Sesjen MPR Ma’ruf Cahyono mengucapkan selamat datang kepada 125 protokoler yang datang dari berbagai lembaga negara, kementerian, instansi non-kementerian, dan pemerintah daerah.
“Selamat datang di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara V, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD," ujarnya (15/11/ 2018).
Mereka, para protokoler, berada di ruang yang biasa digunakan untuk menerima tamu MPR untuk mengikuti ‘Forum Koordinasi Protokoler Tahun 2018’.
Dalam acara yang berlangsung 15 hingga 16 November 2018, Ma’ruf Cahyono menyebut protokoler digambarkan sebagai insan-insan yang serba tahu sehingga saat ditanya apa saja bisa menjawab.
“Sehingga mereka adalah sosok yang sangat luar biasa," ucapnya.
Sebagai Sesjen MPR, dirinya mengucapkan terima kasih atas kedatangan para protokoler untuk mengikuti acara itu. Forum yang diselenggarakan kali pertama itu disebut sebagai kegiatan yang sangat penting. Koordinasi dan komunikasi menurut pria asal Banyumas, Jawa Tengah, itu merupakan tindakan yang membuat kita mempunyai makna.
“Komunikasi dan koordinasi membuat hidup kita menjadi tersambung dengan yang lain," tuturnya.
Ia mengandaikan bagaimana kalau dalam keluarga, antara suami dan istri, orangtua dan anak, tidak terjalin komunikasi.
Sebagai acara yang menghimpun bagian protokol dari berbagai lembaga, Ma’ruf Cahyono mengharap dalam pertemuan tersebut terjadi sharing mengenai keprotokolan.
Diakui meski ada aturan umum mengenai keprotokolan namun masing-masing lembaga memiliki keprotokolan tersendiri dengan karakteristik yang ada. Di sinilah perlu ada sharing sebab ada aturan keprotokolan yang belum dipahami pihak yang lain.
Perbedaan yang masih bisa terjadi dicontohkan, sebelum era reformasi, MPR merupakan lembaga tertinggi. Sebagai lembaga tertinggi maka segala hal yang terkait MPR selalu ditempatkan nomer satu, mulai dari posisi duduk hingga nomer surat.
Hal inilah yang menurutnya bisa menjadi bahan diskusi dalam forum tersebut untuk membahas keprotokolan antarlembaga negara selepas reformasi.
“Sebab MPR sekarang menjadi lembaga setara dengan lainnya," ungkapnya.
Keprotokolan diatur dalam regulasi yang bertujuan untuk menempatkan orang pada posisi dan rasa hormat. Di MPR sendiri keprotokolan termaktub dalam UU. No. 17 Tahun 2014 dan Tata Tertib MPR.
Sementara lembaga lain punya aturan protocol sendiri. Dari semua aturan yang dimiliki masing-masing lembaga, menurut Ma’ruf Cahyono, maka perlu disinergikan sehingga bisa mengakomodir semua tanpa menimbulkan masalah di lapangan.
Hal seperti inilah perlu dibicarakan dan dibahas sehingga selepas forum ini menghasilkan rekomendasi keprotokolan yang mampu memberi layanan yang bisa memuaskan semua pihak. Untuk itulah maka keprotokolan harus di-back up dengan regulasi yang dipahami semua sehingga perlu komunikasi antar protokoler.
Selepas acara itu Ma’ruf Cahyono juga berharap agar rekomendasi atau keputusan bersama bisa ditindaklanjuti dengan pertemuan selanjutnya secara intensif untuk mensinergikan semua yang terlibat dalam keprotokolan.
Ketua Panitia Acara Dyastasita WB saat diwawancarai mengatakan forum ini merupakan kegiatan yang kali pertama diadakan. Forum-forum yang lain dikatakan sudah ada seperti Forum Bakohumas.
“Protokoler kan nge-lead setiap kegiatan yang ada," ujarnya.
Acara ini menurut Dyastasita untuk mengawali forum protokoler di samping untuk sharing bagaimana kita melakukan tugas keprotokolan.
“Misalnya kita menjadi tahu bahwa tempat duduk Ketua Partai ditempatkan di belakang menteri," ujarnya.
Dinamika yang ada dalam forum disebut akan menjadi aspirasi untuk membuat aturan yang lebih bagus lagi untuk ke depan. Diharapkan acara ini bisa mempertemukan protokoler dari berbagai lembaga dan membuat mereka bisa menjalin komunikasi dengan lebih lancar.
“Inilah tujuan kita bikin acara," tuturnya.
Selepas acara ini, Dyastasita mengharap ada semacam rekomendasi untuk diteruskan ke forum yang lebih produktif lagi ke depannya.
“Forum ini masih embrio belum seformal Forum Bakohumas," terangnya.