaringan Terungkap, Pandemi jadi Penyebab
Namun, dari pengakuan Arief, ia terakhir bertemu dengan keluarga ini tahun 2023.
Saat itu, katanya, mereka berniat pindah ke Surakarta, Jawa Tengah untuk memulai kehidupan yang baru dengan memulai bisnis.
Namun, Arief tak mengetahui secara detail bisnis apa yang dijalani korban.
"Katanya mereka mau memulai bisnis yang baru, tetapi saya tidak tahu bisnis apa yang ia kerjakan," kata Arief, dikutip dari TribunJakarta.com.
Menurutnya, satu keluarga itu pindah lantaran faktor tekanan ekonomi saat pandemi Covid-19 melanda.
Saat itu, kata Arief, EA (50) atau sang suami sempat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) ketika pandemi.
PHK tersebut pun langsung berimbas pada kondisi ekonomi mereka.
"Yang saya tahu, ketika pandemi, suaminya terkena pemutusan hubungan kerja. Mulai dari sana, kehidupan keluarga ini terlihat sangat merana," lanjutnya.
Kondisi serba sulit keluarga itu terlihat ketika istri EA, AEL, menawari Arief beberapa kali telur ayam untuk mereka hidup.
Karena merasa prihatin, Arief sempat membantu memberikan sejumlah uang kepada keluarga mereka.
Terhitung, sudah sekitar tiga kali dia memberikan bantuan kepada AEL dengan total sekitar Rp 8 juta.
"Saya merasa iba dengan keluarga ini. Jadi, saya berharap uang yang saya beri itu bisa sedikit membantu," pungkasnya.
Disclaimer
Berita di atas tidak bertujuan menginspirasi siapapun melakukan tindakan serupa.
Bunuh diri bisa terjadi di saat seseorang mengalami depresi dan tak ada orang yang membantu.
Jika Anda memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup.
Anda tidak sendiri. Layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.
Berbagai saluran telah tersedia bagi pembaca untuk menghindari tindakan itu.
Pembaca bisa menghubungi Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes (021-500-454) atau LSM Jangan Bunuh Diri (021 9696 9293) atau melalui email janganbunuhdiri@yahoo.com.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Akibat Pandemi, Ekonomi Satu Keluarga Tewas di Apartemen Terpuruk: Dulu Pakai Fortuner Kini Granmax.
(Tribunnews.com/Rifqah) (TribunJakarta.com/Satrio Sarwo Trengginas)