TRIBUNNEWS.COM - Bencana gempa bumi yang mengguncang Sulawesi Barat, beberapa waktu lalu menuai simpati seluruh masyarakat. Berbagai kalangan ikut menyampaikan duka dan keprihatinan terhadap bencana tersebut. Tak sedikit pula yang turut menyalurkan bantuan, untuk meringankan penderitaan yang dialami para korban.
"Jalan terbaik setelah terkena musibah adalah bersabar. Bersabar bukan berarti pasrah semata. Tapi menerima kejadian itu, tidak saling menyalahkan Kemudian mengatasinya bersama-sama. Semoga pemerintah memenuhi janji-janjinya untuk membantu meringankan beban para korban," kata Wakil Ketua MPR RIHidayat Nur Wahid.
Pernyataan tersebut disampaikan Hidayat secara daring, saat menjadi pembicara pada Sosialisasi Empat Pilar, kerjasama MPR RI dengan Pimpinan Wilayah Partai Keadilan Sejahtera Provinsi Sulawesi Barat. Acara tersebut berlangsung di Wisma Mala'bi, Mamuju, Sulawesi Barat, Minggu (11/4/2021). Hadir pada acara tersebut Anggota MPR RI F PKS Ahmad Syaikhu.
Pada kesempatan tersebut, Hidayat mengingatkan, dalam hidup berbangsa dan bernegara, setiap warga negara harus saling ingat mengingatkan. Terutama, ketika ada orang lain yang melakukan kesalahan, dan menabrak aturan atau kesepakatan bersama. Itu pulalah yang dilakukan F PKS DPR RI, ketika pemerintah bersama koalisinya membahas RUU Haluan ideologi Pancasila (HIP).
"Pancasila yang disepakati sejak 18 Agustus 1945 sudah final, tidak boleh diganti. Karena itu, ketika ada pihak-pihak yang hendak mengubah semua itu, kita ingatkan, agar mereka tidak melanggar kesepakatan lahirnya Pancasila yang dulu pernah diambil oleh para pendiri bangsa," kata Hidayat.
Menurut Hidayat, bangsa Indonesia mewarisi sikap-sikap mulia dari nenek moyang. Seperti, menyederhanakan persoalan, rasa kekeluargaan, gotong royong dan tolong menolong. Selain itu bangsa Indonesia juga diwarisi ideologi yang membuat seluruh warganya saling bersatu dan tak mudah terpecah belah. Ini dibuktikan dengan persatuan dan kesatuan yang terus terjaga, padahal potensi perpecahan yang dimiliki Indonesia sangat besar. Bahkan, Indonesia memiliki keberagaman suku, bangsa, dan agama yang sangat beragam, dan itu menyebabkan ancaman perpecahannya semakin besar.
"Saat para pendiri bangsa meninggal, kita tetap bersatu. Demikian pula ketika reformasi bergulir, dan para pengamat bilang Indonesia bakal terpecah belah, nyatanya kekhawatiran tersebut tidak menjadi kenyataan. Di belahan negara lain, yaitu di Yugoslavia, negara itu terpecah belah setelah pendirinya Josip Bros Tito mangkat. Suku-suku bangsa negara itu saling memisahkan diri, satu dengan yang lain berdiri sebagai negara sendiri. Padahal suku bangsa dan agama di sana tidak sebanyak Indonesia," tambah Hidayat.
Menurut Hidayat, inilah pentingnya Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, agar membuat bangsa Indonesia semakin mengenal dirinya sendiri. Mengenal dasar dan Ideologi Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Konstitusi negara, bentuk Negara NKRI dan semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika.
Sebelumnya, saat menyampaikan sambutan, anggota MPR dari F PKS H. Ahmad Syaikhu menegaskan Partai Keadilan Sejahtera menolak pembahasan RUU HIP karena berupaya mempertahankan Pancasila, sebagai kesepakatan final. Beruntung, upaya PKS di perlemen, itu mendapat dukungan dari masyarakat, termasuk ormas-ormas agama, baik Islam maupun yang lainnya. Akibatnya, RUU HIP pun dicabut dan tidak diteruskan.
"UUD NRI tahun 1945 boleh diubah, jika memenuhi persyaratan. Tetapi ketentuan dalam UUD NRI tahun 1945 harus ditegakkan tidak boleh ada pelanggaran. Karena itu ketika ada usulan penambahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode kami menolaknya, karena ketentuan dalam UUD kepemimpinan seorang Presiden hanya dua kali," kata Syaikhu.
Pada kesempatan itu, Syaikhu menegaskan, tidak ada gunanya mempersoalkan Empat Pilar MPR RI. Yang perlu dilakukan saat ini adalah mengimplementasikan Empat Pilar MPR dalam kehidupan sehari-hari, oleh setiap warga negara. Dari kepala negara sampai rakyat jelata.