TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung langkah Presiden Joko Widodo meluncurkan Taksonomi Hijau Indonesia 1.0 (Indonesia Green Taxonomy 1.0) dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2022.
Taksonomi Hijau Indonesia 1.0 disusun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan melibatkan berbagai kementerian/lembaga. Menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang telah memiliki standar nasional sektor ekonomi hijau.
"Sekaligus menjadi pedoman bagi penyusunan kebijakan insentif dan disinsentif dari berbagai Kementerian dan Lembaga dalam mendukung pengembangan Ekonomi Hijau (Green Economy). Pemerintah bersama OJK, dan Self Regulatory Organization yang terdiri dari Bursa Efek Indonesia, Kustodian Sentral Efek Indonesia, dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia, juga sedang mengakselerasi kerangka pengaturan bursa karbon untuk mendukung pengembangan ekonomi hijau," ujar Bamsoet usai menghadiri secara virtual Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2022, di Jakarta, Kamis (20/1/22).
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, Ekonomi Hijau secara sederhana diartikan sebagai sektor ekonomi yang memadukan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan.
Konsepsinya mengacu pada beberapa aspek mendasar seperti pengurangan emisi, penghematan sumber daya, transisi berbasis energi terbarukan, hingga berlandaskan keadilan sosial. Potensinya sangat besar, tersebar ke berbagai sektor antara lain pariwisata, pertanian, dan juga energi.
"Khusus untuk sektor energi, Kementerian ESDM melaporkan potensi energi terbarukan di Indonesia sangat melimpah, mencapai 418 GigaWatt (GW). Antara lain bersumber dari Matahari/Surya yang bisa mencapai 207,8 GW; Air mencapai 75 GW; Angin mencapai 60,6 GW; Bioenergi mencapai 32,6 GW; Panas Bumi mencapai 23,9 GW; dan Arus Laut mencapai 17,9 GW," jelas Bamsoet.
Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan dan Pertahanan KADIN Indonesia ini menerangkan, dari kajian Bank Indonesia berdasarkan penghitungan menggunakan metode Tingkat Pertumbuhan Tahunan Majemuk (Compound Annual Growth Rate/CAGR), Indonesia bisa mendapatkan banyak manfaat jika transisi Ekonomi Hijau serta sistem keuangan berkelanjutan bisa segera diterapkan. Antara lain, kenaikan produk domestik bruto (PDB) diproyeksikan bisa mencapai 0,62 persen per tahun. Hingga tambahan kenaikan cadangan devisa mencapai 51,9 miliar dolar AS.
"Namun demikian, tantangan yang dihadapi Indonesia dalam transisi menuju Ekonomi Hijau juga sangat besar. Antara lain dana yang tidak sedikit dan proyek berkelanjutan yang masih terbatas. Dari kajian OJK, setidaknya Indonesia membutuhkan Rp 745 triliun per tahun hingga 2030. Karena itu, perlu peran OJK dalam mendorong sektor jasa keuangan agar dapat mengoptimalkan peran dan kapasitasnya di sektor Ekonomi Hijau," pungkas Bamsoet. (*)