Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dianggap telah melakukan blunder dalam menyampaikan pernyataan politik. Komunikasi politiknya dinilai kurang bagus dan tidak sensitif terhadap publik.
Hal itu disampaikan oleh pakar komunikasi politik sekaligus Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Gajah Mada (UGM), Hermin Indah Wahyuni, saat ditemui di kantornya, di kampus dua, Fakultas Ilmu Komunikasi dan Politik (Fisipol) UGM.
Menurutnya, pernyataan SBY dalam rapat kabinet terkait sistem pemerintahan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak boleh monarki, tidak jelas konteksnya, sehingga menimbulkan interpretasi yang negatif dan tidak sesuai dengan kehendak mayoritas publik, terutama masyarakat Jogja.
Ia menilai kesalahan SBY dalam pernyataan tersebut terletak pada pemilihan kata. Saat itu SBY menyebut kata monarki. Secara teori itu tidak masalah. Tetapi, kata itu tidak relevan. Mestinya, pernyataan itu harus memiliki konteks yang jelas disertai pemaparan rencana untuk Jogja ke depan. Kemudian di-share secara utuh.
"Sepertinya seorang Presiden terlalu naif bila mengeluarkan statemen seperti itu. Kalau juru bicaranya mungkin dosanya nggak terlalu begini. Tapi dia kan presiden. Aura keberuntungannya dalam mengeluarkan statemen sedang kurang bagus," ujarnya.
Hermin berharap masyarakat dapat menahan diri. Berilah waktu bagi Presiden untuk menjelaskan maksud pernyataannya itu. Media juga harus bersikap netral.
"Isunya kan memang belum selesai. Penguasa memang harus siap dikritik. Tapi, Jogja referendum malah akan memperumit situasi," ujarnya. (*)[removed]var geo_Partner = 'c4d7df52-5b34-4483-9180-d547a4bba986'; var geo_isCG = true;[removed][removed][removed]
Pakar Politik UGM: Statement Presiden Terlalu Naif
Penulis: Willem Jonata
Editor: Tjatur Wisanggeni
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger