Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merespons fatwa MUI tentang Golput. Anggota MPR dari Fraksi Partai Gerindra, Ahmad Riza Patria, berpendapat Fatwa MUI mempunyai maksud dan tujuan yang baik, yaitu untuk meningkatkan partisipasi politik. Fatwa MUI bisa mendorong partisipasi politik masyarakat.
“Saya semula kaget karena MUI masuk dalam ranah politik. Tapi kita berpikir positif. Fatwa MUI tentu punya maksud dan tujuan yang baik karena masyarakat harus peduli dan terlibat aktif dalam pemilu,” ujar Riza dalam diskusi Empat Pilar MPR dengan tema “Efektivitas Fatwa Haram Golput Tingkatkan Partisipasi Pemilih?” di Media Center Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (1/4/2019). Turut berbicara dalam diskusi ini anggota MPR Fraksi Partai Golkar Rambe Kamarul Zaman dan Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa Prof Huzaemah Tahido Yanggo.
Namun Riza menjelaskan bahwa dalam UU disebutkan warga negara memiliki hak memilih dan dipilih. Tidak ada kata haram untuk tidak memilih dan tidak bisa diperkarakan, disalahkan bahkan dipidana. “Karena ini menyangkut hak bukan kewajiban. Fatwa ini bisa mendorong partisipasi masyarakat,” jelasnya.
Riza menjelaskan salah satu indikator pemilu yang berkualitas adalah partisipasi pemilih yang meningkat. Di banyak negara partaisipasi pemilih dalam pemilu menurun. Karakteristik masyarakat Indonesia sangat peduli dan antusias meskipun sosialisasi pemilu belum maksimal.
Riza berpendapat partisipasi pada pemilu kali ini akan meningkat. Alasannya, pemilu dilaksanakan secara serentak. “Secara rasional partisipasi pemilih akan meningkat karena dalam pemilu ini semua timses capres dan cawapres, timses caleg, dan partai politik ikut bekerja secara bersamaan. Apalagi ada cottail effect,” ujarnya.
Anggota MPR Rambe Kamarul Zaman mengatakan dalam UUD dan UU disebutkan tentang pemilu yang jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia. Sekarang dimasukan lagi dengan pemilu yang berintegritas. “Untuk memahami substansi pemilu ini maka sebenarnya diperlukan keterlibatan warga negara yang mempunyai hak untuk memilih,” katanya.
Jika pemilu ini ingin berhasil dan berintegritas, lanjut Rambe, perlu sosialisasi kepada masyarakat untuk memilih secara benar. “Sistemnya harus berintegritas, penyelenggara dan aturannya juga berintegritas. Para pemilih juga harus punya integritas,” ujarnya.
Sementara itu Prof Dr. Huzaimah T. Yanggo dari MUI meluruskan tentang fatwa Golput haram. Menurut Huzaimah, MUI tidak mengeluarkan fatwa tentang Golput. “Fatwa Golput haram adalah bahasa dari wartawan saja. Fatwa yang dikeluarkan MUI merupakan fatwa tentang wajib memilih,” jelasnya.
Ketika ada pemimpin yang memenuhi syarat sesuai ajaran Islam, maka seorang diwajibkan untuk memilih. Persyaratan pemimpin adalah seorang yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), amanah (bisa dipercaya), tabligh (aktif dan aspiratif), fathonah (mempunyai kemampuan), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam.
“Jadi fatwa MUI itu adalah kewajiban memilih pemimpin dengan syarat-syarat itu. Tidak harus semua syarat, sebagian syarat saja kita wajib memilih. Fatwa itu tidak menyebutkan soal Golput, tetapi kewajiban untuk memilih,” ucapnya. (*)