"Itu sebabnya, kegiatan mempromosikan potensi SDA secara berkelanjutan menjadi sangat penting, termasuk mengundang atau mengajak calon-calon investor yang potensial," tegasnya.
Kendati butuh modal besar dan teknologi terkini untuk memaksimalkan nilai tambah semua SDA itu, tidak berarti Indonesia berada di posisi lemah atau mau ditekan oleh modal asing. Kekayaan dan keragaman SDA itu justru memperkuat daya tawar Indonesia. Dengan daya tawar yang kuat, pemerintah tetap mengedepankan kerja sama saling menguntungkan dengan semua calon investor.
"Seperti sudah diungkap sebelumnya, pada forum KTT G-20 di Roma, Italia, November 2021, Presiden Joko Widodo menolak menandatangani rancangan dokumen perjanjian rantai pasok (supply chain agreement) atas kandungan SDA di Indonesia. Kandungan SDA yang begitu strategis di perut bumi nusantara itu mendorong sejumlah anggota G-20 ‘merayu’ dan ‘memaksa’ Indonesia menyepakati rancangan perjanjian rantai pasok itu," kata Bamsoet.
"Kalau dokumen perjanjian rantai pasok itu ditandatangani, sama artinya Indonesia menyatakan bersedia melepaskan sebagian hak mutlak-nya dalam mengelola dan memanfaatkan SDA di bumi nusantara, dan selanjutnya perjanjian itulah yang akan mendikte Indonesia," sambungnya.
Menanggapi kebutuhan dunia akan energi baru dan terbarukan yang bahan bakunya berlimpah di dalam negeri, Bamsoet mengatakan bahwa Presiden Jokowi bersama para menteri telah memulai kerja mempromosikan potensi SDA nusantara, serta mencari dan mengajak para calon investor dari manca negara. Ini adalah proses kerja keras dengan durasi yang sangat panjang.
Demi kesejahteraan seluruh rakyat, kerja keras yang berkelanjutan ini sudah pasti akan dan harus diteruskan oleh generasi muda Indonesia terkini. (*)