TRIBUNNEWS.COM - Bangsa yang merdeka harus mampu berkerja dan berpikir progresif, berpijak di atas pondasi kebangsaan, mengimplementasikan nilai-nilai berbangsa dan bernegara untuk kesejahteraan bersama.
"Kemerdekaan menuntut tanggung jawab untuk meneruskan cita-cita para pendiri bangsa melalui implementasi kemanusiaan, persatuan, musyarawah, keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Tantangan Kebangsaan 76 Tahun Indonesia Merdeka yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (18/8/2021).
Pada diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukannie, Ph.D (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu, dihadiri oleh Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia), Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama (Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Prof. Badri Munir Sukoco, (Guru Besar Manajemen FEB Universitas Airlangga), Dr. Connie Rahakundini Bakrie (Pengamat Pertahanan Keamanan), Dr. Dianta Sebayang (Kepala Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis LPPM Universitas Negeri Jakarta) dan Maya Muizatil Lutfillah (Ketua Kopri PB Pergerakan Mahasiswa Islam Indonsia/PMII).
Selain itu hadir pula Dr. Atang Irawan (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI/Pakar Hukum Tata Negara) dan Dr. Suyoto (Ketua Koordinator Bidang Kebijakan Publik & Isu Strategis DPP Partai NasDem) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, mengisi kemerdekaan tak hanya dengan seremoni peringatan tetapi pemaknaan secara menyeluruh dan khidmat melalui kontemplasi perjalanan bangsa dengan segala pencapaian dan tantangan yang ada.
Disrupsi dan pandemi, menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, saat ini mewarnai perjalanan bangsa dalam mengisi kemerdekaan.
Sehingga, tegas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, pekerjaan rumah saat ini adalah bagaimana kita bisa survive mengatasi sejumlah tantangan yang saat ini ada di depan mata.
Ketua Kopri PB PMII, Maya Muizatil Lutfillah, M.Pd mengungkapkan, kemerdekaan bisa dimaknai antara lain sebagai kebebasan, kedaulatan, kemandirian, edukasi dan sumber hukum.
Sejumlah makna tersebut bisa menjadi stimulus terbentuknya sejumlah instrumen untuk mengisi kemerdekaan. Sebagai contoh, makna di sektor edukasi dari kemerdekaan, menurut Maya, menghasilkan organisasi pelajar yang mampu berperan aktif dalam merebut kemerdekaan.
Sedangkan Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia, Komaruddin Hidayat menilai Indonesia relatif lebih baik ketimbang Afganistan, yang setelah ditinggal Amerika Serikat terancam perpecahan antarasuku yang ada.
Indonesia yang juga terdiri berbagai suku, menurut Komaruddin, terbukti mampu bersatu dalam bentuk negara kesatuan Republik Indonesia.
Dengan berdirinya Republik Indonesia, tambah Komaruddin, kita bisa sejahtera dan maju untuk menjawab beban bersama dalam mengisi kemerdekaan.
Secara teknis, Komaruddin menilai, dengan berbagai keberagaman yang dimiliki Indonesia, tidak ada sistem politik yang lebih baik dari demokrasi.
Namun, tambahnya, demokrasi hingga saat ini belum mampu mendekatkan kepada kesejahteraan dan keadilan. Bahkan, ujar Komaruddin, praktik demokrasi di Indonesia menciptakan oligarki di sektor politik.