TRIBUNNEWS.COM - Kapolres Tangerang Selatan, AKBP Ibnu Bagus Santoso membeberkan kronologi pembubaran ibadah doa rosario yang diikuti oleh kumpulan mahasiswa di Tangerang Selatan.
Menurut Ibnu, pembubaran ibadah doa rosario berawal dari provokasi yang dilakukan oleh Ketua RT setempat, yakni Diding alias D (53).
D awalnya mendatangi tempat mahasiswa yang tengah melakukan doa rosario yang dilakukan sekitar pukul 19.30 WIB tersebut.
Karena merasa terganggu dengan ibadah doa rosario, D pun berupaya untuk membubarkan ibadah mahasiswa itu dengan cara berteriak.
"Mulanya seorang laki-laki berinisial D yang berupaya membubarkan kegiatan tersebut dengan cara berteriak," kata Ibnu dilansir Tribun Tangerang, Rabu (8/5/2024).
Teriakan D lantas membuat situasi di lokasi ibadah menjadi gaduh dan mengundang datangnya beberapa orang yang penasaran dengan teriakan D.
Setelah banyak orang berdatangan, D kemudian melakukan provokasi hingga terjadi pengeroyokan pada mahasiswa yang tengah beribadah doa rosario.
"Setelah D berteriak, datang beberapa orang untuk mencari tahu apa yang terjadi dan timbul kegaduhan serta kesalahpahaman," ternag Ibnu.
Sejauh ini, tercatat ada tiga orang yang ikut membantu D untuk melakukan pengeroyokan, yakni I (30), S (36), dan A (26).
Keterlibatan I, S, dan A ini terekan dalam rekaman yang diambil oleh salah satu penghuni kontrakan di lokasi kejadian.
Dalam rekaman tersebut, terlihat sosok laki-laki yang membentak mahasiswa, serta membawa senjata tajam.
"Kegaduhan dan kekerasan tersebut terekam oleh salah satu penghuni kontrakan di area sekitar TKP, di mana terdapat laki-laki yang terekam membentak mahasiswa dan membawa senjata tajam jenis pisau," imbuh Ibnu.
Baca juga: Video Mahasiswa di Tangsel Digeruduk saat Ibadah, Ketua RT Memprovokasi
Polisi Tangkap 4 Tersangka, Mereka Dijerat Pasal Berlapis
Ibnu juga mengungkapkan, dalam kasus pembubaran ibadah doa rosario, Polres Tangerang Selatan telah menetapkan empat tersangka.
Keempat tersangka adalah pria berinisial D (53), I (30), S (36), dan A (26).
“Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan, baik itu saksi dan berdasarkan barang bukti, kami menetapkan empat orang sebagai tersangka,” ujar Ibnu saat jumpa pers, Selasa (7/5/2024).
Ibnu menyebut, tersangka D sempat meneriaki para mahasiswa dengan suara keras dengan nada umpatan dan intimidasi.
Hal itu dilakukan D karena merasa para mahasiswa yang sedang beribadah itu mengganggu lingkungan sekitar.
“Kemudian, tersangka I memiliki peran yang mirip dengan D. Dia turut meneriaki korban sambil mengintimidasi. Namun, I turut melakukan tindakan mendorong sebanyak dua kali karena korban menolak perintah I,” tutur Ibnu.
Dua tersangka lainnya, yakni S dan A, membawa senjata tajam (sajam) berjenis pisau.
Baca juga: Solmet dan Assalam Banten Kutuk Keras Mahasiswa Katolik Digeruduk Warga Saat Ibadah di Tangsel
Keduanya membawa pisau untuk menakuti korban dan teman-temannya.
“S dan A membawa senjata tajam jenis pisau dengan maksud untuk melakukan ancaman kekerasan guna menakut-nakuti korban dan temannya yang berada di TKP agar supaya segera pergi dan membubarkan diri,” imbuh Ibnu.
Akibat perbuatan mereka, keempat tersangka dijerat dengan pasal berlapis, setidaknya ada lima pasal yang diterapkan terhadap para tersangka.
Pertama, Pasal 2 ayat (1) UU Darurat RI No. 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun.
Baca juga: Cerita Farhan Diserang Saat Melerai Penggerebekan Mahasiswa di Tangsel: Saya Ditodong di Perut
Kedua, Pasal 170 KUHP terkait Pengeroyokan dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun enam bulan penjara.
Ketiga, Pasal 351 KUHP ayat (1) dengan pidana penjara paling Iama 2 tahun 8 bulan.
Keempat, Pasal 335 KUHP ayat (1) dengan pidana penjara maksimal satu tahun.
Terakhir, Pasal 55 KUHP ayat (1) dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara,” tutup dia.
Baca juga: Digerebek Warga Saat Berdoa di Rumah Kontrakan di Tangsel, Ini Pengakuan Mahasiswa
Kemenkumham Sesalkan Insiden Mahasiswa Digeruduk saat Beribadah
Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyesalkan adanya mahasiswa Katolik Universitas Pamulang yang digeruduk warga saat melaksanakan ibadah rosario di kawasan Tangerang Selatan.
Direktur Jenderal HAM Kemenkumham, Dhahana Putra mengatakan, sejatinya kasus kekerasan semacam ini tidak boleh terjadi di Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.
"Jika ada ketidaksepahaman terkait pelaksanaan ibadah maka perlu dialog dengan mengedepankan semangat toleransi dan hak asasi manusia bukan menggunakan kekerasan," ujar Dhahana dalam keterangannya, Selasa (7/5/2024).
Dia mengatakan dalam setiap umat beragama di Indonesia selalu dilindungi oleh konstitusi khususnya dalam hal beribadah.
Pasalnya, jika hal itu dibiarkan, dikhawatirkan akan menimbulkan potensi konflik yang terus menerus ke depannya.
Baca juga: Digerebek Warga Saat Berdoa di Rumah Kontrakan di Tangsel, Ini Pengakuan Mahasiswa
Untuk itu, dia berharap pemerintah kota Tangerang Selatan, aparat penegak hukum, FKUB dan para pemangku kepentingan setempat mampu bersinergi untuk mencegah munculnya aksi-aksi kekerasan serta dapat menengahi permasalahan ini dengan arif dan bijaksana.
"Jika memang ada kendala dalam pelaksanaan ibadah, mudah-mudahan ini dapat dibantu untuk difasilitasi sehingga hak beribadah yang dijamin oleh konstitusi dapat terakomodasi dengan baik dan tentunya tertib," tuturnya.
Hal ini sebagaimana Peraturan Presiden Nomor 58 tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama bahwa keragaman agama dan keyakinan merupakan anugerah Tuhan kepada Bangsa Indonesia yang mendasari perilaku warga negara dan negara yang menempati posisi penting dan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribuntangerang.com dengan judul Kronologi Ketua RT Diding Provokasi Pengeroyokan Mahasiswa yang Ibadah Doa Rosario di Tangsel.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Abdi Ryanda Shakti)(Tribun Tangerang/Joseph Wesly/Joko Supriyanto)